#45 Pergi

623 114 3
                                    

Johnny, setelah aku pikirkan lagi dan lagi akhirnya aku menemukan penyebab mengapa laki-laki itu benar-benar terasa menganggu hidupku, atau spesifiknya menganggu hubungan pertemananku dengan Jaehyun. Tingkahnya yang kerap kali menyisipkan ejekan untukku, memanipulasi Jaehyun untuk ikut menjelek-jelekkan keluargaku, itu semua jelas karena dia cemburu!

Bukan, bukan cemburu dalam hal romantis. Mustahil orang macam Johnny akan terlibat hubungan macam itu denganku.

Dia cemburu dengan pertemananku dengan Jaehyun, orang macam Johnny yang selalu mendapatkan apapun yang dia inginkan pasti merasa terhina ketika melihat Jaehyun yang selalu dia koar-koarkan sebagai sahabatnya terlihat lebih dekat denganku yang bahkan tidak masuk kedalam jajaran orang yang selevel untuk berteman dengan temannya.

Kalau kelihatannya masih abu-abu, biar aku ceritakan sedikit apa yang aku hadapi seminggu ini ketika Jaehyun datang padaku untuk menyapa, dan kelihatannya berniat untuk basa-basi sedikit mengenai ujian hari itu, Johnny akan datang dengan tiba-tiba kemudian merangkul bahu Jaehyun lantas menyeretnya menuju ruang musik atau opsi lainnya kantin sekolah. Seolah berusaha keras menjauhkan sosok Jaehyun dariku.

Seperti saat ini, ketika Jaehyun kembali datang setelah menyelesaikan ujiannya di hari terakhir dan aku berencana untuk memberi tahunya mengenai kepindahanku setelah mempertimbangkan banyak hal. Laki-laki itu kembali datang kemudian memotong kalimatku dengan suara besar miliknya.

"Tasya udah nungguin di kantin, elo nggak ke sana?"

Dengan satu kalimat itu, air muka Jaehyun berubah, senyumannya yang semula khusus ditujukkan padaku mengendur tapi lantas menariknya ke atas lagi. Nampaknya tidak ingin kelihatan jika satu nama itu bisa mempengaruhinya. "Ta, gue ke kantin ya?" dia berpamitan, tapi bahkan sebelum melihat respon dariku Johnny sudah menyeretnya pergi dari sana.

Dan kebetulan setelah kepergian mereka berdua handphone milikku begetar, sebuah panggilan telpon dari mama masuk ke sana. Suara mama yang merdu masuk ke telingaku ketika ikon telpon berwarna hijau aku geser, sosok di seberang sana menyapa aku kemudian segera menyuruhku untuk datang ke gerbang depan sekolah ketika sudah selesai. Nada bicaranya buru-buru, membuat aku tidak bisa untuk tidak segera mempercepat langkah untuk pergi.

Aku bahkan meninggalkan Gina dan Airin yang masih sibuk mengobrol sambil membereskan barang-barang mereka, membuat keduanya ikut panik dan buru-buru mengekor di belakangku.

"Abis pulang ini kamu langsung beres-beres barang yang mau dibawa besok ya, sayang? Maaf banget Mama nggak bisa bantu kamu beres-beres, ada keperluan yang harus diurus secepatnya." Begitu aku tiba mama mengatakan hal itu dengan satu tarikan napasnya, kelihatannya hal yang perlu diurusnya benar-benar penting. Ia bahkan tidak menyadari dua sosok di belakangku sampai aku menunjuk keduanya.

"Sore, Tante." Airin dan Gina serempak menyapa, bergantian menyalami tangannya kemudian melihat aku dengan tatapan yang tiba-tiba sedu.

"Kalo lo repot gue bisa bantu elo beres-beres, Ta." Kata Gina yang langsung diangguki Airin, tapi aku menggeleng, menolak tawaran dari mereka karena merasa bisa mengatasi semuanya sendiri. Lagipula aku tidak punya terlalu banyak barang, itu pasti tidak akan serepot apa yang mereka pikirkan.

Setelahnya gentian mama yang menawarkan tumpangan untuk mereka berdua, namun sama seperti aku tadi, keduanya juga menolak tawaran yang diberikan. Mobil yang kami—aku dan mama naiki akhirnya berjalan, namun sebelumnya melihat seklebat bayangan kak Ten yang ikut bergabung dengan Gina dan Airin mengamati kepergianku dengan langkah terburu-buru.

"Mama sebelumnya udah ngobrol sama kepala sekolah dan wali kelas kamu, mereka bilang karena kepindahan kita buru-buru mereka besok rapot punyamu udah bisa diambil." Mama menginfokan. Aku mengangguk saja, sementara itu handphone miliknya terus berbunyi selama perjalanan. Membuat aku merasa tidak enak karena mama harus repot menjemputku sementara dia sendiri tengah sibuk mengurus pekerjaannya.

Maka itulah ketika sampai di rumah aku lantas mengucapkan terima kasih dan memeluk mama ku itu begitu erat, tidak ada kalimat panjang karena aku tahu hari ini dia sibuk dan waktunya terlalu berharga untuk mendengarkan ucapan terima kasih yang dibumbui kata-kata manis yang terlalu panjang.

"Hati-hati di jalan, Dita sayang Mama." Kataku lantang.

Bisa aku rasakan wajahku sedikit panas, belum pernah aku mengatakah hal-hal macam itu untuk mama ataupun papa sebelumnya. Kali pertama membuatku malu, tapi aku berharap selanjutnya aku akan terbiasa mengungkapkan rasa cintaku.

"Mama juga sayang kamu." Dan begitulah kalimat mama sebelum pergi.

Aku baru saja akan masuk rumah dengan senyum lebar pada wajahku sebelum pintu di rumah sebelah—rumah milik keluarga Jaehyun terbuka dengan suara terburu-buru lantas menampilkan wajah sang Nyonya pemilik rumah yang begitu kalut, diikuti sang bungsu di belakangnya. Mama Jaehyun masuk kedalam mobilnya, kemudian tanpa mengatakan apapun pergi dari rumah. "Mama lo baik-baik aja?" aku bertanya pada Lucas yang berdiri di teras rumah, membuat sosok itu langsung menoleh padaku.

"Mama gue sih seratus persen baik-baik aja, tapi nggak tau deh sama si Jaehyun." Dia mengangkat bahunya acuh sebelum melanjutkan, "Sahabat elo noh, Kak. Bikin masalah lagi, malah sekarang korban jotosannya Jaehyun malah si Johnny-Johnny itu. Anak temen arisan Mama, bener-bener nggak ada takut-takutnya."

Lucas terkekeh, "Kayaknya kali ini Mama nggak bakalan puas deh ngasih satu tamparan doang buat dia."

.

.

.

Tbc
_
Aloo, maaf banget kalo kalian ngerasa ceritanya tambah aneh dan rada 'gimana'

Btw, karena besok udah lebaran gua juga mau minta maaf buat temen-temen semua kalo semisal ada tulisan gua yang menyinggung. Nggak janji sih, tapi kedepannya gua bakalan berusaha buat bisa nulis dengan lebih baik lagi.

Sekian, semoga kita ketemu lagi di chapter selanjutnya^^

[✔] BF ▪Jaehyun▪Where stories live. Discover now