#18 Sandaran

791 188 22
                                    


-Sambil baca silakan play videonya sebagai backsound-

.

Ketika aku sadar dimana aku berada saat ini, sosok yang pertama kali datang dalam pikiranku adalah Jaehyun. Tubuhku sakit setelah dihajar oleh Papa, sakit sekali hingga aku sempat berpikir jika mati mungkin tidak akan semenyakitkan ini.

Tempat yang aku datangi malam ini adalah tempat dimana sosok Jaehyun kecil menarikku untuk kabur dari sosok Papa yang mengamuk sekitar sepuluh tahun yang lalu.

Tapi sepertinya sosok laki-laki yang kupercayai sebagai pahlawan yang akan selalu datang ketika sosok Papa menyakitiku itu sudah perlahan mengilang. Telponku berkali-kalo dialihkan oleh Jaehyun, seolah sahabatku itu tengah tidak ingin aku menganggu waktunya malam ini.

Hingga akhirnya dipanggilan yang ke empat, Jaehyun mengangkat panggilan telponku itu, "Halo Dit?"  ucapnya.

Belum aku mengucapkan sepatah kata, dia kembali melanjutkan."Gue sibuk banget sekarang, entar gue telpon balik ya?"

Dan setelahnya dia mematikan panggilan telpon itu, aku tertawa miris. Setelah aku pikirkan beberapa kali, sepertinya Jaehyun benar-benar terbebani dengan sosokku. Dia juga tumbuh dewasa, pasti memiliki masalahnya sendiri. Tapi aku, dengan sikap egois karena tidak ingin sendirian merasa berhak memintanya menjadi sandaranku tiap kali masalah datang.

"Sialan" aku mengumpat, mengumpati semua orang yang bisa aku salahkan dari hidupku yang buruk ini.

Papa yang sering memukuliku, Mama yang sudah meninggalkan aku, Jaehyun yang sudah tidak memperdulikan aku, dan teman-temanku yang lain yang hanya-

"Dita?"

Panggilan itu menghentikan segala hal buruk yang aku ocehkan dalam diam. Aku memperlihatkan wajahku yang semula ku sembunyikan dibalik telapak tanganku yang nyeri bukan main. Mencoba untuk melihat sosok yang memanggilku itu.

Sosok laki-laki tinggi itu berjongkok, meletakkan kantung plastik putihnya di samping lalu menggunakan kedua tangannya untuk meraih tubuhku.

Dia tidak mengucapkan pertanyaan seperti 'apa aku baik-baik saja?' atau 'bagaimana aku mendapatkan luka-luka ini' setelah melihat wajahku yang babak belur, tapi sebagai gantinya memberikanku sebuah pelukan hangat.

"Dikondisi kaya gini lo harusnya nangis" dia berbisik. Kak Doyoung yang tengah memelukku itu berbisik untuk menyuruhku menangis.

Lalu dengan bodohnya aku menjawab, satu hal yang langsung muncul dalam pikiranku ketika mendengar dia menyuruhku menangis. "Jaehyun bilang gue nggak boleh nangis."

"Persetan sama omongan cowok itu, emang apa salahnya nangis kalo elo emang ngerasa sakit?" dia mengatakan hal itu sambil mengeratkan pelukannya.

"Nangis sepuas lo, elo punya hak buat ngelakuin itu." Kak Doyoung melanjutkan.

Dan entah apa yang aku pikirkan, air mata yang sejak sepuluh tahun lalu aku tahan malam ini keluar begitu saja. Mendengar kak Doyoung mengatakan hal itu membuatku seolah-olah telah menghancurkan rasa maluku untuk menangis di umurku yang sudah tujuh belas tahun ini.

"Gue nggak pernah ngerasa ngelakuin hal yang buruk. Tapi Papa gue, dia-" aku tidak melanjutkan kata-kataku.

Dadaku sesak, dan isakan keluar begitu saja. Aku menangis tersedu-sedu. Membuat hoodie yang dipakai oleh Kak Doyoung basah karena air mataku yang terus mengalir meski aku sudah mencoba untuk menghentikannya.

"M-maaf, hoodie lo jadi basah" kataku,

Kak Doyoung tidak menjawab. Dia hanya menepuk-nepuk punggungku dan mengumamkan kalimat penenang, "Nggak apa-apa, ada gue disini." yang mana membuatku tidak bisa berhenti menangis dan malah membuatku semakin terisak kencang.

.

.

.

Tbc

[✔] BF ▪Jaehyun▪Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang