⏳ || Chapter 028

191 115 27
                                    

“Cukup. Aku sudah muak dengan segala lelucon yang semesta berikan. Aku lelah. Aku ingin istirahat.”

🥀

Bella bahagia.

Entah rasanya Bella begitu kesulitan mendefinisikan apa yang kini dirinya rasakan. Terlalu bahagia. Kinerja latihannya semakin bagus, nilai pelajarannya juga semakin membaik. Tanpa sadar, Bella sedikit mampu menghilangkan kenangan bersama Nadav dahulu. Gadis itu kini tersenyum hangat, duduk di atas kasurnya dengan dada berdebar.

Untuk kesekian kalinya, Faras akan mengajak dirinya ke beberapa tempat hari ini.

Menurut Faras, orang yang memiliki tekanan atau orang yang merasa tertekan harus di buat senyaman mungkin, hadapkan dia pada kondisi di mana dia harus bisa merasakan dirinya sendiri. Beberapa orang bahkan percaya bahwa orang yang tertekan sangat membutuhkan waktu untuk menenangkan pikirannya, maka dari itu pada hari ini selain untuk merayakan hari ke-seminggu jadian, Faras akan mengajak Bella pergi ke sebuah tempat. Dan tempat itu masih dirahasiakannya.

Gadis itu kini tampak termenung di depan lemari pakaian yang pintunya terbuka lebar. Beberapa pakaian terburai keluar dan berceceran di lantai. Bella kesulitan memilih pakaian yang akan dipakainya kini. Mengela napas kesal, gadis itu sama sekali tidak mengerti pakaian mana yang cocok dengan dirinya.

“Loh, kok belum siap-siap, katanya mau pergi?” tanya Larasati begitu melihat Bella masih termenung di depan lemari. Gadis berambut cokelat itu tak menjawab, hanya memperlihatkan giginya. Larasati memejamkan matanya sekejap, wajah Bella begitu bersinar kali ini. Sinar yang dirinya anggap akan selamanya meredup, sinar yang dia anggap akan hilang itu kini terbit kembali.

Wanita itu memangkas jarak, menyisakan dua jengkal jarak antara keduanya. “Mama senang kamu bahagia kayak gini, Bella.” Wanita itu tersenyum hangat sebelum kembali berucap. “Kamu ambil pakaian di lemari Mama, ada pakaian yang cocok untuk kamu. Itu pakaian kesukaan Mama waktu masih muda. Warnanya dusty pink,  sangat cocok sama kamu.”

Bella melebarkan matanya. “Emang muat, Ma? Kalau kebesaran kan malu."

Larasati tertawa. “Coba aja sana, Mama mau masak dulu.”

Bella kemudian menuju kamar mamanya yang letaknya tak begitu jauh dari kamarnya. Dengan pelan, gadis itu memutar kenop dan segala apa yang ada di dalamnya dapat di tangkap mata. Hal yang pertama kali Bella lihat adalah foto mama dan papanya. Bukan foto pernikahan, melainkan foto biasa yang diambil saat malam perayaan ulang tahun Bella yang ke-sepuluh.

Pandangannya langsung tertuju pada lemari berwarna putih dengan hiasan ukiran bunga berwarna emas. Tangan gadis itu membuka perlahan lemari itu, suara berderit muncul bersamaan dengan terlihatnya tampilan baju-baju yang tertata rapi.

Gadis itu tampak kesulitan menemukannya sebelum pada akhirnya, mata gadis itu menyapu sebuah baju berwarna dusty pink di tengah tumpukan baju lainnya. Dengan sangat hati-hati, Bella menariknya keluar. Namun, saat baju itu teraih sesuatu yang tak Bella ketahui isinya ikut tertarik dan mendarat di lantai.

Bella tertegun melihatnya. Sebenarnya itu hanyalah kotak kado biasa, berwarna hitam dengan pola bulat-bulat di sepanjang permukaannya. Rasa penasaran membuatnya melupakan apa itu privasi. tangannya tergerak untuk membuka dan mengetahui isinya.
Dan ketika penutup kotak itu dibuka, beberapa benda muncul dari dalamnya. Bella kini duduk bersila sambil mengamati isi kotak itu. Tak banyak. Hanya ada lima lembar foto berukuran 4 R. Dan foto itulah yang membuat Bella terpekur.

Sebuah foto pernikahan? Dahi Bella berkerut dalam. Dalam foto itu ada figur mamanya dengan seorang pria yang tak Bella kenali. Itu jelas bukan papanya. Berulang kali Bella menyamakan rupa pria itu dengan papanya, tetapi tidak ada kemiripan sama sekali.

Tentang Kita yang Tak Siap Kehilangan - TAMATWhere stories live. Discover now