Maaf karena lama up...
Padahal tinggal publish, t-tapi...
Lupa 🙂Tekan bintang sebelum baca...
Tandai jika typo 💕
Abi menelan saliva gugup. Matanya menatap All yang tengah menggendong adiknya sambil tersenyum. Melihat itu membuat Abi sedikit cemburu. Abi menghela nafas, lalu melangkahkan kakinya mendekati All. Tangannya gemetar dan basah oleh keringat. Ia takut All akan memarahinya lagi.
"D-daddy," cicit Abi. Ia menunduk, tak berani menatap wajah All.
"Ngapain kamu kesini?!"
"Abi mau liat mommy," ujar Abi seraya melirik Ressi yang masih terbaring koma.
"Mau ngapain liat mommy?! Mommy pasti gak akan suka liat kamu!" sarkas All.
"Abi, kangen hiks... "
"Lebih baik kamu pergi, jangan bikin daddy makin emosi!"
"Daddy hiks... Jahat sama Abi." Abi memberanikan diri menatap All. Namun langsung menunduk kembali saat melihat tatapan tajam All.
"Keluar! Daddy muak lihat muka kamu!"
*****
Abi duduk termenung dibangku taman ditemani opanya, Arthur. Setelah tadi All memarahinya, Abi hanya diam. Tak menangis, namun wajahnya nampak murung. Pandangannya kosong, pun matanya yang membengkak karena tadi menangis.
Otak Abi terus memikirkan perkataan All. Apa sebesar itu kesalahannya, sampai sampai All tak mau memaafkannya? Jika bisa, Abi pun tak mau hal ini terjadi. Ressi yang tak kunjung sadar membuatnya bertambah sedih. Untung saja ada kedua oma dan opanya yang selalu menemaninya.
"Apa kalo mommy bangun, mommy bakal benci Abi juga, opa?"
Arthur mengusap lembut kepala Abi, seraya menampilkan senyum tipis, "Mommy pasti mengerti kalau ini bukan kesalahan Abi."
"Kita doain aja, ya, semoga mommy cepet sadar dari komanya," ujar Arthur. Ia pun sedih. Ia paham apa yang dirasakan All, namun tindakannya menyalahkan Abi tak bisa dibenarkan. Ia hanya bisa berharap Ressi cepat sadar dan dapat menyadarkan All bahwa apa yang ia perbuat pada Abi itu salah. Tak tega terua melihat Abi murung seperti ini.
"Daddy gak sayang Abi lagi ya, opa? Dulu daddy gak pelnah bentak Abi, malahin Abi kayak tadi. Abi nakal banget ya, sampai daddy gak mau maafin Abi?" Abi berucap begitu lirih, sarat akan kesedihan mendalam. Membuat Arthur yang mendengarnya ingin menangis.
Arthur menggeleng, masih menampilkan senyum tipisnya, "Cucu opa gak nakal, kok. Cucu opa itu baik, baik banget. Nurut apa kata orang tua."
"Tapi Abi bikin mommy sama adik celaka, opa," suara Abi bergetar menahan tangis. Arthur membawa Abi pada pangkuannya. Mengusap surai Abi lembut.
"Oh iya, Abi belum jenguk Ramon kan, hari ini?" Abi menggeleng. "Mau jenguk Ramon?" Abi mengangguk setuju. Semoga saja Ramon sudah bangun, agar Abi dapat bercerita betapa sedihnya ia. Mungkin hal itu bisa membuat Abi lebih mendingan.
Arthur menggendong Abi menuju ruang inap Ramon. Setelah tiba didepan pintu, Arthur berhenti sejenak.
"Senyum dong, kan mau ketemu Ramon," ujar Arthur seraya tersenyum. Senyumnya semakim merekah saat Abi ikut tersenyum.
"Lamon Abi dateng!" teriak Abi setelah turun dari gendongan.
"Loh, Lamonnya mana, opa?" tanya Abi. Matanya menelisik ruangan yang nampak sepi. Ranjang yang ditempati Ramon pun kosong dan rapi.
