part 37: Masalah yang datang bersamaan

704 178 44
                                    

Part 37: Masalah yang datang bersamaan

Suatu pagi di perumahan Pondok Indah Asri ....

"Bang petenya berapa?"

"Halah, udah layu kok, dua ribu ya?"

"Ayam sekarang lagi turun, Bun."

"Cabe sekilo, Bang!"

"Anak Bu Surati katanya kesurupan lagi."

"Emang yang paling bener anaknya Bu Romlah!"

Begitulah keramaian pagi ini di kompleks yang paling banyak dihuni janda anak satu tersebut. Abang sayur beserta gerobaknya jadi incaran emak-emak pagi hari, antara ingin berburu sayur atau diajak menggosip bersama. Belanja sayur pagi hari acap kali jadi ajang kompetisi gosip paling panas, semua akan jadi korban pada masanya. Sudah dipastikan, selain membawa pulang barang belanjaan, ibu-ibu juga membawa pulang gosip paling aktual sejagat kompleks.

"Ayam lagi turun, Sur! Sepuluh ribu lah!" protes wanita berdaster seraya menunjukkan plastik putih berisikan daging ayam.

"Waduh, nggak bisa Bu Ju, nggak balik modal lah!" Bang Sur balik protes, tak terima.

"Ya, udah, lima ribu!"

"Astaghfirullah, ibu-ibu nggak nanggung-nanggung kalau nawar." Bang Sur mengusap dada seraya menggeleng, berlagak melas dramatis, berusaha mengeluarkan posisi sebagai tukang sayur yang tersakiti oleh tawaran ibu-ibu yang tidak berotak.

"Eh, si Sarah sama Jumainah nggak akur-akur ya? Apa sih, yang diributin? Rebutan suami apa ya?"

Radar Bu Ju mendeteksi dirinya kembali digosipkan, matanya mengkilat merah menatap segelintir manusia tukang gosip yang tak tahu tempat. Padahal jarak jelas di sampingnya, namun lagak tukang gosip itu merasa seperti tidak ada orang yang sedang dibicarakan.

"Jangan asal bikin gosip ya! Kulempar sempak si Sur mabuk kalian semua!" gertak Bu Ju, marah.

Orang-orang itu menciut ketakutan, berakhir geming tak dapat membalas kemarahan Bu Ju.

"Kok, sempak saya pula yang dibawa-bawa?" celetuk Bang Sur.

"Aku kesel sama kamu ya, Sur! Ayam di pasar turun, kok di kamu masih segitu-gitu aja?" Tawar-menawar masih berlanjut, beragam argumen terlempar bagai adu argumentasi pilpres. Hingga ada masa argumennya terhenti, bukan karena kalah debat, tetapi karena seseorang yang menariknya dari gerombolan tersebut.

Bu Ju terpekik dengan latahnya yang kumat saat terkejut, namun ia cepat-cepat bersikap santai saat tahu siapa yang menariknya dari gerombolan itu, ---Sarah.

"Kalau butuh aku nggak usah ditarik segala Sar, ngomong baik-baik," sinis Bu Ju dengan lirikan tajam mematikan.

"Oh, maaf, Kak," balas Bu Sarah dengan lembutnya."Aku mau ngomongin masalah anak kita, Kak." Bu Sarah terlihat tengah menahan gelisah, kentara dari mimik wajahnya.

Alis Bu Ju menyudut bingung, karena baru kali ini tetangganya itu ingin membicarakan masalah anaknya. "Kenapa?"

"Kamu tahu nggak, kalau mereka pacaran?"

Bak tabung gas meletus, kabar yang dikatakan Sarah membuatnya kaget bukan main, bahkan tak percaya dengan penuturan wanita itu.

"Nggak mungkin, mereka udah temenan dari kecil, nggak mungkin Sar."

"Tapi aku liat sendiri Kak, mereka pegangan tangan gitu. Astaga, aku juga nggak percaya!"

Rahang Bu Ju mengeras, hembusan napasnya berubah kasar serta mata yang berkilat marah." Di mana mereka ngelakuinnya?"

GUE CANTIK, LO MAU APA?! (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang