Part 41: Setelah cuitan itu

654 171 105
                                    

Part 42: Setelah cuitan itu

Sehari setelah ia meng-upload cuitan di Twitter, setiap waktu ia dilanda waswas, dan takut. Banyak notifikasi yang masuk di ponselnya mengenai cuitan yang ia bagikan. Abel tak tahu betul bagaimana respon mereka yang membaca threat-nya, sebab Abel terlalu takut sekadar melihat jumlah like, apalagi balasan dari mereka.

Entah telah sampai mana cuitannya, tak tahu sebanyak apa orang yang tahu kalau ia mantan PSK, dan sebanyak apa pula orang-orang yang mencacinya. Ia takut, namun risikonya berusaha ia telan sepahit apa pun dampaknya.

Ia tak menyembunyikan identitasnya di sosial media mana pun, orang-orang pun dapat jelas melihat foto-foto yang ia upload, barang kali setelah cuitan itu dilihat banyak orang, di mana pun ia berada ia akan dikenali sebagai PSK.

Ia menumpangi angkot yang searah dengan sekolahnya dengan hati tak tenang, duduk bersama orang-orang sambil meremas-remas tangannya yang basah oleh keringat.

Ada satu perempuan muda berumur sekitar dua puluhan yang duduk tepat di depannya, matanya sedari tadi menjurus padanya, terutama pada name tag yang berada di seragamnya. Ia curiga, wanita itu mengenalnya lewat cuitan itu.

"Kamu Sabella yang itu?" Akhirnya wanita itu bersuara setelah sedari tadi menahan rasa penasaran.

Abel tak segera menjawab, melainkan sibuk merangkai kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan perempuan itu.

"Y-yang mana?" tanya Abel, ia berdusta soal dirinya. Ia tahu, yang dimaksud perempuan itu adalah dirinya.

"Kamu yang di Twitter 'kan?"

Benar dugaannya, sebetulnya unggahannya telah sampai mana? Cepat sekali menyebar.

"Bukan, salah orang," tepis Abel, berusaha bersikap biasa saja, meski keringat dingin di dahinya membuatnya kentara bahwa sedang tidak biasa-biasa saja.

"Tapi kamu tahu nggak?"

"Tahu."

Perempuan itu menghela napas panjang." Terlepas benar-nggak ceritanya, kasian dia udah dijadiin budak sama bapaknya, mana pisah sama ibunya dari kecil."

Benar, kasihan sekali nasibnya. Tuhan membuat skenario seolah-olah seluruh kesialan di muka bumi dijatuhkan padanya, tanpa ampun. Dimulai dari saat ibunya pergi, kecelakaan yang menimpanya, perlakuan kasar, sampai dijadikan budak oleh ayahnya.

Ceritanya tak luput dari hujatan, pasti sebagian menilai ceritanya mengada-ada, namun mendengar perempuan itu bersimpati padanya, membuatnya yakin, bahwa di luar sana banyak pula yang percaya padanya.

"Tolong bantu share ya, Mbak. Tujuan utamanya buat cari ibunya," tutur Abel, seraya menunduk menyembunyikan wajah layunya.

"Udah pasti."

Abel menyadari angkot itu hampir mendekati sekolahnya, Abel lantas berkata,"Bang, depan sekolah," dengan suara sedikit nyaring agar si supir menangkap suaranya.

Perlahan laju angkot itu memelan, dan berhenti tepat di depan sekolah yang bisa dibilang cukup maju di kota ini.

Abel meneguk ludah sambil menatap takut sekolah dan hiruk-pikuknya dari pintu angkot, setelah akhirnya ia memberanikan diri turun dari angkot.

Banyak pasang mata menyambutnya, sorot mata menilai, tak percaya, sinis, dan kasihan. Abel menelusuri setiap orang yang menatapnya dengan mata sayu nan sembabnya, mencoba mengatakan lewat mata bahwa yang ceritanya nyata adanya. Jika bisa jujur pada semua orang, ia memang sedang butuh rasa kasihan dari mereka. Rasa kasihan yang bisa mengantarnya bertemu ibunya.

GUE CANTIK, LO MAU APA?! (End)Where stories live. Discover now