Part 16: Amankan Nindi dari bujuk rayu Mahes

1.2K 258 39
                                    

Part 16: Amankan Nindi dari bujuk rayu Mahes


"Baru beberapa jam yang lalu dia ngajak nikah, sekarang udah deket cewek lain." Entah, Nindi harus bereaksi bagaimana lagi menanggapi apa yang ia saksikan saat ini.

Setiap hari Kamis, sore. Ekskul voli rutin dilaksanakan. Yang hadir ekskul di dominasi adik kelas, kebanyakan perempuan, cantik-cantik pula. Barangkali, hal itu yang membuat Mahes sangat nyaman berbincang dengan salah satu adik kelas itu.

Nindi tak menggubris rasa cemburu yang hinggap menyesakkan dada, sedih menjalar hingga relung hati. Mahes tentu tahu, kalau Nindi masih menyimpan rasa padanya, dan persoalan tentang ajakannya yang teramat serius saat itu, apa dia tak bisa mempertanggungjawabkan ucapannya? Justru kini dekat dengan adik kelas.

Apa Nindi terlalu posesif? Tidak, ia hanya merasa dipermainkan saja. Beberapa jam yang lalu di berceramah tentang masalah orang dewasa, seolah dia tahu banyak. Sekarang, jangankan menyapa, melihat Nindi saja Mahes enggan. Bahkan saat berpapasan sekalipun.

Sesi istirahat tiba, semua yang bergumul dengan bola voli, serempak menepi ke pinggir lapangan untuk mengistirahatkan tubuh yang lelah. Hal itu perlaku juga pada Nindi dan Radit, sementara Mahes dan gadis yang jarang ia lihat batang hidungnya itu duduk berselonjor di dekat tiang net.

"Terus lo percaya gitu sama omongannya?" tanya Radit.

"Nggak. Cuman bingung, musti nanggepin gimana."

Dirasakan sebuah tangan mengusap bahunya, tak perlu menerka, itu tangan Radit. "Kenapa harus bingung sih? Kata Alvi Syahrin gini, 'janji apa yang kamu harapkan dari seorang lelaki yang belum memenuhi janji orangtuanya dan janji untuk dirinya sendiri?' lo tahu lah maknanya."

Konyol, harusnya Nindi tak perlu berceramah panjang lebar saat itu, harusnya ia cukup bertanya, 'sudah berapa perempuan yang kamu ajak menikah?' di belakang, pasti ada banyak perempuan yang dia janjikan keseriusan yang tentunya hanya omong kosong.

"Iya, gue ngerti. Gue hampir aja kagum sama argumen dia yang seolah tahu banget soal ... begituan." Nindi bergidik di akhir kalimatnya.

"Fokus dulu ya, sama PTN, jangan buru-buru."

Nindi mengangguk, kemudian netranya otomatis tertuju pada sosok lelaki yang sangat nyaman memandangi gadis bertubuh mungil itu. Senyumnya tipis, namun matanya tak berhenti menyorot lawan bicaranya dengan tatapan memuja.

Mau disangkal bagaimana pun, Mahes itu tetap lelaki biasa, mudah juga tergoda dengan cewek bening. Nindi harus berhenti menganggap dia berbeda, lebih tepatnya dia cowok aneh.

"Siapa gitu yang nggak heran, dia udah pergi, bilangnya udah move on, tiba-tiba dateng ngajak nikah. Lawak." Nindi tertawa hambar di akhir ucapannya, netranya yang mulai perih ia usap.

"Dia bocah banget Nin, jangan mudah kemakan omongan dia."

Nindi hanya bergumam sebagai balasan. "Btw, gue mau keluar dari ekskul ini."

"Kenapa?"

"Mau fokus UN sama daftar PTN. Doain ya, Dit, semoga gue keterima di kampus impian gue."

Senyum Radit mengembang, lalu mengusap puncak kepala Nindi.

"Iya, doa baik buat lo."

"Lo kuliah di mana?"

"UGM, kalau lolos."

Mulut Nindi menganga, matanya memandang Radit kagum."Pasti lolos, lo pinter kok."

GUE CANTIK, LO MAU APA?! (End)Where stories live. Discover now