Part. 14 Ramon 💕

106 21 17
                                        

Holllaaaa....
Jangan lupa vote & komennya:)

Mau double up?

Spam komen dulu dong! 🙂

Tandai kalo typo, ya:)

All menghela nafas gusar. Matanya menatap bayi mungil yang tengah terlelap didalam inkubator. Cukup lama All berdiam diri sambil menatap putri kecilnya itu. Dengan langka gontai, All beranjak menuju ruang sebelah.

Tiga hari sudah berlalu sejak kejadian malam itu. Dan selama tiga hari pula, Ressi belum sadarkan diri. Pendarahan berlebihanlah penyebabnya. Anak mereka terpaksa lahir prematur.  Imunnya lemah karena lahir balum pada waktunya.

All bersimpuh disamping brankar yang ditempati Ressi. Jemarinya ia tautkan pada jemari Ressi, lalu mengecupnya lama.

"Sayang, bangung dong."

"Debay udah lahir, lo. Cantik, kayak mommy-nya."

"Dia kangen mommy-nya. Bangun dong. Kamu gak mau ketemu debay?"

"Coba aja kamu gak kejar Abi malam itu, pasti gak akan gini jadinya. Ini salah aku yang terlalu manjain Abi, buat dia jadi  egois, semua yang dia mau harus diturutin."

All memejamkan mata, setetes bulir air mata luruh dari pelupuk matanya. Ia kesal pada Abi.

All menelungkupkan wajahnya, menjadikan tangan Ressi sebagai bantalan. Suara isakan terdengar pilu dalam ruangan sepi ini.

All menegakkan tubuhnya saat mendengar deritan pintu. Tatapannya yang semula sayu, kini berubah tajam saat melihat siapa yang masuk.

"Ngapain kamu kesini?!"

Bibir mungil Abi mengerucut sedih. Tak pernah All membentaknya seperti ini.

"Daddy," lirihnya.

"Puas kamu bikin mommy sama adik kamu jadi celaka?!"

"Hiks ... Abi-"

"Keluar kamu!" Tangis Abi menjadi. Tak pernah terfikirkan All akan semarah ini padanya.

"Maafin Abi daddy," cicit Abi.

"Gak denger apa yang daddy bilang?!"

"Gara gara kamu, mommy jadi koma kayak gini! Dan gara gara keogoisan kamu, adik kamu harus lahir prematur!"

"KEEGOISAN KAMU MEMBAWA KESIALAN ABI!!!"

"ALL CUKUP!!!"

Abi memeluk oma Cleo. Nafasnya sesegukan karena menangis.

All memandang datar kedua orang tuanya juga kedua mertuanya yang menatapnya murka.

"Apa kamu tidak sadar dengan apa yang kamu bilang?! Itu bisa menyakiti perasaan Abi!!!" berang Samuel. Papa All.

"Abi masih kecil, dan sahabatnya gak ada kabar. Wajar kalau dia khawatir!!!"

"Tapi karena hal itu bikin Ressi jadi celaka,ma!!!" All murka. Terlebih pada ucapan mamanya barusan.

"Jangan membentak mamamu, All!" tegur Samuel.

"Sudah-sudah. Tidak ada gunanya kalian bertengkar, tidak. Akan membuat Ressi sadar. Yang ada dia malah ikut kecewa atas sikap kamu pada Abi, All!" tutur Arthur. Ia mendekap istrinya yang menangis, membawanya keluar. Diikuti Samuel.

"Mama kecewa sama kamu, All.  Menyalahkan Abi yang masih kecil, padahal ia pun juga tak mau hal ini terjadi." setelah mengucapkan itu, Cleo ikut keluar mengikuti yang lain. Meninggalkan All yang terdiam, mencerna setiap kata yang mereka ucapkan.

******

"Abi jangan nangis dong, oma ikut sedih nanti."

"Ikut opa beli es krim, yuk?" Abi menggeleng.

Sejak kejadian dua jam lalu, Abi terus saja menangis. Perkataan  All sungguh menyakiti hatinya, namun, menyangkal pun tak bisa, karena apa yang dikatakan All benar adanya. Abi merasa bersalah atas apa yang menimpa Ressi juga adiknya. Ia pun sedih, ditambah All yang menyalahkannya, membuatnya tambah sedih.

"Daddy gak sayang Abi lagi, ya?" lirihnya. Cleo dan samuel menatap prihatin pada cucunya itu. Tak pernah ia lihat Abi sampai sesedih ini.

"Daddy gak mau punya anak kayak Abi lagi, ya?"

"Abi nakal, udah buat mommy sama adik celaka."

Cleo tak tahan mendengar suara lirih Abi. Ia memeluk erat Abi, ikut manangis bersama Abi yang terisak pilu. Cleo dan Samuel kecewa atas sikap All, karena menyalahkan Abi yang masih kecil, ia tak tahu dan tak ingin hal ini terjadi.

"Abi, liat oma sama opa bawa apa untuk Abi?" Abi melepaskan pelukan oma Cleo. Tangannya terulur mengambil paperback yang disodorkan oma Anet.

Biasanya, mata Abi akan berbinar jika oma atau opanya membelikannya mainan. Namun, untuk kali ini sepertinya respons Abi tidak begitu. Tatapan matanya kosong, tapi bibirnya tersenyum tipis.

"Makasih oma," ujarnya pelan. Anet tersenyum lalu mengusap puncak kepala Abi. Ia iku duduk disebelah Abi.

"Seneng gak, oma beliin mainan?"

"Seneng," sahut Abi. Suaranya masih lesu, tak ada semangat sama sekali.

Arthur yang sedari tadi diam, kini berjongkok didepan Abi yang duduk dibangku taman. Tangannya terulur mengusap kepala Abi.

"Abi udah lama gak ketemu sama Ramon, ya? Abi kangen Ramon?" Abi mengangguk.

Dengan suara bergetar, ia menjawab, "Abi kangen Lamon, Lamon gak masuk sekolah."

"Abi mau ketemu Ramon?" Abi mengangguk semangat, matanya kembali berkaca kaca.

"Ayo kita ketemu Ramon," ujar Arthur.



"Lamon." suara Abi terdengar lirih.

Sahabat mana yang tak sedih melihat sahabatnya terbaring lemah, dengan selang infus yang terpasang dipunggung tangannya. Hulya dan Arthur menatap prihatin pada Abi, mereka tahu bagaimana kedekatan Abi dan Ramon yang sudah seperti saudara.

Sudah tiga hari Ramon dirawat, sejak didiagnosis mengisap DBD, atau demam berdarah. Hulya ingin memberi tahu kabar Ramon pada sahabat sahabatnya, namun Ramon melarang. Ia tak mau mereka ikut sedih.

Abi masih setia menatap wajah Ramon yang tertidur. Wajahnya pucat. Tak ada keceriaan seperti biasanya. Perasaan Abi kacau, ia sedih atas apa yang menimpa mommy dan adiknya. Terlebih itu semua kesalahan yang ia perbuat. Dan kini Ramon sakit, membuat Abi makin sedih.

Abi mengusap telapak tangan Ramon, setelahnya melayangkan satu kecupan didahinya. Lalu berbisik lemut, "Cepat sembuh Lamon. Abi sayang Lamon."




Dikit, ya? Heheee... 😑

PenulisRR:')
Senin 21 Juni 2021 (12:10)

I'm YoursWhere stories live. Discover now