Prolog.

1.3K 94 2K
                                    

"RUCHIKA!"

Chika yang sedang membaca buku di perpustakaan pun bergejolak kaget saat mendengar teriakan sahabatnya. Ia langsung membekap mulut sahabatnya itu menggunakan tangannya dengan mata melotot. Bagaimana tidak? Sahabatnya itu berteriak di perpustakaan. Sedangkan perpustakaan tempatnya orang-orang membaca, bukan tempatnya teriak-teriak layaknya lapangan bola.

"Jangan teriak-teriak bego. Lo nggak tau apa? Ini perpustakaan sebelas dua belas kayak pemakaman," ketus Chika karena kegiatan membacanya terganggu oleh suara nyaring dari Cellin yang tak lain adalah sahabatnya.

Cellin menyengir tanpa dosa. "Aelah, baru juga teriak segitu, itu mata udah mau keluar aja. Apalagi kalau gue teriak pake toa, bisa-bisa tuh mata copot sama urat-uratnya."

Chika hanya memandang wajah menyebalkan Cellin dengan tatapan datar. "Mau ngapain sih lo kesini? Biasanya juga jingkrak-jingkrak di lapangan, nontonin cogan."

Cellin menarik tangan Chika untuk keluar dari perpustakaan. Tidak enak bukan? kalau berbicara panjang lebar di perpustakaan. Selain mengganggu konsentrasi orang-orang membaca, mereka juga bisa mencemari telinga mereka karena suara Cellin yang nyaring.

Chika yang tidak mau di tarik-tarik seperti kambing pun menghentikan langkahnya. "Lo mau bawa gue kemana sih, gue belum selesai baca rumus matematika yang kemaren."

"Hadeuh ... lo rajin banget dah, belajar mulu perasaan. Noh lihat di mading. Siapa yang dapet nilai tertinggi." Semprot Cellin berjalan beriringan dengan Chika ke arah mading yang dikerumuni siswa-siswi.

Chika tersenyum smirk. "Ya pasti gue lah, siapa lagi emang?"

Cellin menoyor kepala Chika sambil berucap. "Belum juga dilihat udah sombong aja nih anak."

Dengan angkuhnya Chika mendorong siswa-siswi yang menghalangi mading sekolah. Mata bulatnya kini terbelalak kaget. Namanya sama sekali tidak terdaftar dalam penilaian terbesar di tahun ini, hanya urutan penilaian yang cukup. Itupun sama dengan siswa-siswi lainnya.

Karena penasaran siapa yang telah menggantikan posisinya. Ia pun mendekatkan wajahnya ke arah mading. "Chiko Gatra Pamungkas?"

Cellin tertawa terbahak-bahak mendengar gumaman Chika yang berada di sebelah telinga kanannya. "Ha ... ha! Anjirrtt, nilai lo sama kayak gue, masa? dan lebih parahnya anak baru itu yang nempatin posisi lo? Hahaha!"

Mendengar tawa Cellin yang seperti kaleng rombeng itu membuat Chika mengepalkan tangannya kuat-kuat. "Sialan tuh orang, berani-beraninya dia ngalahin kepintaran gue."

Peletak.

Cellin menjitak kepala Chika untuk yang kedua kalinya. "Kalau dasarnya bego, udah bego aja. Nggak usah dipikirin, lama-lama setres tuh otak, 'kan bahaya."

Chika menyipitkan matanya sinis. Tak terduga olehnya ternyata orang yang sedang berada dipikirannya berada di sebelahnya saat ini. Meneliti namanya yang mungkin berada di mading tersebut.

"Eh Lin, ini 'kan orangnya?" tanya Chika memastikan.

Cellin mengerjap-ngerjapkan matanya melihat lelaki berkacamata putih itu yang masih menatap mading. "Ho'oh kayaknya."

Setelah mendengar jawaban dari Cellin. Chika langsung menarik tas ransel lelaki itu dari belakang. "Heh, lo yang namanya Choki?"

Lelaki itu terkejut karena mendapatkan tarikan tiba-tiba dari belakang punggungnya. Ia pun menoleh ke samping dan mendapati Chika yang memasang wajah garangnya.

Lelaki itu berdehem sebentar. Lalu berkata, "Gue?" Tunjuk Chiko pada dirinya sendiri. Lalu ia pun melanjutkan ucapannya lagi. "Chiko."

Chika melepaskan tangannya yang berada di punggung lelaki itu secara kasar. Menatap lelaki yang bernama Chiko itu dengan sengit. "Iya, itu maksud gue. Lo berani ya, ngelewatin gue?!"

Chiko mengernyitkan dahinya bingung. Perasaan dia belum lewat kemana-mana? Lantas kenapa Chika berbicara seperti itu?

"Lewatin lo? Gue baru aja nyampe loh disini, gimana bisa ngelewatin lo?" tanya Chiko membuat amarah Chika semakin meluap-luap.

"Bukan ngelewatin itu. Aghhh! Kesel gue sama lo," ketus Chika menghentak-hentakan kakinya kesal.

Chiko yang merasa tidak nyaman karena ditatap oleh siswa-siswi sekolah pun hanya berdehem, lalu pergi dari hadapan Chika tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Chika melepaskan sepatunya dan mulai berkuda-kuda. Menyipitkan matanya agar lembarannya tepat sasaran. Cellin yang berada di sebelahnya pun hanya bisa melongo melihat aksi sahabat satunya itu.

Dan ...

Bugh!

Tepat sasaran. Sepatu hitam putih milik Chika berciuman tepat di kepala Chiko. Spontan lelaki itu membalikkan badannya. Mengambil sepatu Chika dengan tangan satunya yang memegangi kepala, terasa berdenyut nyeri.

Tatapan matanya jatuh kepada Chika yang sekarang tengah tertawa terbahak-bahak. Chiko menatapnya tajam, memperhatikan gadis itu yang memegangi perutnya akibat kebanyakan tertawa.

Setelah tawanya hilang. Barulah Chika berkacak pinggang, membalas tatapan Chiko dengan tatapan tak kalah ganasnya.

"APA LO LIHAT-LIHAT! TERPESONA? HA ... HA ... HA!" teriak Chika melanjutkan tawanya.

Chiko menghela napas panjang. Siswa-siswi yang melihat kejadian itu pun hanya bisa menganga lebar. Sedangkan siswa-siswi yang berada di dekat mading hanya bisa menahan tawanya karena kepala Chiko dipenuhi dengan tanah yang berasal dari sepatu Chika.

Senyuman tipis pun terbit dari sudut bibirnya. Ia menatap Chika sekilas, dan melempar sepatu gadis itu ke atas genteng sekolahan. Chika yang melihat itupun memekik kaget.

"WOI! SEPATU GUE!"

_____________________________________

Hallo guys. Bagaimana kabar kalian?

Nana lama nggak UPP huhu. Maafin oke. Tapi sekarang Nana akan kembali dan stay di satu cerita ini.

Kenapa?

Karena cerita ini sudah di ikut sertakan dalam challenge 40 Days writing marathon.

Wah ... Menantang bukan?

Maka dari itu jangan lupa semangatin terus Nana nya supaya nggak dwon di tengah jalan. Kuyyyy ....

Next nih👇

Fight Smart [SELESAI]Where stories live. Discover now