⏳ || Chapter 024

193 127 9
                                    

"Semakin melangkah, semakin kita tau hidup itu tidaklah mudah.

Semakin sering terjatuh, semakin kita sadar kebahagiaan itu belum tersentuh.

Semakin terluka, semakin kita terbiasa dengan dunia yang penuh problematika.

Dan semakin kita berlapang dada, semakin luas pula pikiran jernih untuk membuka jalan menuju mimpi yang kita kejar sejak lama."

🥀

"Ini sudah termasuk tindakan kriminal! Siapa pun yang melakukannya harus di adili!" Dada Faras naik turun terbakar amarah. Kedua tangannya berada di pinggang dengan wajah yang menyeramkan. Sama persis seperti anak buah rentenir galak yang tengah menagih hutang. Nafa sama emosinya dengan Faras. Saat ini Nafa tengah mengusap-usap bahu Bella, gadis itu masih terlihat ketakutan.

Anomali ruang UKS menjadi tegang. Bu Gladys sebagai wali kelas bersedekap dada sambil sesekali menatap Faras yang mencak-mencak. Ini memang pertama kalinya terjadi pem-bully-an di Gratia High School. Sekolah yang selalu mengedepankan ketertiban ini akan berlaku tegas bagi siapa saja yang bertindak asusila.

Jam istirahat yang harusnya menjadi ladang untuk mengisi perut yang keroncongan membuat Nafa dan Faras harus tetap berdiam di UKS. Nafa memandang Bella yang menatap lurus ke depan. Pikirannya kosong. Jelas gadis itu sangat trauma, akan sulit menghilangkan kenangan buruk itu. Nafa bergidik ngeri, membayangkan jika dirinya yang mengalami kejadian itu.

"Ibu jangan diam saja dong! Ini mengangkut nyawa orang lain." Faras mengacak rambutnya frustasi, jika pelaku itu sudah ditemukan Faras tidak akan segan-segan menghabisinya dengan cara yang lebih kejam.

"Sebentar Faras, kita tidak boleh gegabah." Bu Gladys mencoba memberi rasa tenang pada Faras, dalam hati wanita itu terkekeh geli dengan sikap Faras saat ini. Tidak biasanya cowok itu akan marah-marah seperti ini. Apalagi untuk urusan perempuan, Faras tidak akan pernah melirik sedikit pun.

Namun, kini melihat Bella yang nampak begitu ketakutan membuat Faras seperti singa yang kelaparan.
Nafa yang sedari tadi memilih diam akhirnya ikut bicara. "Bukan gegabah Bu, kalau dibiarin terus menerus bakalan ke ulang lagi."

"Kita harus menenangkan Bella dulu. Dari tadi kalian ribut terus soal ini. Saya tau ini kriminal. Tapi kalau kalian mengungkit kejadian itu terus, Bella akan semakin tertekan. Memorinya saat ini sedang mengulang kejadian tadi. Jadi, saya mohon kalian bersabar. Kita akan melakukan penyelidikan dan begitu kita tau siapa pelakunya, drop out adalah solusi terbaiknya." Bu Gladys mengakhiri pembicaraan lantas keluar dari UKS, berderap menuju ruang BK. Hendak berdiskusi.

"Bell, udah jangan nangis lagi. Mending lo istirahat, gue mau keluar bentar," ucap Faras sambil menepuk pelan bahu Bella, membuat Nafa yang melihat hal itu langsung membulatkan mata.

Sementara itu Bella hanya bisa mengangguk patah-patah, tetapi seulas senyum tipis tergambar dibalik wajahnya yang sembab. "Faras," panggil Bella begitu cowok itu tiba di ambang pintu UKS. Tangannya yang hendak meraih kenop menjadi menggantung di udara. Faras menoleh mendapati Bella tengah menatapnya dalam.

"Makasih Faras, untuk kesekian kalinya." Faras tersenyum, senyum yang membuat Nafa justru mengerutkan dahinya. Nafa menduga Faras terkena sindrom gula jawa, mengapa senyumnya bisa semanis itu.

"Gue seneng lo baik-baik aja, Bell."

🥀

Suara gesekan antara sapu dengan dedaunan kering sama sekali tidak mengalihkan fokus seorang pria yang duduk di sebuah taman bunga. Lengan kemejanya tergulung hingga setengahnya. Mata lelahnya tidak berhenti menyorot foto usang yang sudah tampak mengabur. Selembar foto tua yang senantiasa bersarang dalam saku kemejanya. Guratan bahagia nampak terlukis di wajah mereka bertiga, sebelum dirinya sendiri yang merubah guratan itu menjadi luka.

Tentang Kita yang Tak Siap Kehilangan - TAMATWhere stories live. Discover now