SENIOR : TWENTY

38 3 0
                                    

"Dek" panggilan dari Devan seketika membuat Diva menelan ludah.

Mengapa begitu?

Karena ini pertama kalinya Devan memanggilnya dengan sebutan tersebut juga dengan nada suara yang lembut. Diva melihat ke arah kaca spion motor Devan dan menaikkan satu alisnya.

Devan kemudian tersenyum dibalik kaca helmnya dan mengambil kedua tangan Diva kemudian ia lingkarkan di perutnya.

"Kalau kamu gak pegangan nanti jatuh" ucapan Devan membuat Diva terpaku lagi. Aku-kamu adalah panggilan yang sangat jarang terdengar di telinga Diva dari mulut Devan. Bukan sangat jarang, namun tidak pernah, ini pertama kalinya.

"Nanti kita singgah dulu ya kak, aku mau beli buku sebentar" Devan mengangguk dari balik helmnya. Ia pun melajukan motornya dengan kecepatan normal karena mengingat ada orang lain yang diatas motornya ini, bukan hanya dirinya.

Loh kok gue ikut aku-kamuan juga? Loh loh aneh, bingung Diva dalam hatinya.

Skip.

"Nah nyampe" ucap Feran setelah menghentikan mobilnya tepat disebuah Cafe.

"Kak? Ngapain?" tanya Kim sambil menaikkan sebelah alisnya. Feran tersenyum.

Mampus!

Feran senyum lagi!

Ini manusia dibuatnya gimana ya? Seganteng ini, heran, bingung Kim dalam hatinya setelah menyadari betapa tampannya Feran.

"Kita singgah sini dulu, gue mau beli donat. Mau juga cantik?" lagi-lagi jantung Kim tidak bisa bekerja sama. Buktinya sekarang jantungnya berdetak begitu kencang tanpa aturan.

Kim mengangguk ragu.
"Kok ragu gitu iyainnya? Gasuka donat?" Kim langsung menggeleng cepat.

"Suka kok, suka banget" Feran kembali tersenyum simpul.

"Aneh sih kalau gak suka donat, padahal donatnya semanis kamu"

Haduh pingsan, batin Kim.

Namun sepertinya takdir tidak mengizinkannya berbahagia sebentar saja, baru ia tersenyum, senyumnya kembali hilang karena penyakitnya yang kambuh sekarang.

Kepala yang begitu pusing, penglihatan yang mulai buyar, badan yang begitu lemas kini kembali ia rasakan sekarang.

Feran yang menyadari adanya perubahan pada raut wajah dan kondisi fisik Kim itupun langsung bertanya dengan penuh rasa peduli.

"Kim? Hey, are you okey?" Kim mengangguk perlahan.

"Baik-baik aja kok, kak. Gak perlu khawatir" ucap Kim dengan santainya.

Tiga

Dua

Satu

Brukk

Tubuh Kim ambruk begitu saja tepat di lengan Feran yang menahan tubuh Kim sejak tadi. Feran dengan panik langsung menggendong Kim memasuki mobilnya dan membawa Kim menuju Rumah Sakit.

"Lu harus bertahan, kalau bukan demi dunia seenggaknya demi gue, sahabat lu, dan keluarga lu yang sayang sama lu, Kim"

***

"Aul, singgah makan bakso? Mau?" Aulie mengangguk semangat.

Alan sangat beruntung karena memiliki Aulie disisinya. Hari yang masih singkat ia lalui dengan Aulie membuatnya begitu bahagia. Ia seakan menjadi dirinya sendiri jika hanya dengan Aulie yang sudah berstatus sebagai pacarnya selama 3 hari itu.

Pacar? Iya pacar. Alan sudah menjadikan Aulie miliknya sejak 3 hari yang lalu. Alan suka bermain wanita, namun, sejak ia mengenal Aulie, ia perlahan belajar caranya menghargai wanita.

Back to topic

"Kak, sambelnya jangan kebanyakan. Aul gak suka pedes" ucap Aulie sambil memasang wajah lugu nan imut miliknya itu.

Gemas, itu yang ingin diutarakan Alan pada dunia tentang betapa gemasnya gadisnya ini.

