⏳ || Chapter 027

198 112 19
                                    

"Apa yang kamu tunjukkan tidak selalu mendefinisikan apa yang kamu rasakan."

🥀

"Gue nggak nyangka, olimpiade sudah semakin dekat aja. Dan gue seneng, lo banyak kemajuan, Bell," ucap Faras begitu keduanya keluar dari ruang guru. Laporan mingguan mengenai progres pemahaman materi berakhir dengan wajah Bu Gladys yang tersenyum lebar. Tak seperti laporan beberapa minggu sebelumnya, laporan kali ini menjadi laporan yang paling memuaskan. Setidaknya Bella mampu mengimbangi skor Faras dalam sesi latihan.

Bella tersenyum. Dirinya juga senang, kemajuannya tak hanya tampak saat sesi latihan soal saja. Namun juga berdampak saat pembelajaran di dalam kelas. Bu Renata yang sejak awal tak menyukai Bella, kini tak bisa berdalih bahwa Bella cukup bisa berbaur dengan materi yang disampaikannya.

"Iya, aku nggak bisa bayangin kalau waktu itu aku jadi terjun bebas, mungkin aja semua kenikmatan ini nggak akan aku dapatin."

Faras menepuk pucuk kepala Bella. "Makanya jangan suka ngambil keputusan saat pikiran lagi dikuasai oleh amarah."

Lagi-lagi Bella hanya tersenyum. "Kamu adalah malaikat yang Tuhan utus untuk mengubah dunia aku yang monokrom ini. Kamu benar, pertemuan kita amat sangat berkesan. Ketika banyak pertemuan diawali dengan adegan bertabrakan layaknya film romansa remaja ataupun kisah klasik anak SMA dalam novel teenlit ternama, pertemuan kita justru dimulai dengan air mata. Aku yang menagis karenamu juga gelora emosimu yang tak tertahan oleh sikap tidak profesionalku."

Hamparan awan putih berarak-arak menaungi kedua insan yang berjalan melewati lapangan, seolah mereka adalah putra-putri raja yang tengah dikawal para prajurit setia menuju istana. Sang baskara yang menyala terang layaknya gelora cinta keduanya. Percaya atau tidak, cinta pada masa SMA adalah kenangan paling manis dan berharga. Di mana awal dari definisi cinta yang sesungguhnya akan mulai menampakkan wujudnya. Di mana segala pemahaman mengenai arti perjuangan yang sebenarnya juga dipertaruhkan.

Faras adalah contoh dari sekian persen dari mereka yang mampu mengubah kelabu menjadi jutaan pigmen warna-warni dengan caranya sendiri. Cowok itu punya cara tersendiri untuk membuat orang lain sadar betapa luasnya dunia yang kita pijak. Punya cara tersendiri untuk membuat orang lain tersenyum, menganggap semua hal tentang dunia itu berharga.

"Dan lo adalah bagian pelengkap dari kehidupan gue yang hilang. Lo bikin gue sadar, bahwa nggak cuma gue aja yang terluka," sahut Faras pelan.

"Ada beberapa hal yang bisa bikin orang jatuh cinta, Faras," ucap Bella tiba-tiba, sama sekali tidak ada sambung menyambungnya dengan apa yang baru saja Faras katakan.

Cowok itu mengernyit heran lantas motong langkah Bella, kini kedua saling berhadapan. Berdiri di sisi lapangan dengan pohon polyalthia longifolia sebagai naungan. Pohon dengan daun tipis, panjang, dan memiliki tepi bergelombang itu melambai-lambai ketika angin bertiup perlahan, seolah sedang menggoda sepasang kekasih yang tegak berdiri di bawahnya.

"Oh ya? Coba katakan apa saja?" tantang Faras sambil mengulum senyum.

"Pertama paras. Ke dua sikap, ke tiga isi otak, dan terakhir ke unikkan." Bella mengakhiri opininya saat Faras tampak berpikir dan menganalisis.

"Ke unikkan?"

"Iya, sama seperti aku jatuh cinta sama kamu. Semua itu karena kamu unik. Ingat unik, bukan aneh. Orang sering menyamakan unik dengan aneh." Bella menggelangkan kepalanya, tak setuju dengan pernyataan itu. "Kamu unik, kamu punya cara tersendiri untuk melewati segala tekanan yang kamu alami. Dibalik sikap kamu yang ketus dan galak, kamu memiliki hati malaikat. Satu sisi yang tidak pernah kamu tunjukan kepada siapa pun sampai aku tak sengaja melihatnya."

Tentang Kita yang Tak Siap Kehilangan - TAMATWhere stories live. Discover now