Part 35: Seseorang yang dikalahkan oleh lelah

699 179 54
                                    

Part 35: Seseorang yang dikalahkan oleh lelah

Langkah gadis itu tak henti-hentinya berusaha menyamakan langkah lebar milik sahabatnya itu. Berulang kali menyerukan namanya, namun tak juga dipedulikan. Sifat lembut yang biasanya jadi yang paling menonjol, meredup ditelan sifat dingin dan tak acuhnya. Dia bukannya berubah, hanya sedang menunjukkan sisi lain dari dirinya. Ketika sosok lain dari dirinya mulai muncul, sungguh, dia tengah berada di titik paling lelah.

"Radit, jangan diemin gue, please." Suara bergetar Nindi barangkali terus mengganggu pendengaran laki-laki itu, hingga langkahnya kian cepat menciptakan jarak, sekiranya gadis itu tak 'kan bisa menggapainya.

"Iya, gue salah, karena nggak cerita ke lo. Gue takut Dit." Suara paraunya sarat akan kesedihan bercampur panik, beberapa kali berusaha menggapai lengannya, namun di tepis begitu saja.

"Gue paham, nggak semua masalah perlu diceritain. Lebih tepatnya ini bukan masalah, tapi privasi buat lo," jawab Radit, namun mata sendunya tak kunjung mau menatap mata Nindi.

"Gue takut lo marah, terus jaga jarak dari gue."

"Ya, emang itu yang harus gue lakuin."

Kelewat panik, Nindi nekad memaksakan menahan lengan Radit, tak gentar meski mendapat penolakan, hingga Radit akhirnya menurut juga dengan berhenti menciptakan jarak.

"Pesan gue Nin. Jangan sampai lo nyesel sama pilihan lo," sambung Radit.

Nindi menanggapinya dengan gelengan pelan, dan tatapan sendu yang amat kentara." Gue lagi berusaha Dit," lirihnya.

"Gue udah bilang, kejar apa yang lo mau. Jangan sampai lo nggak nyaman sama dia," nasihat lagi Radit.

Tentu hatinya tahu siapa yang sebenarnya yang ia inginkan, yang sangat ia dambakan saat ini. Namun sekali lagi, tak seharusnya ia terus berada di titik ini, mengharapkan semua kembali seperti dulu, sementara dirinya hanya mencintai sepihak.

"Udah saatnya gue move on."

"Bagus, itu lebih baik," tandasnya, sebelum kembali melangkah lebar. Nindi masih membuntutinya di belakang, seraya mengoceh, tentu saja.

"Radit, jangan berubah ya? Jangan jauhin gue."

"Lo mau kejadian yang dulu-dulu keulang lagi? Lagian gue capek dianggep orang ketiga dalam hubungan kalian."

"Apa gue putus aja?"

"Ilangin sifat labil lo."

Ia menyadari pemikirannya masih jauh dari kata dewasa, memiliki ketidakstabilan emosi yang parah. Suka mencetuskan sesuatu tanpa pikir panjang yang berujung penyesalan.

"Jadi kita gimana?"

Lelah dan frustasi tergambar jelas di wajah gadis itu. Langkahnya perlahan melamban seiring dengan langkah lelaki di depannya yang juga melamban, lalu kakinya terkunci kembali saat Radit menghentikan langkahnya.

Pemuda itu berbalik, dan menghela napas sebelum dia mengatakan," kasih gue jarak. Jaga perasaan cowok lo, gue juga lagi jaga perasaan cewek lain, meski hati gue masih nggak  sama dia."

"Iya," lirih Nindi. Penglihatannya telah mengabur karena genangan air mata yang berusaha ia bendung." Tapi jangan khianatin gue ya, Dit? Jangan tinggalin gue," lanjutnya.

"Emang muka gue kelihatan jahat ya?"

Nindi mengenal baik Radit, bahkan orang yang tak betul-betul mengenal Radit, dapat mudah menyimpulkan bahwa Radit orang baik. Namun ia selalu punya pemikiran negatif sekali pun pada orang sebaik Radit, ia masih suka mengira, orang sebaik Radit pun tak sebaik yang disangkakan.

GUE CANTIK, LO MAU APA?! (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang