SENIOR : TWENTY EIGHT

15 0 0
                                    

Hari ini Feran begitu bahagia karena hari ini semua orang merayakan ulang tahunnya tanpa ada masalah atau ada kesedihan yang menyelimuti mereka. Semua orang ada sidekatnya, ya memang tidak ada orang tuanya, tapi setidaknya ada sahabatnya yang selalu mendukung kalah ia susah ataupun senang.

Namun satu hal membuat Feran tidak semangat, keberadaan Kim yang tidak ada ditempat ini. Entah dimana Kim berada, ia pun tidak tahu. Dua minggu sudah Kim menghilang dari semua orang. Tidak memberikan kabar pada pacarnya itu. Kim bahkan tidak memberikan kabar pada keluarganya apalagi sahabatnya. Tega bukan?

"Happy birthday, aku disini kak" suara familiar dari seorang gadis yang lemah terdengar nyaring ditelinganya. Ia kemudian berbalik dan mendapati Kim yang memakai baju pasien dan tangan yang diinfus. Feran berlari dan memeluknya yang duduk di kursi roda itu.

"Kan aku udah bilang, jangan nangis kak. Aku belum pergi aja kamu sudah nangis, bagaimana jika aku pergi?" dibelakangnya sudah siap dokter Jio dan beberapa suster yang merawatnya selama dua minggu ini.

Kim menuruti permintaan dokter untuk dirawat dirumah Sakit agar ia bisa kuat mendatangi Feran di hari ulang tahunnya.

Kim menangis.

Rasanya sesak.

Rapuh.

Lemah.

"Aku capek dengan ini. Maaf aku tidak membagi dukaku dengan kamu, karena aku tau waktuku sebentar lagi. Aku cuma mau menikmati detik demi detik dengan kamu juga mereka, tanpa rasa takut akan kematian. Dan aku hanya ingin terus hidup seperti manusia biasa yang tidak berpenyakitan" ucapnya sambil menangis didada bidang milik Feran.

"Hiks enggak! Kamu milik aku, Kim. Jangan gini, dong! Gaboleh nyerah, okey?" Kim malah menggeleng dipelukannya. Kemudian Kim mendongakkan kepalanya dan memeluk Feran erat lagi. Kemudian ia mengecup bibir Feran dan berbisik ditelinga Feran,

"Sampai bertemu di titik terindah menurut takdir, Kak"

"KIM!" Feran pun berteriak kalah merasakan tubuh Kim melemah dipelukannya. Saat dokter memeriksa nadinya, ternyata Kim sudah tidak memilik detak jantung artinya ia sudah tiada.

"Kim! Anak mamah" Rena memeluk putrinya itu dengan isak tangis yang ia tahan sejak tadi. Begitu juga dengan Diva dan Aulie yang menatap Kim dengan tatapan kosong. Selama Kim menghilang memang mereka berdua tidak pernah absen untuk menjaga dan merawat Kim. Namun tetap saja mereka tidak bisa ikhlas menerima kepergian Kim secepat ini.

"Div.." Devan menggenggam kuat jemari Diva dan merangkul pundaknya. Ia tahu, pemilik senyum ceria yang suka melawak dan suka tersenyum padanya itu, kini kehilangan sebagian dari jiwanya. Devan tidak bisa mengelak bahwa ia sudah merasakan tubu Diva yang bergetar hebat sejak tadi. Diva kemudian terduduk di lantai tanpa melepas pandangannya pada Kim.

"KIM! PAPAH MOHON BANGUN! KIM BANGUN!" teriakan Ardhan terus menggema disudut rumah Alan itu. Ya, ini dirumah Alan. Mereka sengaja memberikan kejutan ini untuk Feran. Namun tidak disangka mereka semua, kebahagiaan untuk ulang tahun Feran justru berganti menjadi duka karena kepergian Kim.

Moreo mendekat dan merangkul bahu Feran erat. Lelaki itu sudah berhenti menangis dan sekarang tersenyum. Senyumnya bukan senyum bahagia, namun senyum yang menyimpan banyak luka.

"Yang kuat, Fer"

"Kim tidur kan? Dia gak mungkin ninggalin gua!" Feran berteriak pada Moreo. Moreo terus mengguncangkan tubuh Feran untuk menyadarkannya bahwa Kim sudah tiada.

"FERAN SADAR! DIA UDAH GAK ADA!"

Bugh

"BAJINGAN LU! DIA MASIH HIDUP TOLOL! BUKTINYA DIA CUMA TIDUR KOK! GILA YA LU NGOMONG GITU?!" Feran memukul Moreo dan pukulannya sungguh membuat hati Moreo hancur. Bukan pipinya yang sakit, namun hatinya yang hancur kala melihat sahabatnya begitu menyayangi wanita yang sudah tiada itu.

SENIORWhere stories live. Discover now