Drrrt... Drrrt... Drrrt

Alan tidak menghiraukan ponselnya yang berdering karena biasanya mamahnya yang menelfon untuk membawa kembali Aulie main kerumahnya.

"Kak, angkat teleponnya"

Alan masih tak menghiraukan dan tetap sibuk meracik kuah baksonya.

"Kak Alan angkat telfonnya"

Kedua kalinya Aulie berbicara tetap tidak dihiraukan oleh Alan.

"Ralland Ardez sayangku cintaku my honey bunny sweety ganteng, angkat teleponnya"

Setelah panggilan ketiga inilah baru Alan menoleh melihat gadisnya itu. Jika bisa diberitahukan, sesungguhnya kupu-kupu sudah beterbangan diperutnya karena panggilan sayang dari Aulie.

"Hehe maaf sayang, kakak kurang denger tadi" ucap Alan sambil menyengir. Aulie pun memutar bola matanya malas.

"Yaudah itu diangkat dulu, mana tau penting" Alan mengiyakan ucapan cantiknya itu. Dengan segera ia menjauh dari meja makan untuk menelepon kembali orang yang meneleponnya.

Ternyata dari daftar panggilan terakhir ada nama Feran yang meneleponnya selama 3 kali secara berulang.

Dengan segera Alan menelepon Feran karena tidak biasanya Feran seperti ini kecuali besok ada pertandingan atau ia dalam kesusahan.

"Walaikumsalam, nape? Lu nelfon ganggu gua bucin aja ah" gerutu Alan dalam sambungan teleponnya dengan Feran.

"..."

"HAH?! Demi apa?! Lu jangan becanda anjir gue lagi sama dia ini" teriakan Alan menarik perhatian Aulie yang asik memakan baksonya.

"..."

"Okey okey, nanti gue kasitau dia. Makasih ya Feran, lu tunggu situ gua susul bentar lagi"

Tiit... Tiit... Tiit...

"Maaf Aul, aku sembunyiin dulu, entar aja kamu taunya"

Alan kembali ke tempat makannya dan memperhatikan Aulie yang memakan baksonya dengan lahap.

"Kenapa tadi kakak teriak? Ada sesuatu terjadi?" tanya Aulie sambil mengelap bibirnya dengan tisu.

Alan menggeleng pelan sambil tersenyum.
"Gak ada sayang, tadi aku teriak karena temenku menang giveaway aja. Hadiahnya kipas kecil itu loh cantik yang ada doraemon, hello kitty, hahaha" ucap Alan berusaha mencairkan suasana.

"Hahaha, yaudah itu kamu abisin makanannya. Biar aku yang bayar aja ganteng" ucap Aulie sambil tersenyum.

"Habis ini kita belum pulang, kita ketemu dia dulu, sayang"

***

"Div" panggilan lembut Devan seketika membuat Diva menoleh.

Diva tersenyum, "Napa kak?" ucapnya sambil kembali menjelajahi rak buku novel.

Devan mengambil tangan kanan Diva dan menggenggamnya. Juga sesekali Devan mengelus sayang punggung tangan Diva yang halus itu.

"Kenapa kak? Tumben kek gini" ucap Diva sambil tersenyum manis.

"Kim masuk Rumah Sakit, Div" ucapan Devan yang halus bagaikan sambaran petir untuk Diva.

Bagaimana mungkin sahabatnya yang sehat wal afiat seharian ini tiba-tiba saja berada di Rumah Sakit.

"Ka-kak ta-tau da-darimana?" tanya Diva sambil tergagap dan menahan air matanya untuk tumpah didepan Devan.

Devan langsung memeluk erat Diva menyadari mata Diva yang sudah membendung air mata.

"Kalau bukan kamu yang kuatin Kim, siapa lagi? Kalau mau nangis, silahkan dek. Jangan ditahan. Tadi kakak dapet kabar ini dari Feran" Diva pun melepaskan semua tangisannya di sweater peach Devan. Sebelah lengan Devan pun membekas air mata Diva.

Devan mengelus lembut rambut Diva,
"Kita temuin dia ya?"

Yah selesai

Kim drop lagi😭

Betewe ini partnya kacau sih feelnya

Jangan lupa vote dan komen ya


Salam Author, Milrezty

SENIORWhere stories live. Discover now