SENIOR : PROLOG

792 22 0
                                    

"Ngapain lo disini?! Ini meja kepunyaan princess Leona" ketus Leona, si cewek lebay dengan make up tebal serta rambut yang diwarnain kayak pelangi sambil memukul meja yang katanya 'Miliknya'.

Diva mengangkat dagunya setelah merasakan ada makhluk yang mengganggu ketenangannya baca novel.

"Upss, maaf ya kak. Saya memang siswa baru. Tapi, bukan berarti saya tunduk sama orang kayak kaka. Kak Leona kan? Kayak pernah libat fotonya?" ujar Diva sambil bertanya-tanya.

Diva menjentikkan jarinya dan menatap jahil mata Leona yang sedang menatapnya tajam, "Haaa, Kak Leona, buronan BK yang ga bosen bermasalah sama guru di ruangan neraka itu sampai-sampai tanpa malu, wajahnya rela dipajang di mading khusus siswa kesayangan ruangan itu"

Leona mengepalkan tangannya dan berniat menampar Diva. Namun, ada tangan kekar yang menahan tangan lemah miliknya. Tangam kekar itu milik cowok idaman di Sma itu. Kakak kelas Diva, kaka panitia MPLS, juga merupakan kaka senior OSIS nya, dialah Devan. Devan adalah calon Ketua OSIS baru nantinya. Namun, yang menjabat sekarang masih Geo dari kelas 12.

Leona sangat marah dengan kedatangan Devan yang menyelamatkan Diva.

"Gue ga suka kekerasan. Gue benci orang yang menyakiti orang lain" ucap Devan singkat.

Devan melangkah maju dan berhenti tepat disebelah Diva. Ia membisikkan sesuatu ditengi Diva.

"Ikut gue, sekarang" bisik Devan singkat lalu meneruskan langkahnya pergi.

Setelah Devan pergi, Diva malah tetap menatap mata Leona dengan tajam dan semakin menajam. Diva menatap Leona dengan wajah datar dan sifat dinginnya sehingga membuat nyali Leona yang ingin menentangnya menjadi hilang seketika.

"Urusan kaka sama saya belum selesai. Kita akan mengawali perang ini. Kaka yang memulai dan saya yang akan akhiri" ucap Diva dengan mata tajamnya. Setelah itu Diva pergi dan mengikuti kemana perginya Devan.

Setelah mengikuti kepergian Devan, langkah kaki Diva terhenti pada tempat dimana biasanya seluruh murid membaca buku mengerjakan pr dan memakai wifi.

Diva menemukan satu sosok yang menolongnya tadi yaitu Devan. Kali ini Devan tidak sendirian, melainkan Devan bersama seorang gadis cantik dan sedikit lebih tinggi dari Diva. Diva datang ketempat Devan berdiri dan membuat Devan menghentikan obrolannya dengan gadis itu.

"Ra, gue ngurus nih anak dulu. Dan, urusan rapat sebentar sore, lo kabarin gue aja, ya?"

"Oke Van. Gue bakalan kabarin elo saat kita sudah persiapan rapat" ucap gadis itu lalu pergi.

Devan menatap Diva dengan dingin dan sangat dingin, sampai-sampai, bulukuduk Diva seketika merinding. Tak berselang lama, Devan memutuskan kontak matanya dengam Diva dan mencari penjaga perpustakaan itu.

"Kak Tia, Devan pinjem perpusnya boleh?" teriak Devan pada penjaga perpus yang duduk agak jauh dari temapt Devan berdiri.

"Apa Dev? Gak kedengeran"

"DEVAN PINJAM PERPUSNYA. 15 MENIT AJA" kali ini Devan berteriak dengan kencang.

Seakan mengerti dengan ucapan Devan, penjaga perpus itu kemudian keluar dari perpus yang sunyi dan sepi itu.

Devan menarik kursi dimeja yang sama yang ditempati Diva untuk membaca.

"Mulai sekarang, jadi murid yang baik dan jangan liar. Kalau elo liar, gue orang pertama dan terdepan untuk menjinakkan elo" ucap Devan tanpa senyuman kecil sedikitpun.

Diva menatap kesal pada Devan sambil mengerutkan dahinya.

"Kak, gue bukan hewan yg bisa liar dan bisa jinak. Gue manusia kelezz. Santai aja dan makasih buat yang tadi"

Diva pun pergi meninggalkan Devan di perpustakaan. Sedangkan Devan hanya terdiam dengan perkataan gadis tadi, ya siapa kalau bukan Diva.

"Kak, gue bukan hewan yang bisa liar dan bisa jinak. Gue manusia kelezz. Santai aja dan makasih buat yang tadi"

Devan tersenyum, "Elo berbeda. Selamat datang di kisah gue" ucapnya sembari tersenyum miring.

Salam Author, Milrezty

SENIOROù les histoires vivent. Découvrez maintenant