Part 6: Lo masih ngarep gue kan?

1.5K 297 24
                                    

Part 6 : Lo masih ngarep gue kan?

Sosok berkacamata ia lihat tengah duduk sendirian dibangku bus dengan aerphone menempel di kedua telinganya. Ia baru sampai diambang pintu masuk bus, segera berlari menghampiri cowok itu dan mengagetkannya.

Nindi melepas aerphone dari telinga Radit, menyumbatkan ke telinganya.

"Seperti mati lampu ya, sayang. Seperti mati lampu .... "

"Cintaku padamu ya, sayang, bagai malam tiada berlalu."

Lagu milik Kim Nasar, lagu kesukaannya juga. Awalnya baik-baik saja, ia dan Radit mendengarkan lagu yang sama, namun Radit memilih menarik kembali aerphone-nya.

"Dih, pelit,"cibir Nindi.

"Takut lo ilfeel karena selera gue dangdutan."

"Selera gue juga dangdutan Mas, sans aja sih."

Radit terlihat menggerutu dalam diam, mulutnya komat-kamit seperti mbak dukun baca mantra. Entah dia marah atau gayanya saja sok-sokan marah karena malu ketahuan mendengarkan lagu dangdut, jelas yang harusnya marah Nindi, dan Radit harusnya meminta maaf. Apa dia amnesia tentang kejadian beberapa waktu yang lalu?

"Jatuh cinta bikin lo lupa sama gue," celetuk Nindi, seraya berekspresi sendu.

"Gimana gue bisa lupa sama lo, orang gue jatuh cintanya sama lo."

Nindi termangu mendengar ucapan Radit. Dia pasti tengah berkelakar, namun ekspresi datarnya menggambarkan bahwa dia serius.

"Bohong!"

"Mau percaya atau nggak, itu hak lo."

Mana mungkin? Beberapa hari belakangan, Radit mengabaikannya dan justru lebih dekat dengan Abel, kemungkinan falling in love di antara mereka sangat besar.

Cemburu? Tidak, Nindi masih menganggap Radit sebatas sahabat, meski semenjak putus dengan Mahes, Radit kian menunjukkan perasaannya pada Nindi. Ia hanya takut terkhianati lagi, mengingat Abel masih suka labil padanya, kadang baik, terkadang jahat, membuatnya tidak begitu percaya pada gadis itu, dan satu hal. Stigma buruk tentang Abel, Nindi khawatir Radit akan terjerumus dalam hal buruk yang dibawa Abel.

"Terus kenapa lo diemin gue? Kenapa nggak minta maaf?"

"Ya, karena gue tahu lo nggak bakal bisa marah kelamaan."

Bukan begitu konsepnya, Nindi tetaplah gadis pada umumnya, yang maunya dibujuk terlebih dulu, melayangkan kode, dirayu dan ..., semua hal ribet tentang perempuan.

Susah punya sahabat yang kelewat santai. Bukannya dibujuk, malah asyik bersenang-senang dengan pacarnya mungkin.

"Nggak gitu juga bumbu rendang! Gue juga mau dirayu! Jangan Abel doang!"

"Gue nggak ngerayu Abel kok." Dengan muka polosnya dia berkata, seolah tak peduli pada emosi Nindi yang menggebu-gebu. Maksudnya ... begini, sudahlah!

"Maksud gue, kenapa akhir-akhir ini lo deket sama Abel, dan malah diemin gue?"

"Ya, karena gue emang pengen."

"Pengen apa?"

"Pengen deket."

Nindi mencabikkan bibirnya kesal dan bersedap dada.

"Gue nggak ngelarang lo jatuh cinta, tapi jangan lupain gue juga!"

"Gue 'kan udah bilang, nggak mungkin gue lupain elo Nindi, gue jatuh cintanya sama lo."

Qoute lagend para buaya, bukan? Untung Nindi tahan baper, tidak mungkin ada yang bisa menembus benteng ketahanannya, kecuali satu orang yang pernah mengobrak-abrik hatinya.

GUE CANTIK, LO MAU APA?! (End)Where stories live. Discover now