10. Menantang Maut

6.1K 714 20
                                    

Matahari sedang terik - teriknya, panasnya benar - benar sukses membuat mood Revan semakin hancur. Bagaimana tidak? Bak jatuh di timpa tangga, seharian ini rasanya hidupnya benar - benar sial. Dan sayangnya, Dewi Fortuna tidak pernah mau untuk berpihak padanya.

Revan menyeka keringatnya, sebelum akhirnya melanjutkan aksi mendorong motornya. Ya, seperti yang ia katakan tadi. Hari ini mungkin adalah hari yang paling sial untuknya. Mengingat bagaimana motornya mati di tengah jalan, dompet yang ketinggalan serta handphone yang tidak berisi paket.

Catatan, Revan bukannya miskin atau tidak mampu beli paket ya— hanya saja dirinya lebih sering menggunakan wifi rumahnya daripada harus membeli paket yang menurutnya sangat boros uang. Jadi tidak jarang jika dirinya akan sulit untuk di hubungi jika sedang berada di luar rumah, alasannya ya satu— tidak punya paket.

Revan menghela nafasnya pelan, sosoknya nampak celingukan sebelum akhirnya memilih mendaratkan pantatnya pada sisi trotoar. Mendorong motor ternyata membuat tenaganya terkuras habis, ia kelelahan dan ia juga yakin jika berat badannya sudah turun banyak hari ini.

Okay, satu pembelajaran dari Revan untuk kalian. Jika ingin kurus, dorong motor aja :)

"Joni joni, lo tu sayang ga sih sama gue? Hobby banget lo nyusahin gue" gerutu Revan seraya mengamati motor kesayangannya.

"Ngapain lo disini?" Ujar seseorang yang sukses membuat Revan mengalihkan atensinya seketika. Dahinya mengernyit bingung, tepat setelah dirinya melihat keberadaan sang kakak di hadapannya.

"Darren? Lo ngapain disini?" Bukannya menjawab, Revan justru balik bertanya.

"Kalau ada yang nanya tu jawab, ga usah balik nanya"

Revan berdecak kesal, sosok Darren benar - benar menyebalkan. Tidak ada sosweet - sosweetnya sama sekali. Revan jadi ragu, sebenarnya Darren ini titisan manusia atau buah cabai? Perasaan omongannya pedes mulu.

"Si Jony mogok"

"Semiskin itu lo sampe gamampu buat ke bengkel?" Lihat, sudah Revan katakan bukan jika kakaknya ini benar - benar menyebalkan.

"Kalau aja dompet gue ga ketinggalan dirumah, kaga mungkin gue sampe dorong - dorong si Joni sampe sejauh ini"

"Goblok"

"Kok goblok sih?"

"Ya karena lo emang ga ada otaknya"

"Darren udah ya, kalau lo disini cuma buat ngehujat gue mending lo cabut sekarang. Inget ya, gue masih marah sama lo— jangan sampe gue makin marah gara - gara ini" Revan memperingati, ya meskipun niatnya hanya bercanda tapi siapa sangka jika Darren ternyata menganggapnya serius.

"Naikk"

"Naik? Kalau ngomong jangan setengah - setengah napa. Lo mau nyuruh gue naik kemana? Kepohon? Sorry aja ya, gue masih trauma naik kepohon gara - gara nolong anak kucing kemarin" ceroscos Revan yang sukses membuar Darren memutar bola matanya malas.

"Lo mau pulang apa engga?"

"Ya mau"

"Yaudah buruan naik"

"Naik ke motor lo? Bilang dong dari tadi" ujar Revan sebelum akhirnya menaiki motor Darren, tapi sebelum itu ia menyempatkan untuk mengunci stang motor miliknya. Takut - takut jika ada orang jahat yang akan mencuri Joni kesayangannya.

"Hati - hati ya, gini - gini gue masih sayang nyawa" Revan tampak mengingatkan, sedangkan sosok Darren lebih memilih untuk abai.

Menghadapi manusia jadi - jadian seperti Revan benar - benar membutuhkan kesabaran ekstra. Jadi daripada kelakuan Revan makin gila, abai mungkin jauh lebih baik.

Darren menghela nafas pelan sebelum akhirnya melajukan motornya dengan kecepatan penuh, mengabaikan jika tindakannya barusan sukses membuat Revan terjengkang ke belakang.

"Darren lo bisa hati - hati ga sih bawa motornya?" Revan sedikit berteriak, mengingat kini suaranya seperti hilang tertelan angin.

Mengbaikan Revan yang kini sedang histeris di belakang, sosok Darren justru menunjukkan senyum jahilnya. Sepertinya mengerjai Revan bukan satu hal yang buruk bukan?

"Darren" Revan kembali berteriak, tepat setelah Darren kembali menambah kecepatan motornya.

Oh tuhan, kali ini Revan benar - benar takut. Tidak ada kesan melebih - lebihkan sedikitpun. Dirinya masih ingin hidup, tapi kenapa Darren seolah - olah ingin mengajaknya mati? Untung kalau dapet surga? Kalau neraka? Revan kan belum siap kalau di jadiin Revan panggang.

Revan memejamkan matanya erat - erat, tangannya terlihat memeluk tubuh sang kakak dari belakang. Revan ketakutan, setidaknya itulah yang saat ini Darren ketahui.

Seperti disadarkan, Darren langsung memelankan laju motornya. Ada rasa bersalah di benaknya, apalagi setelah mengingat jika Revan sedikit memiliki trauma dengan laju motor yang begitu cepat.

"Van?" Bukannya menjawab, Revan masih asik memeluk tubuh sang kakak, matanya bahkan masih terpejam takut.

"Revann!"

"Ehh— kita udah sampe?"

"Gimana mau sampe kalau lo boncengan aja kaya gini. Suara lo ganggu konsentrasi gue tau ga?"

"Ya habis lo bawa motornya kaya kesetanan gini"

"Muka lo tuh yang kaya setan" ujar Darren sebelum akhirnya kembali melajukan motornya. Kali ini dengan kecepatan sedang, Revan tampak tersenyum lega tapi disisi lain dirinya masih merasa jengkel dengan ulah sang kakak.

Butuh waktu sekitar sepuluh menit lamanya bagi mereka untuk sampai rumah tepat waktu. Keduanya tampak turun dari motor, dengan Revan yang masih menahan kekesalannya pada sang kakak.

Sedangkan Darren? Laki laki tersebut lebih memilih untuk abai sebelum akhirnya berlalu menuju rumah. Meninggalkan Revan yang saat ini hanya bisa memutar bola matanya malas— dan tentunya lengkap dengan sindiran khas andalannya.

"Teruntuk kalian yang suka boncengin gue
Please deh ga usah kaya mau ngajakin mati
Itu gue lo bonceng, seketika tobat mendadak oi
Lo bawa motor udah kaya di kejar polisi bintang enem
Ini lu mau ngajak gue pulang kerumah apa pulang kesurga?
Segala bawa motor kaya mau ngeprank malaikat lo
Buset, liat lu bawa motor gue yakin tu malaikat minder
Mau nyabut belum ada perintah
Ga di cabut lu menantang maut
Eh itu lo naik motor, bukan uji nyali bambank"

Darren mendecih sinis mendengarnya, tapi disisi lain ia juga terkekeh kecil. Bisa di pastikan jika Revan benar - benar ketakutan tadi.

Sedangkan kini— tidak jauh dari posisinya berada, Revan terlihat terkekeh kecil. Ternyata tidak sia - sia ia mengikuti akun akun galau di instagram,  karena selain bisa belajar nyindir— kita juga bisa belajar ngegas wkwk.

R E V A NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang