25. Salah Lawan

4.4K 1.1K 294
                                    

Mobil mewah berwarna putih itu terparkir tepat di depan halaman sebuah rumah. Dua lelaki yang ada di dalamnya tidak langsung keluar. Yang satu merasa terkejut ketika melihat seorang pria keluar dari rumah yang mereka hendak datangi. Yang satu lagi bertanya-tanya hingga akhirnya menoleh pada temannya di sampingnya, "Bokap lo, kan?"

El yang terheran-heran kini hanya mengangguk. Ayahnya mendatangi rumah Alan, bagaimana bisa? Kenapa? Apa orang tua mereka saling kenal?

Melepas seat belt dan mengambil tongkat dari kursi belakang, El membuka pintu untuk keluar dari mobil. Bertepatan dengan itu sang ayah yang sudah hendak pergi melihatnya, mereka pun saling pandang. Dari wajah ayahhnya, tersirat pula keterkejutan di sana. El segera mendatanginya dan mencium tangannya lebih dulu.

"Ayah ngapain di sini?"

"Jenguk temen kamu."

"Loh, kenal sama Alan?" tanyanya. Karena seingatnya, Alan bahkan belum pernah datang ke rumah, belum pernah pula dikenalkan secara resmi sebagai temannya, tidak seperti Samuel dan Alex. Atau apakah ayahnya tahu sebab Alan sakit seperti ini?

"Kenal. Kalian satu tim basket bareng, kan."

Meski begitu, bahkan El yakin Alan tidak ikut main saat hari perdana lomba basket dimulai waktu itu. Ini sungguh mencurigakan. Sekalipun Alan pernah menjenguknya ke rumah sakit, tapi kedatangannya bersama dengan anggota tim basket lainnya. Jadi rasanya melihat ayahnya ada di sini cukup janggal.

"Yaudah ayah pergi dulu, yah. Masih ada urusan di kantor."

"Udah mau pergi, Om," sapa Sam yang baru saja menghampirinya bersama Alex.

"Iya. Titip El, yah."

"Iya, Om. Hati-hati!"

El memandangi kepergian sang ayah yang memasuki mobil. Memberi klakson singkat ketika mobil itu melaju.

"Ngapain bokap lo?" tanya Alex yang tak tahu apa-apa. Bahkan sebenarnya El juga tak tahu.

"Jenguk Alan katanya."

Jawaban satu-satunya mungkin bisa El dapatkan dari Alan. Jadi dia pun masuk, menyapa orang tua Alan dan saudara-saudaranya bersama Samuel dan Alex. Barulah setelah itu menuju kamar Alan yang langsung mengundang kerusuhan Samuel.

"Alaaan, demi Alek lo udah bisa duduk."

Alan menatap Samuel horor. Bocah yang masih pakai seragam sekolah itu tiba-tiba masuk ke dalam kamar dan teriak-teriak tidak jelas. Apa coba maksudnya udah bisa duduk? Dari umur enam bulan juga Alan udah bisa duduk.

"Samuel kalo keluar emang otaknya sering lupa dibawa," kata El yang tak digubris oleh Samuel karena lelaki itu memilih melompat naik ke atas kasur untuk rebahan.

"Hari ini matahari lagi bahagia banget sampe panasnya dibagi lebih banyak buat bumi," gumam pria itu sambil menutup mata dan merasakan sejuknya AC kamar Alan. Kulitnya berasa terbakar karena panasnya hari ini.

"Dia nyuri dialog dari film deh kayaknya," cibir Alex yang sedang menarik kursi belajar untuk duduk di samping tempat tidur.

"Kalian pada gak punya urusan? Pulang sekolah malah pada dateng ke sini."

El mengembuskan napas berat. "Mereka lagi mengibarkan bendera perang ke keluarganya sendiri," bisiknya membuat Alan meringis. Bagaimana tidak, keduanya lagi-lagi bolos dan memilih mengikutinya pergi ke rumah Alan.

"Kita mau memperjuangkan kemerdekaan. Ya gak, Lek?"

"Gak selebay itu. Gue cuma lagi males belajar aja."

"Kenapa sih lo gak pernah sejalan sama gue?" kesal Samuel.

Dan Alex punya jawaban pintarnya, "Karena kita gak berjodoh."

Different (SEGERA TERBIT)Where stories live. Discover now