⏳ || Chapter 032

195 119 10
                                    

“Aku pernah menganggapmu sungguh, sebelum pada akhirnya aku sadar bahwa kamu hanya singgah. Dan bodohnya lagi aku masih saja menyanggah dan tetap menginginkanmu menjadikanku sebagai rumah.”

🥀

🎶Now Playing: Drive - Melepasmu🎶

🥀

Suara ke teriakan yang menggema sepanjang koridor pada jam istirahat menarik atensi murid-murid Gratia High School yang hendak menuju kantin. Sementara orang yang diteriaki justru menyumpal telinganya. Berbagai tatapan menyorot kepada dua orang yang kini tengah dilanda keretakan.

Ini adalah ke sekian kalinya, Faras enggan berbicara lagi pada Bella. Seolah ingin benar-benar pergi, seolah memang tak lagi peduli. Derap langkah Bella tak kunjung mampu sejajar dengan cowok itu. Faras benar-benar sengaja melebarkan langkah agar gadis itu tak dapat meraihnya.

“Faras! Tunggu!” cowok itu masih saja mengayunkan langkahnya, dia biarkan suara panggilan itu menggelitikki telinganya. Sebisa mungkin Faras menghindari tatapan mata gadis itu, juga senyumannya meski cowok itu tak yakin Bella masih bisa tersenyum saat ini.

Faras mendesis sebal saat di depannya ada sekelompok murid yang berjalan berlawanan arah dengannya. Mau tak mau Faras harus menepi, membiarkan sekelompok murid itu berjalan lebih dahulu. Namun, bukanya segera bergegas mereka malah berhenti dan tertawa-tawa, entah apa yang mereka tertawakan. Sekelompok murid itu membuat beberapa murid lain berhenti melangkah. Mereka menghalangi jalan.

Koridor yang mengubungkan antara kantin dan kelas XII IPS menjadi dipenuhi siswa maupun siswi lantaran akses jalan tertutupi oleh sekelompok murid tidak jelas itu. Faras tau. Itu murid kelas XII yang sering kali berulah seenaknya.

Tak ingin Bella berhasil mengejarnya, Faras segera menerobos kerumunan tersebut tanpa permisi. Tak sedikit pula ada yang mengumpat lantaran Faras terus mendesak melewati kerumunan. Hingga sebuah tangan menarik seragamnya, sekali lagi Faras harus memaksa kakinya berhenti berjalan. Cowok itu berbalik membalikkan badannya dan mendapati Erlan---salah satu dari siswa kelas XII---menatapnya tajam.

“Apa?!” tanya Faras dengan nada tak bersahabat. Cowok itu memasang muka angkuhnya, tidak seperti orang lain yang akan menunduk di hadapan seniornya, Faras justru mengangkat dagunya setinggi mungkin. Menandakan dia tak takut sama sekali.

Erlan mengedarkan pandangannya pada rekan satu komplotannya, dalam satu hitungan mereka tertawa bersama. Tawanya berhenti berganti dengan tatapan bengis. Keduanya beradu tatap. “Lo cari gara-gara sama gue?!” tanya Erlan, cowok dengan rambut hitam legam itu berkacak pinggang. Dia tersenyum sinis pada Faras, seolah Faras adalah musuhnya.

“Gue?” Faras menunjuk dirinya sendiri, “nyari masalah? Bukannya pertanyaan itu harusnya buat diri lo sendiri?” lanjut Faras, cowok itu bersedekap dada, wajahnya nampak tenang meski hatinya resah bila Bella bisa menjangkaunya.

“Apa maksud lo ngomong kaya gitu?” Erlan maju satu langkah, membuat jarak antara dirinya dengan Faras hanya sejauh satu jengkal. Matanya memerah, jelas dia tersinggung.

“Gue rasa lo udah kelas XII, harusnya bisa paham lah ya sama kalimat begituan. Kalau belum mending nggak usah sekolah.” Kalimat itu begitu tenang meluncur dari mulutnya. Beberapa siswa menjatuhkan rahang takjub. Faras benar-benar pemberani. Komplotan Erlan memang selalu berulah, entah di kantin, di aula, di kelas, baham di tempat tak lazim seperti sekarang ini.

“Coba ulangi, ngomong apa lo barusan?” tantang Erlan sembari memasukkan tangan ke saku celananya.

Faras terkekeh geli. “Nggak usah sekolah sekalian,” jawabnya dengan enteng.

Erlan tersenyum lebar, kemudian secepat kilat cowok itu melayangkan tinjunya untuk Faras. Namun, Faras mampu mengkisnya dengan cepat. Kepalan tangan Erlan berada ditahan oleh tangan Faras, cowok itu menghempaskan tangan Erlan lalu berujar, “Lain kali kalau mau ninju, belajar dulu.”

Tentang Kita yang Tak Siap Kehilangan - TAMATWhere stories live. Discover now