35. Posesif mode on

2.6K 320 89
                                    

Selamat datang di chapter baruuuu 😍

Jangan lupa vote & komen nya yaaahh ♥️






Mereka menunggu di sofa. Salah satunya sedang menelfon, memberitahu bundanya bahwa mereka akan pulang telat hari ini dan sedang di apartemen. Bundanya bilang, "Naaah, gitu dong kalo pulang lambat telfon orang rumah! Jangan makan malem di luar, bunda udah masak!"

"Siaap."

Akhirnya mereka bisa merasa sedikit lega.

Di sofa ruang tamu itu keduanya menunggu hasil pemeriksaan dokter yang ada di dalam kamar bersama An dan seorang suster. Gladys juga ada di dalam. Tadi mereka berdua sempat mendengar An berteriak. Mungkin dokter sedang melakukan sesuatu dengan kakinya.

Dokter itu kira, yang sakit adalah salah satu keluarga Wistara karena Al tadi tidak menyebutkan siapa. Namun saat datang ternyata seorang gadis yang tak dikenali. Tetap saja siapaun itu dia sigap melakukan tugasnya.

"Lo lupa lemari lo tinggi apa gimana, sih?" tanya El, masih tak habis pikir dengan Al.

"Gue pikir dia sampe."

"Kalo setrikaan lo gak ada di dalem box besar itu, dia pasti bisa ambil. Mana ada bingkai di dalemnya, pasti berat, jadi gak seimbang karena dia berdiri di atas kursi sama bantal pula."

Al menghela napas berat sebelum menjawab, "Soal itu gue lupa. Udah lama gue gak ke sini." Sangat jelas dia sedang merasa bersalah.

El tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Al kalau begini situasinya. An pun harusnya memanggil saja kalau dia memang tidak sampai. Jadi tidak akan seperti ini akhirnya. Ya tapi namanya musibah, siapa sih yang tahu?!

Mereka berdiri ketika dokter itu keluar. Disusul suster yang mendorong kursi roda dengan seseorang yang duduk di sana. Sementara Gladys berjalan di sebelahnya.

"Kita harus bawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut," kata Dokter Thomas.

"Separah itu?" tanya El.

"Saya belum tahu. Tapi gak separah waktu kamu itu, kok," jelasnya. Membuat El mengingat saat-saat kelamnya.

"Dia jatuh dari atas kursi, jadi mungkin keparahannya masuk ke tingkat dua. Kita harus X-ray dulu supaya tahu lebih jelas."

"Gue cuma keseleo," gumam An. Meski begitu, bulu matanya tampak basah, sepertinya saat berteriak tadi, dia juga menangis.

"Gak bisa disepelein. Gua aja keseleo sampe berminggu-minggu," curhat El. Dan memang seperti itu kenyataannya. An pun tidak membantah lagi.

Al meminta dokter untuk segera membawa An ke rumah sakit, nanti dia akan menyusul. Gladys tentu ikut bersama An. Sekalipun An menyuruhnya pulang, gadis itu tidak akan bisa diusir dengan mudah. An kadang merasa yang menjadi pengawal adalah Gladys, pasalnya kemana pun An pergi, Gladys selalu mengikuti. Bahkan sampai pulang ke apartemen.

"Lo pulang dulu, gue ikut ke rumah sakit."

"Yaudah, nanti gue bilang ke Bunda."

Jadi, Al pun pergi ke rumah sakit. Sedangkan El, pulang ke rumahnya.

***

Sekali lagi An menghela napas panjang. Bukan karena sakitnya tak tertahankan, bukan pula karena kakinya yang membengkak dan membiru. Melainkan karena perlakuan yang menurutnya terlalu berlebihan. Padahal demi apapun, dirinya hanya perlu tukang urut dan obat sakit kepala.

"Gue mau balik," kekeuhnya, membuat Gladys buru-buru menahannya agar tetap duduk diam di atas ranjang rumah sakit itu.

"Gue cuma perlu diurut doang, ya ampun. Dokter juga bilang begitu tadi."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 05, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Different (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang