53. Bukan Orang Sembarangan

3.9K 494 12
                                    

Operasi sudah di mulai sekitar tiga jam yang lalu, bahkan saat ini belum ada tanda - tanda jika operasi akan segera selesai. Setelah mendiskusikan semuanya kembali, pada akhirnya mereka berhasil mumbujuk Revan untuk mengikuti operasi transplantasi jantung.

Tapi siapa sangka jika apa yang mereka harapkan nyatanya tidak sesuai dengan realita. Operasi mungkin berjalan dengan baik, hanya saja untuk saat ini Revan kekurangan begitu banyak darah. AB+, satu - satunya golongan darah yang bisa dikatakan cukup langka. Bahkan saat ini baik dari pihak rumah sakit ataupun PMI sama sekali tidak menyediakan stok darah tersebut.

Raska panik bukan main, bagaimana tidak— mengingat apa yang baru saja dikatakan dokter tadi. Mereka hanya memiliki waktu dua puluh empat jam untuk mendapatkan donor darah, jika tidak mungkin dirinya juga akan kehilangan Revan untuk selamanya.

Setidaknya cukup mamanya saja yang takdir ambil, tapi kenapa rasanya semesta begitu egois? Setelah mengambil mamanya, apakah sekarang semesta ingin mengambil saudaranya juga?.

Raska akui jika dirinya mungkin baru mengenal sosok Revan, tapi percaya atau tidak ikatan keduanya bahkan sudah terjalin begitu kuat disaat pertemuan pertama mereka. Revan adalah sosok yang ceria, laki - laki tersebut bahkan membawa aura positif di keluarganya. Jadi tak heran bukan jika baik dirinya maupun Fahri  sama - sama tidak ingin kehilangan Revan.

"Paa, ini mimpi kan?" Lirih Raska lengkap dengan tatapan kosongnya.

"Kalau boleh, papa bahkan berharap banget kalau semuai ini mimpi, Ras"

"Aku takut Revan kenapa - napa"

"Revan gak bakal kenapa - napa kalau kita berhasil nemuin golongan darah yang pas buat dia"

"Tapi mau nyari dimana lagi pa? Bahkan semua rumah sakit udah kita tanyain, tapi hasilnya apa? Nihil pa" ujar Raska sarat akan keputusasaan. Ia bahkan tidak tau, apakah esok dirinya masih bisa melihat Revan atau tidak.

"Sebenernya cuma ada satu cara, tapi rasanya gak bakal mungkin buat dilakuin" lirih Fahri yang sukses membuat Raska seketika mengalihkan atensinya.

"Maksud papa?"

"Papa tau siapa yang bisa donorin darahnya buat, Revan. Tapi..."

"Tapi apa?"

"Papa bahkan berani jamin kalau dia gak bakal mau bantuin kita, Ras"

"Apa papa udah coba?"  Tanya Raska yang langsung dijawab gelengan pelan oleh Revan.

"Pa, gak ada salahnya kan kita coba? Apapun hasilnya nanti, seenggaknya kita udah berusaha buat nyariin donor buat Revan"

"Wira!"

Raska mengernyitkan alisnya bingung. Kenapa papanya tiba - tiba menyebut nama Wira? Dan apa hubungannya dengan Revan?

"Maksud papa?" Tanya Raska lengkap dengan kernyitan di alisnya. Karena jujur, dirinya bahkan tidak bisa menangkap maksud dari perkataan Fahri tadi.

"Cuma Wira satu - satunya orang yang bisa donorin darahnya buat, Revan" balas Fahri yang sukses membuat Raska kaget bukan main. Apalagi ini? Kenapa dari sekian banyak orang harus Wira yang terpilih?.

"Sumpah, aku masih gak ngerti pa. Kenapa harus dia?"

"Revan anakanya, secara gak langsung golongan darah mereka sama" lirih Fahri yang lagi - lagi sukses membuat Raska kaget bukan main. Bukan apa - apa, dirinya hanya masih tidak percaya dengan fakta yang baru saja ia ketahui.

"Bukannya Revan itu—"

"Anak tiri?" Potong Fahri cepat, sedangkan Raska? Laki - laki tersebut langsung mengangguk cepat sebagai jawaban.

"Revan gak mungkin bohongin aku, pa. Aku bahkan masih inget kalau Revan sempet bilang...."

"Revan emang gak bohongin kamu, Ras"

"Maksud papa?"

"Revan bahkan gak tau kalau dia dibohongin sama papanya sendiri"

"Jadi selama ini Om Wira udah bohongin Revan? Tapi kenapa? Kalau Revan emang anak kandungnya, terus kenapa dia malah bohongin Revan?"

"Paa... aku masih belum ngerti semuanya" lanjut Raska lagi, entah kenapa fakta tersebut sukses membuatnya kaget bukan main. Bagaimana mungkin sosok Wira mengatakan hal sejahat itu pada Revan?.

"Kamu udah tau semuanya, tapi papa minta tolong satuhal sama kamu. Jangan kasih tau Revan semua ini"

"Tapi kenapa? Revan berhak tau kan?"

"Justru Revan akan jauh lebih terluka kalau dia tau semuanya, Ras" ujar Fahri seraya menundukkan kepalanya. Mengabaikan jika saat ini sosok Raska hanya bisa menitikkan air matanya pelan.

"Aku bahkan masih belum paham apa alasan Om Wira kaya gitu, pa"

"Dia bahkan rela ngelakuin segala hal demi kebahagiaannya sendiri, Ras"

"Tapi kenapa papa bisa tau?" Tanya Raska yang sukses membuat Fahri terdiam cukup lama. Netranya bahkan menatap kosong kearah lantai seiring dengan ingatannya yang kembali melayang ke masa lalu.

"Sekarang bukan waktunya kita bahas itu, Ras"

"Terus sekarang gimana, pa? Aku bahkan gak tau apa Om Wira mau donorin darahnya buat Revan atau engga"

"Setelah tau semuanya, aku gak yakin kalau Om Wira bakal bantuin kita" lirih Raska lagi, ia bahkan tidak tau harus melakukan apalagi. Setelah mendengar penjelasan ayahnya tadi, entah kenapa rasanya seperti kehilangan sebuah harapan.

"Gak, ini gak boleh di biarin. Aku harus bujuk Om Wira buat donorin darahnya buat Revan" ujar Raska seraya beranjak dari duduknya dengan sedikit tergesa.

"Jangan gegabah Raska, kamu mau ngapain?"

"Kalau cuma Om Wira satu - satunya jalan buat nolongin Revan, aku bakal minta tolong sama dia"

"Apa kamu yakin dia bakal nolongin Revan setelah tau kalau kamu adalah anak papa?"

"Kalau gitu aku gak bakal bilang kalau aku anak papa"

"Tap—"

"Paa, aku gak bisa tinggal diem kalau semuanya berkaitan sama Revan. Jadi jangan cegah aku, tolong!" Ujar Raska sebelum akhirnya membawa langkahnya pergi dari sana.

"Raskaaa!" Teriak Fahri, sedangkan Raska? Laki - laki tersebut lebih memilih untuk abai dan melanjutkan langkahnya meninggalkan tempat tersebut.

"Wira itu licik, Ras. Dia bukan orang sembarangan"

—Revan—

R E V A NWhere stories live. Discover now