"Mungkin ditoilet, ya?" Arthur mengecek, namun toilet kosong.
"Opa Lamonnya mana, ya?" Abi mengerucuti bibir kesal. Padahal ia sudah senang mau bertemu Ramon, namun sang empunya tidak ada.
Arthur dan Abi beranjak keluar. Arthur menghentikan salah satu suster yang lewat.
"Pasien dikamar ini kemana? Kenapa kamarnya kosong?"
"Satu jam lalu mereka berangkat kebandara. Keluarga pasien mengatakan kalau pasien akan dipindahkan kerumah sakit luar negeri, pak."
Deg.
"Hiks ... Lamon, opa."
"Abi mau ketemu Lamon, opa!" Arthur mengangguk.
"Kita ke bandara sekarang!"
******
"LAMON!!! TUNGGIN ABI!!!" Teriakan Abi membuat beberapa orang dibandara menoleh kearahnya. Dibelakang Abi ada Arthur yang berusaha mengejar Abi.
"Abi jangan lari, nanti jatuh!!!"
Dan benar saja. Setelah kalimat itu terucap, Abi tersungkur karena tersandung kakinya sendiri. Lututnya tergores, namun tak diindahkannya. Abi terus berlari tak tau arah. Hingga matanya menangkap Ramon beserta mama, papa, juga abangnya. Dengan sekuat tenaga Abi berlari menghampiri mereka.
"Ramon!"
"Abi?!" Ramon kaget mendapati keberadaan Abi disini. Padahal ia sudah pergi diam diam agar tak ketahuan. Bukannya tak menganggap Abi sahabat, hanya saja Ramon tak ingin Abi sedih.
"Lamom mau kemana, hiks ..."
"Kenapa Lamon mau ninggalin Abi?"
Ramon tersenyum. "Aku mau pergi ketempat yang jauh. Maaf kita gak bisa main sama sama lagi. Tapi aku gak akan lupain kamu. Begitu pun Chiko sama Erick."
"Gak boleh! Lamon gak boleh ninggalin Abi!" Abi memegang kedua tangan Ramon. Air matanya berderai deras.
"Abi?" panggil Hulya, mama Ramon. Ia berjongkok dihadapan Abi.
"Maaf tante gak kasih tahu kami dulu. Tante sekeluarga akan pindah kerumah oma Ramon di California. Oma ramon sakit, Ramon juga akan berobat disana nanti." perkataan Hulya membuat Abi semakin terisak.
"Aku harus pergi," ucap Ramon. Ia melepaskan gelang hitap ditangannya. Lalu memasangkannya ditangan Abi.
"Ini hadia dalam perpisahan. Jaga baik baik, ya?"
"Hiks ... Abi bakal jaga gelang ini baik baik."
"Ramon jaga diri buat Abi, ya? Cepet sembuh juga," ujar Abi.
"Iya."
Bibir Ramon melengkung membuat senyuman manis. Sangat kontras dengan matanya yang memancarkan kesedihan. Bulir demi bulir meleleh dari pelupuk matanya. Menandakan ia pun sama sedihnya. Berpisah memang sangat menyedihkan. Apa lagi dengan sahabat yang sudah dekat bagai saudara.
Suara pemberitahuan penerbangan mendandakan Ramon harus segera pergi.
Ramon tersenyum disertai tangis. Pun Abi yang terisak keras. Mereka saling memeluk satu sama lain. Ramon berbisik pelan.
"Aku bakal kembali. Pegang janji aku!"
PenulisRR:')
1 Juli 2021 (07:18)

YOU ARE READING
I'm Yours
Random[Follow sebelum membaca:)] Update satu abad sekali:) /tertawa ngakak... Tinggalkan jejak... #Sequl My Love Your Love# "Pilihanmu Hanya Dua, Pulanglah Kepadaku Atau Pulang Ke Rahmatullah." Chici Erer Ini tentang Abi, si bocah nakalnya daddy All. An...