65. Harapan

3.4K 402 6
                                    

Revan membawa langkahnya menyusuri koridor sekolah, sosoknya bahkan terlihat begitu santai lengkap dengan airphone yang menempel sempurna di telinganya. Berbagai lagu tiktok pun mulai terngiang - ngiang saat ini, bahkan kepalanya seakan mengikuti alunan lagu yang sedang ia dengar.

"Tumben datengnya pagi" celetuk Vano lengkap dengan nada senyum khas andalanya.

Revan berdecak kesal, tangannya bahkan terangkat untuk melepaskan airphone di telinganya. "Dari sekian banyak orang, kenapa harus lo yang nongol pertama kali?"

"Lah emang kenapa? Seharusnya lo bersyukur dong disamperin orang ganteng, baik hati dan tidak sombong kaya gue" ujar Vano seraya menaik turunkan alisnya.

"Najis anjir"

"Iri bilang bos"

"Gue? Iri sama manusia setengah monyet kaya lo? Gila kali ya" ujar Revan sebelum akhirnya membawa langkahnya pergi dari sana. Meninggalkan Vano yang saat ini hanya bisa menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Seenggaknya udah ada yang mewakili gue buat ngata - ngatain lo" ujar Adrian yang entah sejak kapan sudah berdiri di sampingnya. Vano mengercutkan bibirnya lucu sebelum akhirnya pergi begitu saja.

Revan menggelengkan kepalanya heran, tangannya terangkat untuk menaiki tudung hoodie-nya sebelum akhirnya kembali melanjutkan langkahnya menuju kelas.

"Reee" teriak seseorang yang sukses membuat Revan terpaksa menghentikan langkahnya kembali. Revan mengernyit sebelum akhirnya mengalihkan atensinya kearah sumber suara.

Revan tersenyum, setidaknya tepat setelah netranya menangkap keberadaan Raska. Raska melambaikan tangannya kearah Revan sebelum akhirnya membawa langkahnya mendekat.

"Lo liat, sekarang gue udah resmi jadi bagian dari sekolah lo" ujar Raska seraya memamerkan seragam barunya. Sosoknya bahkan tidak henti - hentinya tersenyum, mengabaikan jika saat ini sosok Revan hanya bisa menggelengkan kepalanya heran.

"Gimana sekolah gue? Bagus ga?" Tanya Revan seraya bersedekap dada. Berusaha menyombongkan diri di hadapan Raska.

Raska nampak berpikir sebelum akhirnya mengedikkan bahunya abai. "Biasa aja, masih bagusan sekolah gue yang di Bandung"

"Isssss"

"Hahaha, tapi gue cukup seneng bisa pindah kesini"

"Kenapa?"

"Ya gapapa, mungkin karena ada lo kali"

Revan terkekeh seraya menggelengkan kepalanya heran. Setidaknya untuk saat ini kehadiran Raska cukup menghiburnya.

"Ikut gue" ujar Revan sebelum akhirnya menarik Raska untuk pergi mengikutinya.

Mengabaikan jika saat ini sosok Darren tengah mengamati mereka dari jauh. Percaya atau tidak, Darren bahkan tidak bisa menolak jika saat ini dirinya cemburu melihat kedekatan Revan dan juga Raska. Tapi meskipun begitu, dirinya tidak boleh egois bukan? Revan sudah cukup menderita karenanya, dan sekarang? Sudah saatnya Darren mengalah demi kebahagiaan adiknya.

Darren menghela nafas pelan sebelum akhirnya pergi dari sana. Membawa langkahnya menyusuri koridor sekolah yang cukup panjang. Waktu baru saja menunjukkan pukul enam lewat empat puluh menit, dan lima belas menit lagi mungkin bel akan berbunyi.

Sedangkan disisi lain, kini Revan dan juga Raska tengah berada di rooftop sekolah. Revan tersenyum, karena pada dasarnya ia memang sengaja membawa Raska kesini. Bukan hal asing lagi bukan jika keduanya memang sangat menyukai suasana rooftop.

"Gue udah nepatin janji gue, Ras"

Raska tersenyum, netranya bahkan ia alihkan kearah Revan. Karena jujur, ia bahkan tidak menyangka jika Revan masih ingat semuanya. Kalimat yang waktu itu tidak sengaja terucap, kini Revan benar - benar membuktikannya.

"Gue gak nyangka kalau lo bakal inget semuanya, Ree"

"Bukannya dari awal gue udah bilang, setelah lo pindah gue bakal bawa lo ke tempat favorite gue" balas Revan lengkap dengan senyum tipisnya. Netranya terlihat mengamati bagaimana kendaraan dibawah sana berlalu lalang. Mengingat jika posisi rooftop sekolahnya memang cukup dekat dengan jalan raya.

"Kayaknya tempat ini bakal jadi tempat favorite gue juga"

"Haruss, karena bakal lebih asik kalau kita nikmatinnya bareng - bareng" ujar Revan yang sukses membuat Raska terkekeh pelan. Tangannya bahkan terangkat untuk mengacak pelan rambut Revan.

"Rambut gue berantakan, Raska"

"Kaya singa baru bangun" ledek Raska lengkap dengan tawanya. Mengabaikan jika saat ini sosok Revan hanya bisa mempoutkan bibirnya lucu. Tapi tidak bisa di pungkiri jika saat ini dirinya benar - benar bahagia. Karena apa yang selama ini menjadi mimpinya, kini tercapai sudah.

Revan menarik nafas panjangnya sebelum akhirnya mengalihkan atensinya kearah pergelangan tangannya, ralat— lebih tepatnya pada benda yang melingkar apik disana. Waktu hampir menunjukkan pukul tujuh, dan bel mungkin akan berbunyi sebentar lagi. Mereka harus segera kembali, karena jika tidak hukuman mungkin tidak akan segan menanti mereka.

Revan sih tidak masalah, hanya saja disini ia tidak ingin jika Raska mendapat citra buruk di hari pertamanya sekolah. Jadi mau tak mau, mereka harus kembali saat ini. "Bentar lagi bel, mending kita balik sekarang"

"Anterin gue ke ruang kepsek dulu ya?" Ujar Raska yang langsung dijawab anggukan pelan oleh Revan.

"Gue berdoa semoga lo sekelas sama gue" bisik Revan yang sukses membuat Raska terkekeh kecil. Tapi tak bisa di pungkiri jika dirinya juga mengharapkan hal yang serupa.

—Revan—

R E V A NWhere stories live. Discover now