#47 Jaehyun

685 123 16
                                    


Sudah jam Sembilan malam sekarang, bulan sudah menggantung, angin malam yang berhembus sudah semakin terasa dingin. Namun Jaehyun masih betah duduk di kursinya yang ia bawa ke hadapan jendela kamar, menikmati nyeri di pipinya yang sekali lagi kembali memerah sambil membaca sebuah surat cinta di tangannya.

Laki-laki itu meringis geli tiap kali selesai membaca satu kalimat yang di tulis di kertas kusut itu. Apalagi ketika di sudut ia melihat nama pengirimnya ditulis dengan begitu jelas.

J-a-e-h-y-u-n

Tapi setelahnya, tanpa bisa ia tutupi lagi tatapan kecewa yang dibingkai mata indah miliknya muncul.

Andai saja, dia tidak menjadi pengecut hari itu.

Entah berapa banyak waktu yang sudah Jaehyun habisakan untuk mengandai-andaikan hal itu.

Lamunan Jaehyun malam itu semula terasa sama seperti lamunannya di malam-malam biasanya, duduk di kursi menghadap jendela, lantas menunggu Dita untuk muncul dari jendela kamar gadis itu dengan jantung berdebar seperti orang tolol. Namun entah ditunggu berapa lamapun, malam itu tidak akan ada lagi sosok Dita yang membuat hati Jaehyun berdebar, malahan hanya ada sosok pria paruh baya yang muncul di sana. Berjalan setengah sadar, kemudian menutup jendela kamar putrinya itu. Menghalau pandangan Jaehyun untuk melihat sosok pemilik kamar yang ditunggunya,

yang tanpa Jaehyun tahu tidak akan muncul seberapa lamapun laki-laki itu memaksa untuk menunggu.

Karena—

"Kak Dita pergi ke Semarang!"

--dia sudah pergi.

Hati miliknya tiba-tiba memanas, mana boleh gadis itu pergi tiba-tiba seperti ini. Tanpa memberi tahunya, tanpa mempertanyakan apakah dia boleh pergi atau tidak.

Ah! Dia jadi terdengar egois. Tapi masa bodoh, orang-orang kini memang sudah melebelinya begitu. Maka Jaehyun keluar dari kamar setelah menggapai kunci motor miliknya yang ada di meja. Dia mendapati adiknya berdiri di depan pintu kamar, yang memberi tahu Jaehyun soal kabar itu adalah orang menyebalkan ini, Lucas.

Wajah adiknya itu terkesiap begitu melihat Jaehyun tiba-tiba sudah berdiri di depannya, dia mematung beberapa saat sebelum akhirnya menjelaskan situasi yang ada.

"Bi Ratih bilang Kak Dita pergi ke Semarang, elo udah tau?" Lucas bertanya,

Jaehyun menggeram pelan mendengar itu, jika dia sudah tahu mana mungkin Jaehyun akan rela dikurung di dalam kamar seperti ini. Mana mungkin dia membiarkan Dita pergi dengan mudah, bahkan jika orang-orang menyebutnya terlalu hiperbola, dia akan melakukan semua hal untuk membuat gadis itu tetap di sini.

Laki-laki itu pergi ke kamar mamanya, hal pertama yang dipikirkannya adalah mengambil kembali benda berbentuk persegi miliknya. Berharap dengan kekuatan benda canggih itu dia bisa mengirimkan perasaannya pada Dita untuk memintanya menunggu, dia berniat akan menjemputnya kembali.

Sekarang Jaehyun tidak jauh berbeda seperti binatang buas, mengendus kesana kemari mencari mangsanya dengan mata merah yang mengkilat marah. Mamanya jelas terkejut melihat sulungnya menerobos masuk kamar dan mengobrak-abrik laci di sana, namun selesai dengan keterkejutannya dia berteriak marah, juga terdengar kecewa.

Tubuh Jaehyun seketika berhenti, tapi bukan karena teriakan sang mama, melainkan karena apa yang dicarinya sudah berada di genggamannya. Handphone miliknya yang retak di sudut layarnya itu dia nyalakan dengan tidak sabaran, mengabaikan sang mama yang sudah mendekat untuk merebutnya kembali.

"Nggak ada sopan santun! Kembaliin, kamu lagi dalam masa hukuman!" tangan putihnya yang ramping dengan kasar bergerak hendak merebut handphone milik Jaehyun. Tapi nampaknya wanita itu lupa jika anak sulungnya sudah bukan lagi anak-anak seperti beberapa tahun yang lalu, tenaganya berbeda. Jaehyunnya bukan lagi si lemah yang membiarkan siapapun merebut apa yang menjadi miliknya.

Sang mama jadi lebih marah, dia berteriak. "Kamu!"

Namun Jaehyun tidak acuh, benda yang dicarinya sudah berada di tangan, dan sebuah pesan dari Dita muncul menarik semua perhatiannya yang tersisa. Kalimat perpisahan yang tidak terlalu panjang ada di sana, Jaehyun geram karena gadis itu tetap bertingkah seperti perpisahan keduanya bukanlah hal besar.

Kaki panjang milik Jaehyun tadinya telah bergerak untuk pergi sementara matanya bergerak untuk fokus mencari ikon panggilan telpon, tapi tubuh sang mama menghalangi satu-satunya jalan keluar dari sana. Tangan ramping yang semula gagal merebut handphone milik Jaehyun itu beralih untuk menampar tangan anak sulungnya, membuat apa yang dipegang Jaehyun jatuh ke lantai dingin dengan suara keras.

Jaehyun cepat-cepat memungutnya, kembali fokus untuk mencari nomor Dita, dan lagi-lagi tidak menghiraukan sang mama yang tampak seperti hampir meledak. Kaki-kakinya hendak kembali melangkah, bibirnya tanpa sadar berkomat-kamit, menyebut nama gadis yang semula tinggal di samping rumahnya, tapi ia sekali lagi ditahan.

"Kamu nggak bisa pergi! Jangan harap kamu bisa pergi!"

Tangan Jaehyun gemetar, matanya yang sejak tadi memerah kini semakin pekat. Sementara di depannya sang mama kembali dengan lancar mengomelinya, sama sekali tidak mencium aroma busuk kemarahan pada tubuh Jaehyun.

Maka laki-laki yang sudah berada pada batasnya itu membuka mulutnya,

"MA!" dia membentak, membuat sang mama lantas terdiam, tubuhnya bergetar halus merasa merinding. Hal itu juga terjadi pada dua orang yang diam-diam memperhatikan dari luar ruangan.

.

.

.

Tbc
_
Sebelum cerita ini bener-bener tamat, kita ngintip hidup Jaehyun sedikit gapapa, kan?

[✔] BF ▪Jaehyun▪Where stories live. Discover now