32. Count on me

3.3K 941 186
                                    

"Katanya motor lo gak bisa jalan?"

El menatap kembarannya dengan curiga. Lelaki itu sedang mendorong motornya keluar dari garasi, lalu menaikinya.

"Kayaknya udah sembuh," kata Al, yang rasanya membuat hidung El kembang kempis mengeluarkan asap. Dasar abangnya tukang boong.

Karena kemarin El memenangkan pertandingan basket itu, hari ini El jadi bisa naik motor tanpa memboncengi Al. Tapi tak disangka ternyata motor Al baik-baik saja.

"Ayo cepet, lo di depan!" suruh Al. Tentu saja El tahu alasannya, itu agar Al bisa tetap memantaunya dari belakang. Hah, abangnya ini sangat protektif dan posesif. Tak bisa dibayangkan wanita yang akan menjadi istrinya kelak. Pada adiknya yang seumuran dengannya saja dia seperti ini. Apalagi pada wanita yang dia cintai.

Meski begitu El tetap menurut, dia menaiki motornya dan jalan lebih dulu di depan Al.

Mereka sampai di sekolah dengan selamat. Saat melihat ke lapangan, sebuah panggung sudah berdiri di sana. Ada Alex yang nampaknya sedang mengatur-ngatur orang-orang. Hah, dia benar-benar manusia yang penuh tanggung jawab dengan pekerjaannya. Terlihat sangat sibuk.

Al dan El berjalan bersisihan dengan kepala sama-sama menoleh ke arah sahabatnya itu. Alex tentu tak melihat mereka karena sibuk dengan urusannya. Di tangannya, Alex membawa papan jalan dengan kertas-kertas bertuliskan sesuatu yang keduanya tak tahu. Pasti itu masih menyangkut hal-hal tentang pensi.

"Kelas kita udah ada yang wakilin buat ngisi acaranya kan, yah?" tanya El karena dia lupa-lupa ingat.

"Udah."

"Mereka ngundang siapa yah kira-kira? Tahun kemarin kalo gak salah ada Pee We Gaskin sama Rocket Rockers, sama apa lagi itu, gue gak liat."

Al hanya mengedikkan bahunya. Dia tentu tidak tahu karena tidak pernah tertarik dengan hal-hal seperti ini. Dirinya lebih suka mojok di kantin atau perpus, atau tempat lain yang tidak berisik.

"AAAL, EEEL, DUUULL."

Kedua lelaki itu menoleh, melihat Alan berjalan cepat karena sepertinya dia masih kesulitan berlari.

"Dal dul dal dul," cibir El. "Jalannya biasa aja! Nanti pala lo keseleo baru tau rasa lo!"

Mungkin maksudnya leher Alan belum sembuh total, jadi dia masih harus hati-hati. El risih lihatnya.

"Gak papa, gue strong."

Mereka berjalan lagi hendak menuju kelas. Alan ada di tengah, untuk beberapa alasan dia merasa tingginya yang 170Cm tidak berarti sama sekali bila disandingkan dengan orang di kanan dan kirinya ini. Demi apa, dia hanya setelinga mereka. Alan jadi insecure. Jadi dia berjalan lebih cepat di depan.

"Buru-buru, Lan?" tanya El yang tidak bisa membaca isi hati Alan.

"Iya. Belom ngerjain PR."

Tanpa menunggu respons lagi, Alan semakin menjauh. El menoleh ke arah Al. "Emang ada PR?" tanyanya.

"Gak ada."

"Ckckck, pasti kepala Alan belum sembuh. Kasian, padahal masih muda."

***

Different (SEGERA TERBIT)Where stories live. Discover now