Part 15: Masih tentang menikah muda

1K 257 25
                                    

Part 15: Masih tentang menikah muda

"Tebak gue kenapa Dit?

Suduh di ujung! Nyeri! Hampir keluar! Tidak, jangan dulu keluar.

Perut rasanya dipelintir, diam saja tak mengurangi rasa buang hajatnya, maka sedari tadi Nindi sibuk menggeliat seraya meremas roknya. Berharap tertahan lima menit saja demi menghabiskan sisa baksonya, namun belum juga habis, panggilan alam ini tak bisa diajak kompromi.

"Kenapa?"

"Gue kebelet!"

Tawa cekikikan Radit layangkan, Nindi yang mendapat respon tak bersolusi menepuk bahu Radit, kesal.

"Ya, udah, sana! Nggak baik ditahan."

"J-jaga bakso gue ya! Jangan lo minum Aqua gue!" amanah Nindi sebelum gegas menuju toilet.

Musibah! Toilet terdekat penuh dengan siswa-siswa yang antre ganti seragam setelah berolahraga. Iya, ini sangat musibah bagi dirinya yang sudah kepepet. Hendak menggunakan toilet lelaki, risikonya besar. Bisa menyebabkan difitnah mengintip para lelaki sedang buang hajat, parahnya lagi, bisa dituduh mencuri kolor siswa yang sedang mandi. Biasanya habis berolahraga, kaum adam seringnya mandi. Siapa sangka, lelaki di sekolah ini lebih rempong dari perempuan.

Tak butuh berpikir lama, Nindi kilat berlari menuju satu-satunya toilet yang berada di paling pojok sekolah, pastinya sepi, dan tenang tanpa merasa diintip.

Ada beberapa hal yang membuatnya waswas membuang air di sekolah. Pertama, takut diintip atau ada kamera tersembunyi. Kedua, gedoran maut dari orang yang kebelet buang air juga. Ketiga, takutnya sisa-sisa kotoran yang ia buang tak masuk closet dengan sempurna, hingga timbul bau tak enak.

Nindi tergolong siswa yang jarang buang air di sekolah, kalau bisa ditahan dengan mengantungi batu kecil, Nindi juga ogah buang air di sekolah, karena tiga poin sangat menghantui itu. Hanya saja, saat ini benar-benar tak bisa ditunda, batu kecil yang ada di saku tak berfungsi dengan semestinya. Mitosnya, bisa menahan buang air.

Menit demi menit berlalu, akhirnya ritual sakral berlalu. Ia kembali merapikan tatanan seragamnya, lalu membuka pintu toilet dengan perasaan lega.

Seorang pemuda menyambut tepat di depan pintu toilet. Menjulang tinggi di depannya, tersenyuk miring dengan sudut bibir memar. Penampilannya tak jauh berbeda dari Markidin, 11-12. Bahkan walau ia tak mengenalnya, ia bisa menerka bahwa dia teman Markidin. Mau apa dia?

Bingung, habis buang hajat, ia langsung disambut cowok berandal. Disambut Sehun kek! Ini malah ... cowok awuk-awukkan bau apek. Sudah mandi belum?

Tio Fajar Pranata. Tertulis di nama dadanya. Namanya memang bagus, namun tak sepadan dengan penampilannya. Harusnya dengan nama sebagus itu, dia cocok jadi goodboy. Sayang sekali.

"Siapa lo? Minggir!" Nindi dengan berani berkata sinis, kemudian ia hendak melangkah keluar dari toilet dari sisi kosong lelaki itu, namun dia cepat menghalangi langkah Nindi, sehingga Nindi spontan terdiam.

Niatnya hendak meluapkan berangnya, namun tak sempat terjadi sebab lelaki itu mendorong Nindi masuk ke toilet, hingga punggungnya membentur dinding lembab itu.

"Hei! Lo mau apain gue?!" pekik Nindi seraya memukuli punggung lelaki yang sedang mengunci pintu toilet itu. Namun yang ia dapat hanya seringaian menyeramkan dari pemuda itu.

"O, ini ya?" Lelaki itu memegang tengkuknya, selangkah demi selangkah mendekati Nindi, selangkah demi selangkah pula Nindi mundur. Hingga dinding menjadi akhir langkanya, ia tak bisa berkutik lagi. Ia dikungkung tubuh tinggi orang itu.

GUE CANTIK, LO MAU APA?! (End)Where stories live. Discover now