⏳ || Chapter 015

260 177 29
                                    

“Bumi tak pernah sedikit pun membenci langit yang mengirimkan hujan. Sekalipun hujan sering kali datang bersama takdir yang kejam, karena bumi tau dia tak bisa berbuat apa-apa selain menerima semuanya.”

🥀

Faras keluar dari ruang guru dengan muka merah padam. Laporan seminggu terakhir terkait latihan soal persiapan olimpiade masih saja belum memuaskan. Bu Gladys menyatakan bahwa Bella belum menunjukkan perubahan yang berarti, Faras dinilai gagal dan kurang berusaha keras. Sepanjang pembicaraan tadi, Faras hanya mengepalkan tangannya yang tersembunyi di bawah meja menahan amarah. Jika saja dia punya alasan yang kuat maka tinju itu sudah melayang di udara.

Cowok itu rasanya ingin memaki partner olimpiadenya itu sekarang juga. Bukan tanpa sebab, semenjak penyakit Bella kambuh waktu itu, dia lebih sering datang terlambat saat latihan soal. Kadang kala Bella baru datang setelah sepuluh menit dari waktu yang ada. Padahal Faras sudah begitu sabar selama ini, jika memang Bella tak bisa benar-benar serius mengapa tidak mengundurkan diri saja?

Ada satu hal yang membuat Faras heran, cowok itu sering menemukan Bella di koridor ruang ekstrakurikuler, padahal jelas sekali tidak ada kegiatan ekskul bagi mereka yang terdaftar lomba. Entah apa yang hendak gadis itu lakukan, hingga satu ingatan muncul di kepala Faras bahwa dia pernah memergoki Bella yang hendak memasuki ruang musik. Faras tahu jika Bella tak tergabung dalam ekskul itu. Apa sebenarnya yang ingin Bella lakukan? Apa gadis itu hanya ingin mempermainkannya?

Netranya menyipit begitu kedua bola mata itu menangkap bayangan orang yang berjingkat-jingkat seperti maling hendak melancarkan aksinya. Tak jauh tempatnya berdiri saat ini, di sisi lapangan basket yang hanya dibatasi oleh tembok setinggi dada, Faras dapat melihat Bella mengendap-endap---seperti dugaannya---menuju ruang musik.

Cowok itu tersenyum miring sebelum kakinya terayun untuk membuntuti.
Tepat ketika gadis itu hendak memutar kenop pintu, tangan Faras lebih dulu meraih kenopnya dan membuat Bella menegang seketika.

“Mau ngapain lo?!” Faras tersenyum sinis saat Bella menatapnya terkejut. “Kenapa? Kaget? Lo kenapa sih sering banget ke sini?”

Bella diam. Terlalu sulit untuk menjelaskan semuanya, terlalu rumit untuk berkata bahwa ini di luar kendalinya, dan terlalu mustahil membuat Faras akan percaya pada penjelasannya.

“Kamu nggak perlu tau!” sembur Bella.

“Jelas gue harus tau! Ini berpengaruh buat nama baik sekolah. Lo itu salah satu orang yang dipercaya buat ikut olimpiade dan kelakuan lo ini sangat menghambat kemenangan kita!” sentak Faras, suaranya lebih tinggi dari biasanya.

“Kamu nggak berhak tau tentang apa yang mau aku lakuin. Kamu aja nggak ngasih tau ten---“

“Oh lo mau balas dendam kejadian tempo lalu? Otak lo cetek banget sih! Ini udah beda masalah, kalau lo udah nggak niat, mending lo mundur. Gue nggak butuh partner olimpiade kayak lo,” cetus Faras dengan amarah yang tak lagi dapat ditahan.

Mata Bella memanas, kabut tebal secepat kilat menyambangi kedua irisnya. Hatinya begitu perih, Faras benar-benar tak memiliki hati sama sekali. Segala ucapannya sanggup membuat hati siapa saja diremas-remas. “Aku nggak pernah ada niatan gitu, ini diluar kendali aku.”

“Di saat  kayak gini lo masih bisa beralibi?” Faras tersenyum miring sebelum kembali berucap, “Mana mungkin lo melakukan tindakan di luar kendali, padahal lo tau kalau lo itu sepenuhnya sadar. Sama sekali nggak masuk akal!” tukasnya marah.

Tentang Kita yang Tak Siap Kehilangan - TAMATWhere stories live. Discover now