part 29: Pacarku ternyata hatersku

956 213 62
                                    

Part 29: Pacarku ternyata hatersku

Melihat pintu kaca berkilat jernih. Nindi tergoda untuk melihat pantulan dirinya di kaca bening itu. Nindi tersenyum, berpose layaknya model, berbangga diri atas penampakan dirinya yang tidak begitu buruk. Namun setelah Dimas ikut bergabung di sebelahnya, ikut mematut bayangannya di cermin, kepercayadiriannya musnah seketika. Lagi-lagi dibuat insecure.

Mereka bukan pasangan yang serasi. Begitulah pikir Nindi setelah membandingkan dirinya dan Dimas di pantulan kaca itu. Ia tak punya kaki panjang, bahkan ketika Dimas berdiri di sebelahnya, lelaki itu sangat menjulang. Badannya memang tak begitu berisi, namun jauh dari kata seksi, penampilan pun tak bisa dikatakan feminim, sebab ia tidak suka memakai dress. Outfit andalannya yang pasti hanya hoodie dan celana panjang.

Cowok seperti Dimas, pasti mantannya yang sekelas selebgram atau model, sudah pasti.

"Astaga, gue cantik banget!" Nindi pura-pura memuja dirinya, lebih tepatnya ia melayangkan sarkas pada Dimas.

"Iya, cantik banget. Kayak Cinderella," balas Dimas, menahan tawanya. Sudah pasti, ia balas melayangkan sarkas. Mana disama-samakan dengan Cinderella lagi? Jelas dari segi mana pun, Nindi tak punya kesamaan dengan Cinderella. Menghina sekali.

"Bukan Cinderella, tapi Cinderbolong!" Nindi melipat tangan di dada, menggertakkan gigi menatap Dimas.

Sedang Dimas tertawa lepas, agaknya setuju dengan kalimat terakhir Nindi.

"Beneran, cantik."

"Lo jangan ngehina gue, bagong!" Tak bisa menahan kekesalannya, Nindi dengan gemas mencubit pinggang Dimas yang terus saja menghindar.

"Gue ngomong fakta, Sayang." Masih tertawa, seraya menghindari serangan dari Nindi.

"Hoax itu mah, hoax!"

Tak bisa terus menghindar, Dimas menangkap kedua pergelangan tangan Nindi, kemudian menatapnya serius. Mengakibatkan Nindi ciut seketika.

"Udah, capek gue."

Tiga kata yang diucapkan Dimas, sukses membuatnya overthinking. Di mana otaknya berpikir yang tidak-tidak.

"Lo capek ya, sama tingkah gue? Gue nyebelin banget ya?" kata Nindi, amat merenungkan tingkah menyebalkannya akhir-akhir ini. Ia menyadari betapa dirinya sangat menyebalkan, dan terus saja mengeluh pada Dimas.

"Jangan sok-sokan melas gitu. Balik lagi ke mode petakilan gih!"

Kakinya menghentak lantai dengan sangat keras, bibirnya mengerucut."Cowok mah, maunya ceweknya anggun, kalem, pendiem. Lah, elo maunya gue bertingkah mulu. Capek!"

Senyum Dimas tak kunjung padam barang sedetik pun. Ia tak pernah selepas ini ketika sedang bercanda, tak pernah menemukan bahagia yang bisa mengalihkan dunianya. Ia menyadari, betapa semakin hanyutnya ia ke dalam cinta yang dibuat gadis itu, ia pun membiarkan cinta itu tumbuh membesar dalam hatinya, sekalipun tak terbalaskan. Ada nyeri yang menjalar kala mengingat fakta itu, setidaknya saat ini ia bisa dikatakan memilikinya karena suatu status, meski tak sepenuhnya menggenggam hatinya.

Lengan Dimas merangkul Nindi, lalu menuntunnya masuk ke toko itu.

"Nggak semua cowok maunya cewek yang anggun dan kalem. Kalau gue sih, yang penting bikin nyaman, dan mood booster."

Diam-diam Nindi memperhatikan Dimas yang tampaknya sangat santai. Berbanding terbalik dengan dirinya yang menegang, karena khawatir fans Dimas tiba-tiba datang dan menyeruduknya. Ia suka berpikir berlebihan, padahal Dimas bukan artis papan atas yang fans-nya di mana-mana. Namun, apa yang ia pikirkan kemungkinan bisa terjadi, bukan?

GUE CANTIK, LO MAU APA?! (End)Where stories live. Discover now