5. Namanya Alan

6.4K 1.2K 552
                                    

REVISI!!!

Kalau mau ambil barang orang lain, minta izin dulu. Dan hati-hati, jangan dirusak. Karena gak semua hal bisa dimaklumin.

Kehidupan di dunia ini, kadang memang seperti medan perang. Gak semua hal bisa dibicarakan baik-baik. Tapi gak ada salahnya kalau kita mencoba untuk bersikap baik dulu.

~DIFFERENT~
Adelia Nurahma

🌼

"Huaaaaaa."

"Kak Haura, kasiin mainannya! Jangan bikin nangis Arsyan terus, dong."

"Tapi seru, ayah."

Hasan menggaruk kepalanya. Bukan karena gatal, tapi karena pusing mendengar Arsyan menangis berkali-kali dalam kurun waktu satu jam. Pelakunya tentu saja Haura. Anak perempuannya ini sangat suka menggoda adiknya sampai menangis. Persis seperti ibunya dan kakaknya yang satu lagi, El.

"HUWAAAA PUNYA ALCAN. BALIKIIIN."

"Sini ambil, wle."

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Hasan melihat kepulangan dua putranya. Namun yang membuatnya bingung adalah Al yang sudah tidak memakai seragam sekolah.

"Haura, kasiin mainan Arsyan!"

Hasan terkesiap melihat bagaimana Haura menunduk mendengar suruhan Al lalu memberikan mainan Arsyan hingga anak lelakinya itu tidak menangis lagi. Bagaimana bisa putrinya lebih menurut dengan kakaknya ketimbang ayahnya sendiri?

Al dan El mencium tangannya saat sudah tiba di hadapannya.

"Seragam kamu kemana, Bang?" tanya Hasan.

"Ada di tas."

"Kenapa dilepas?"

"Kotor."

"Yah, bunda masak apa?" tanya El, sambil berjalan hendak menuju dapur.

"Gak tau, bunda lagi masak tuh, ayah belum lihat. Mereka berdua nih gak bisa ditinggal sama sekali," ujarnya sambil menunjuk dua manusia yang dari tadi ia awasi.

"Al mau ganti baju dulu ya, Yah."

"Yaudah sana!"

Seperginya Al, Hasan duduk di sofa, melambai pada Haura agar mendekat ke arahnya. Sementara Arsyan sudah sibuk kembali dengan mobil-mobilan dan robot-robotannya.

"Kenapa Ayah?"

"Ayah mau tanya. Kenapa kamu lebih nurut sama abang Al daripada sama ayah?"

Dengan lancarnya Haura menjawab, "Karena ayah gak pernah marah."

Kening Hasan mengernyit. Tapi kalau diingat-ingat, dirinya memang tidak pernah marah. Entah mengapa Hasan tidak bisa melakukan itu kepada anak-anaknya. Jadi tugas memarahi kalau anaknya sudah super bandel, jatuh kepada sang istri. Hasan cuma jadi penonton dan memeluk mereka setelahnya. Kalau Haura berkata begitu, itu artinya... "Memang abang Al pernah marahin Haura?"

"Iya. Serem."

Hasan tidak tahu soal ini. "Kenapa Haura dimarahin?"

"Haura gak sengaja sobek buku bang Al. Terus abang marah."

"Gimana marahnya?"

"KELUAR! JANGAN MASUK KE SINI LAGI!"

Hasan terkejut mendengar suara keras Haura. Gadis kecilnya ini baru saja mencontohkan bagaimana abangnya memarahinya. Matanya sampai melotot-melotot dan tangannya menunjuk jauh, seakan memperagakan Al yang menunjuk ke arah pintu keluar kamarnya. Sepertinya akan benar-benar seram kalau Hasan melihat itu dari Al yang pendiam secara langsung. Tapi bisa-bisanya Al memarahi adik kecilnya. Namun memikirkan kembali betapa pentingnya buku-buku di kamar anak lelakinya itu dan Haura menyobeknya, Hasan rasa Al hanya khilaf.

Different (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang