9. Singa dan anjing

5.2K 1.2K 289
                                    

"Motor gue lecet, anjing."

Sepertinya Al tidak bisa diam saja. Lelaki itu pun turun dari kendaraannya.

"Terus mau lo apa?" tanyanya masih setenang biasanya. Di wajahnya pun tak ada ekspresi apa-apa.

"Lo?" lelaki di depannya malah terlihat tambah marah mendengar sebutan itu. "Gak lihat seragam gue, hah? Lo pikir sopan manggil begitu ke senior?"

Al berdecih. Muak sekali mendengar ucapan barusan. Setelah Al ingat-ingat, wajah di depannya ini nampak tak asing. Lelaki ini adalah salah satu orang yang tadi dia lihat mengganggu adik kelasnya. Al rasa, sekarang kakak kelasnya ini sedang sengaja mencari masalah dengannya. Sebentar lagi pasti rombongannya datang dan berusaha menyudutkannya, mengintimidasinya dan membuatnya harus patuh dan tunduk pada senior-senior busuk seperti mereka. Kemungkinan besar mereka memang punya dendam karena tadi Al membuat mereka tidak jadi merundung Dika.

"Wow wow, ada apa, nih?"

Benar dugaan Al.

Tiga orang lainnya datang. Dan senior di depannya ini semakin berani menunjuk-nunjuk Al tepat di depan wajah. Mungkin merasa sudah ada yang akan membantu kalau sampai terjadi apa-apa, jadi dia semakin berani. Padahal malah terlihat semakin pengecut di mata Al.

"Dia bikin motor gue lecet."

"Wah, minta maaf lo buruan!" suruh salah seorang dari mereka.

Al menghela napas sejenak. Kemudian angkat suara. Nadanya rendah namun nyelekit sampe ke ulu hati. "Perlu kita lihat CCTV biar keliatan siapa yang bego?"

"Woy, anjir, berani banget ya lo. Lo gak sadar sekolah udah sepi dan lo cuma sendiri."

Al bergumam. Sama sekali tidak takut mendengar ancaman itu. "Hm, akan jadi akhir yang buruk untuk kalian kalau masih mau memperpanjang perdebatan konyol ini."

Kemudian dia mendongak, melihat CCTV yang terpasang di area parkiran itu. "Kalo kita pake kekerasan, entah gue menang atau enggak, yang akan disalahkan tetep kalian. Empat lawan satu. Akan jadi hal memalukan kalau kalian kalah dan gue pun gak akan dihukum karena alasan membela diri."

"Juga, kebegoan lo bakal ketauan dari rekaman CCTV, kakak senior. Jadi, kita bisa kelarin ini sekarang. Gue buru-buru," lanjutnya. Membuat keempat siswa itu semakin kesal karena tidak ada satu kata pun yang terdengar manis di telinga mereka.

"Satu lagi. Kalian pasti tau siapa gue. Jadi penjelasan dari gue pasti akan lebih didengar dan dipercaya sama guru BK, daripada muka kalian yang babak belur sekalipun."

"Bangsat."

Al hanya memutar bola matanya. Mendengar ucapan berdasarkan logikanya tadi pun, empat orang itu sekarang tak berani melakukan apa-apa. Hanya bisa mengepalkan tangan dengan raut wajah seperti banteng yang siap mengamuk.

Al tidak peduli, dia memakai helmnya setelah naik di atas kendaraannya itu. Ah, padahal baru dua hari, tapi udah lecet. Harusnya dalam situasi ini, Al yang marah. Namun dia memilih tidak dan pergi meninggalkan empat orang pengecut di parkiran.

"Gak heran dia jadi orang paling pinter di sekolah. Pake omongannya doang aja kita gak bisa apa-apa."

"Diem lo!"

Sesampainya di luar gerbang, Al mendapati El yang hendak masuk kembali ke area sekolah. Namun ketika melihat dirinya, adiknya itu berhenti tepat di depan motornya. Al pun ikut berhenti.

"Kenapa balik lagi?"

"Lo lama banget. Kirain ada apa-apa."

Di balik helm-nya Al tersenyum. "Gak ada apa-apa," ujarnya, lalu mengajak El pergi dari tempat itu.

Different (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang