21. Dua sisi mata koin

4K 1.1K 185
                                    

Malam itu Alan diminta datang ke arena balap oleh temannya. Katanya ada seseorang yang datang dan menantangnya untuk balapan. Nama Alan memang terkenal di dunia balap malam karena terhitung dari sembilan belas balapan yang ia ikuti, Alan baru kalah dua kali, salah satunya karena motornya ngambek, mesinnya rusak dan mogok. Yang sekali karena mood-nya sedang buruk habis putus cinta.

Meski dia anak pindahan, bukan berarti Alan tidak dikenal di tempat lain. Itu karena ia juga sering mendatangi arena balap di kota lainnya, entah karena diundang atau dapat informasi dari temannya.

Jadi malam itu Alan datang. Bukan karena hadiahnya lebih besar dari biasanya. Tapi karena dia penasaran orang seperti apa yang menantangnya.

Dan ternyata...

"Gino."

Alan cukup terkejut saat dia baru tiba. Sudah terlanjur datang, ia pun mendekati kerumunan. Motornya berhenti berhadapan dengan motor besar berwarna hitam milik Gino. Lelaki itu membawa rombongannya di belakang. Alan melepas helm-nya, meletakkan di atas tanki motor depan dan melipat tangannya di atas helm itu.

"Lo yang nantangin gue?"

"Hm, gue denger lo jagoannya."

"Ya, tapi gue gak minat."

Alan rasa Gino datang dengan maksud yang buruk. Mereka tidak pernah saling mengenal sebelumnya, tapi tiba-tiba saja lelaki itu datang ke arena balap dan menantangnya. Sudah pasti Gino mencari tahu soal dirinya dan tujuannya tidak mungkin hanya balapan.

"Tcih, lo takut kalah?"

"No, gue bisa mencium bau-bau kebusukan dari lo. Jadi gue males berurusan sama lo."

"Oh, i see. Setelah yang terjadi sama temen lo, gue rasa sekarang lo takut sama gue."

"Hah, buat apa gue takut sama pengecut kaya lo."

Smirk Gino muncul. Dia turun dari atas tunggangan barunya itu lalu berjalan ke arah Alan.

"Lo gak mau balapan karena takut motor butut lo gak bisa menang, kan! Kita emang beda level," ujar Gino sambil menepuk jok belakang motor itu.

Alan mengeraskan rahangnya. Kalo sudah merendahkan kesayangannya seperti ini, dia tidak bisa diam saja.

"Jauhin tangan lo, nanti bawa sial," sinis Alan, kemudian memakai helm-nya. "Ayo kita balapan! Dan gue gak butuh uang lo. Kalo lo kalah, motor lo gue tuker ke tukang rongsokan."

"Hahaha, deal. Kalo lo yang kalah, motor lo gue buang ke laut."

"Tcih. Ayo kita kasih dia pelajaran, Boy," bisiknya pada motornya sendiri. Tidak heran, Alan memang sering berbicara dengan kendaraannya seakan-akan kendaraannya mengerti.

Kembali ke masa kini, di kamar Alan, masih ada El dan Samuel yang sedang makan keripik.

"Ditengah balapan dia nabrak motor gue. Gue jatoh, pas bangun udah di rumah sakit," Alan menutup cerita.

El meratapi kembali keadaan temannya ini. Bukan hanya kaki yang ditutupi perban, leher dan tangan Alan pun di gips.

"Gue beruntung banget masih bisa idup," ujarnya, kemudian menghela napas panjang. "Harusnya gue gak kepancing sama sialan itu."

"Ini bukan salah lo," ucap El.

"Lo bilang apa ke orang tua lo?" tanya Samuel.

"Jatoh dari motor, tapi gak bilang balapan. Kalian gak usah cerita ke Al. Gue rasa dia benci banget sama Gino karena kejadian El kemarin. Kalo dia tau gue kaya gini, mungkin dia bakal datengin Gino."

Different (SEGERA TERBIT)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant