SENIOR : TWENTY NINE

14 0 0
                                    

Kimmyra Angelie Moren, biasanya dipanggil Kim, sangat benci hari senin karena harus terus berdiri dilapangan berjam-jam untuk upacara. Tawa canda yang ia hadirkan, menghangatkan hati semua orang yang ia sayang.

Kini, orang-orang yang selalu ia hibur, harus menahan sakit dan perih di hati mereka karena kepergian gadis cantik ini. Bukan keinginannya, bukan juga kehendaknya. Ini hanyalah takdir dari Tuhannya. Mungkin ini jalan hidup terbaiknya.

"Turut berduka, bu. Saya sangat terpukul mendengar kabar yang tiba-tiba ini" ucap Erin--bunda Diva sambil memeluk Rena--mama Kim dan Naysilla.

"Yang sabar, Dhan. Sudah jalannya" ucap Jio--ayah Diva berusaha menguatkan rekan bisnisnya yang merupakan ayah dari sahabatnya itu.

Dirumah sakit.

"Naysilla, bukalah matamu perlahan" Naysilla membuka matanya perlahan dan menyesuaikan cahaya yang masuk. Untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun ia bisa melihat dengan jelas. Yang dilihatnya pertama adalah Diva dan Aulie yang selalu bersamanya.

"NAY!" Aulie dan Diva tersenyum senang sambil memeluk sahabatnya itu.

"Aku senang bisa lihat hiks kalian hiks"

"Kok nangis sih, Nay? Ayo dihapus air matanya"

Nay melepaskan pelukan mereka berdua, kemudian menatap Diva dan Aulie bergantian. Ia kembali menangis kala mengingat mata yang ia gunakan adalah mata orang lain yang merupakan sahabat dari dua orang didepannya ini.

"Eh kok nangis lagi sih?" Aulie memeluk Nay dan mengusap punggungnya berulang kali.

"Aku sudah mengambil mata dari kakakku sendiri. Bahkan karena aku kalian kehilangan dia" Diva dan Aulie menggeleng cepat.

"Bukan karena Nay. Itu udah takdir. Kemaren juga Aul kayak gini, ga percaya. Eh tapi setelah sadar, ini tuh takdir. Bukan karena siapa-siapa" Diva tersenyum bangga kala mendengar Aulie menjelaskan itu semua dengan kedewasaannya. Aulie yang manja dan kekanak-kanakan itu menjadi dewasa ulah Kim juga.

"Aku m-mau kerumah Kim" Diva dan Aulie mengangguk. Dengan segera Diva menelepon supirnya untuk mengantarkan mereka ke pemakaman Kim.

÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷

Seorang lelaki yang tidak pernah menemukan kebahagiaan kala ia melihat penderitaan ibunya, akhirnya menemukan kebahagiaan pada gadis cantik yang membuatnya jatuh hati. Namun kali ini gadis itu pergi meninggalkannya dan entah apa lagi yang akan ia lakukan kedepannya, ia pun tidak tahu.

"Kalau aku ikut kamu, apakah boleh, Kim? Aku tidak mampu hidup disini tanpa kamu. Siapa yang hibur aku, sayang? Ayolah. Kembali sama aku, kamu gak mungkin kayak gini sama aku kan? Balik sayang.." ucap Feran dengan lirih. Lelaki itu kini hanya bisa mengusap batu nisan bertuliskan Kimmyra Angelie Moren yang bertengger diujung gundukan tanah yang masih basah dengan bunga segar bertaburan diatasnya.

"Fer, ikhlasin dia. Lo sama aja nyiksa dia kalau gak ikhlasin dia" ucap Moreo sambil mengusap punggung Feran.

"GIMANA GUA BISA IKHLASIN HAH?! TAU GAK LU RASANYA JADI GUA?! GAK TAU KAN LU! MAKANYA GAK USAH SOK NASEHATIN!" Moreo benar-benar pusing sekarang. Apa perkataannya salah? Kan benar bahwa Kim sudah tiada.

"Fer, jangan nyakitin diri lu dan sekitar lu kek gini. Udah cukup, Vin" kini Alan yang bersuara.

Bugh

Satu bogeman berhasil mendarat di pipi mulus Alan membuat Alan meringis sesaat.

"Kak Alan!" pekik seorang gadis yang kini berlari mendatanginya tergesa-gesa.

"Aul?! Bagaimana Nay? Sudah selesai?" Aulie mengangguk.

