⏳ || Chapter 023

194 120 8
                                    

“Cinta dan benci itu bersisian, ada yang mulanya benci jadi cinta ada juga cinta yang kemudian menjadi cinta. “

🥀

Nafa uring-uringan. Jam pelajaran pertama akan dimulai sepuluh menit lagi, tetapi Bella belum juga menunjukkan batang hidungnya.

Akan menjadi masalah besar jika gadis itu terlambat masuk kelas Kimia pagi ini. Bu Renata yang amat sangat menyeramkan itu tak segan-segan akan menuliskan nama siapa saja di kolom pelanggaran jika telat masuk kelasnya.

Tak terhitung berapa kali Nafa mencoba menghubungi gadis itu, tetapi nomornya tidak bisa dihubungi. Ini tidak seperti biasanya, Bella akan selalu mengaktifkan ponselnya setiap saat. Jika Bella memang tak berangkat pagi ini pasti akan ada surat izin atau memberikan kabar kepadanya terlebih dahulu. Namun, kali ini tidak. Tidak ada satu pun pesan dari Bella.

Rasa khawatir membuatnya berderap menuju gerbang sekolah dengan alibi hendak pergi ke toilet agar ketua kelas memberikan izin. Sayangnya gerbang itu telah tertutup rapat sejak bel masuk berbunyi. Melirik ke arah kaca ruang BK, Nafa berharap ada Bella berdiri diantara mereka yang datang terlambat. Namun sayangnya Bella tidak datang terlambat.

Gadis itu berbalik menuju ruang musik. Satu-satunya tempat yang paling sering Bella kunjungi di sekolah, dan pintu itu terkunci. Menandakan tidak ada yang menginjakkan kaki ke tempat ini. Menyerah. Nafa tak menemukan Bella di mana pun.

Nafa hampir memekik begitu Pak Yasir tiba-tiba berdiri di belakangnya. Pria itu hanya terkekeh melihat ekspresi keterkejutan Nafa.

“Astaga naga buaya afrika! Pak Yasir mau buat saya mati muda!?” gerutu Nafa sambil mengepal-kepalkan tangannya menahan kesal. Dirinya sudah dibuat resah dengan keberadaan Bella saat ini dan Pak Yasir malah menambah keresahannya dengan membuat jantungnya berdegup kencang lantaran dikagetkan.

Pria itu tertawa kemudian menangkupkan kedua telapak tangannya sebagai permohonan maaf. “Nyari siapa, Neng? Kok masih di luar?” Pak Yasir memang sekeliling, nampak beberapa guru jam pertama sudah bergerak menuju masing-masing kelas. “Tuh, yang lain aja udah mau jam pelajaran pertama, udah Neng jangan diluar, nanti kena marah guru BK.”

Nafa menghela napas dalam-dalam. Kekesalannya pada Pak Yasir luntur seketika. “Saya nyariin Bella, Pak. Udah jam segini masih aja belum nyampe kelas. Biasanya kalau ga berangkat suka ngabarin dulu. Ditelfon juga nggak aktif.”

Pak Yasir diam, kedua bola matanya berotasi seolah tengah mengingat sesuatu. “Lho, Neng Bella udah berangkat dari tadi pagi. Dia nyapa bapak di depan kok.” Penuturan Pak Yasir membuat hati Nafa berdesir tak nyaman. Pasti ada sesuatu yang tidak beres hari ini.

“Bapak nggak salah liat kan? Siapa tau itu cuma fatamorgana gitu?” tanya Nafa memastikan.

Pak Yasir tertawa kecil sambil bergeleng-geleng. “Ya enggak lah Neng, orang saya liat Neng Bella dianter sama mamanya kok.” Hati Nafa semakin tak karuan, setelah pamit pada Pak Yasir, Nafa mengurungkan niatnya untuk kembali ke kelas. Masih ada satu tempat yang kemungkinan Bella singgahi saat ini; perpustakaan.

Gadis itu kembali memutar tumitnya menuju perpustakaan sekolah dengan cepat. Bagaimanapun juga dirinya harus bisa memanfaatkan waktu yang masih tersisa sekian menit itu untuk menelusuri tempat terakhir.

Langkah kakinya berhenti total saat manik matanya menangkap figur yang tak asing lagi dari arah berlawanan. Bukan Bella pastinya, tetapi Faras yang baru saja keluar dari perpustakaan dengan setumpuk buku paket. Merasa ada kesempatan, gadis itu mencegat cowok itu, dan langsung dihadiahi tatapan aneh dari Faras.

Tentang Kita yang Tak Siap Kehilangan - TAMATWhere stories live. Discover now