"GUA BENCI KALIAN SEMUA! KIM ITU MASIH HIDUP! GILA KALIAN!" teriak Feran dengan frustasi. Nay pun berjalan dengan tertatih-tatih dengan bantuan Diva disampingnya.

"Kak.." Feran merasakan sentuhan Nay di bahunya. Membuatnya merasakan desiran aneh didadanya. Entah apa yang ia rasakan, sentuhan itu sama dengan sentuhan yang ia sukai dari Kim. Feran melirik Nay dengan tajam, namun tatapannya berubah sendu kalah menyadari itu mata milik Kim. Namun sesaat setelahnya Feran mengamuk lagi.

"APA LO?! GAK PUAS HAH?! KIM DAH GAADA DAN LO BISA PUAS NGELIAT! BEBAN LO BEBAN!"

"KAK FERAN! Jaga ya omongan kaka!" bentak Aulie pada Feran. Feran hanya tersenyum miring, "Bener kan, dia beban?"

Plak

"Gue gak pernah ngasih lo hak buat jelek-jelekin Nay gitu, kak! Dia sahabat gue! Gue janji sama Kim gak akan gue biarkan mata yang disumbangkan Kim meloloskan air mata. Dan lo udah buat gue gagal dalam nepatin janji! Lo liat kak! Salah dia apa sampe lo bilang dia beban hah?!" Diva menampar pipi Feran dengan keras membuat sudut bibir pria itu berdarah. Devan dengan cepat langsung memeluk Diva dari samping untuk menenangkannya.

Feran melirik sebentar kearah Naysilla, mata yang sendu itu kini meloloskan air mata sambil menatap Feran dengan tatapan yang sulit ia artikan.

Naysilla kemudian berjalan perlahan dan terduduk tepat disamping gundukan tanah kakaknya itu.

"Kak.." Naysilla mengusap batu nisan kakaknya itu dengan air mata yang terus mengalir deras.

"Kak.. Ba-bangun aja hiks.. Semua orang disini butuh kamu, bukan aku"

"Enggak! Kita butuh Nay kok!" ketus Aulie dengan air mata yang sedari tadi mengalir tanpa izinnya.

Naysilla tersenyum kecut kala mendengar penuturan sahabatnya itu, "Kata siapa? Kalian doang yang butuh aku, yang lain enggak kan? Kalian bohong kalau bilang kalian ikhlas!"

Nay menghapus air matanya kasar, "Kak.. Aku ikut kaka ya. Capek harus jadi kaka hanya karena mata ini" entah mengapa tiba-tiba saja penglihatannya gelap dan kepalanya sangat pusing. Sesaat sebelum ia menutup matanya, seseorang menampakkan wajah khawatir yang dapat ditangkap mata gadis itu, Feran.

"Kalau sampe lo kenapa-napa, gue gak akan maafin diri gue sendiri!" teriak Feran sambil menepuk-nepuk pipi Naysilla dengan pelan.

÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷

Bau obat-obatan menyeruak memasuki indra penciumannya dan matanya yang terpejam kini terbuka. Mata indah itu menangkap sorot cahaya yang bersinar didalam ruangan bernuansa putih ini.

"Aaaa Nay! Aul khawatir banget pas Nay pingsan" ucap Aulie sambil memeluk tubuh mungil Naysilla. Tubuh Naysilla tidak jauh berbeda dari tubuh Kim, hanya saja, Naysilla sedikit lebih mungil dan pendek dari Kim.

"Kita khawatir banget sama lo, Nay. Kita takut lo kenapa-napa" kini Diva juga ikut memeluk Naysilla bersamaan dengan Aullie.

"A-duh Nay se-sak" keluhan Naysilla yang terdengar ditelinga Aulie dan Diva pun membuat mereka berdua melepaskan pelukan mereka di tubuh Naysilla.

Rena mendekati putrinya itu dan membelai sayang surai hitamnya, "Sayang, are u ok?" Naysilla mengangguk.

"Nay baik, mah. Gak perlu se khawatir itu. Hanya Nay belum pulih total setelah operasi kemarin"

"Syukurlah. Cepat sehat, kita pulang kerumah, hm?" Naysilla mengangguki ucapan Ardhan sambil tersenyum.

Sungguh nikmat yang tidak terkirakan. Namun nikmat itu harus datang setelah pengorbanan yang besar.

"Aku tidak akan membiarkan satupun dari mereka sedih, kak. Aku janji"
-Naysilla Reinel-

Salam Author, Milrezty

SENIORWhere stories live. Discover now