PART 21

164 25 0
                                    

Chiko membawa Chika ke rumahnya, sedangkan di rumahnya tidak ada siapa-siapa karena Melina berada di rumah sakit. Pembantunya pun tidak ada karena pulang kampung. Chiko mengacak rambutnya frustasi, ia bingung harus meninggalkan Chika atau menemaninya disaat Chika sedang mabuk berat?

“Minum ... panas!” jerit Chika dengan mata terpejam.

Chiko menempelkan tangannya di kening Chika. “Lo sakit apa gimana sih? Dari tadi lo minum terus, perut lo bisa kembung tau nggak.”

Bukannya marah, Chika malah tertawa seperti orang gila yang baru saja keluar dari rumah sakit jiwa. Chika menatap Chiko lemas, mengalungkan tangannya di leher lelaki itu. Tetapi dengan cepat Chiko menepisnya karena tidak mau terjadi yang tidak-tidak kepadanya.

“Gue mau pulang, lo di kamar aja tiduran ya. Jangan kemana-mana sebelum Tante Melina pulang,” ucap Chiko pelan.

Chika menggeleng-gelengkan kepalanya seakan-akan tidak memperbolehkan Chiko pergi dari hadapannya. Chika memegangi tangan Chiko yang gemetaran, lalu memeluknya seperti boneka.

“Jangan pergi ihh, ntar gue sendirian. Tidur disini aja ya,” ucap Chika menyeka air matanya yang hendak keluar.

Tidak tega melihat Chika yang ingin menangis, akhirnya Chiko pun berdiam diri di atas ranjang milik Chika. Mengelus-elus puncak kepala gadis itu supaya cepat tidur, walaupun tangannya bergetar hebat, tetapi ia harus bisa menahannya demi membuat Chika tenang.

Lama-kelamaan Chika pun tertidur di pelukan Chiko. Tanpa sadar Chiko pun ikut terlelap karena hari sudah larut malam, mereka tidur dengan tangan yang saling menggenggam satu sama lain. Lalu kepala Chika diletakan di bahu Chiko, sedangkan kepala Chiko di letakan di kepala Chika membuat kehangatan disana.

*****

Pagi hari kian datang, menyapa kedua orang yang masih terlelap di atas ranjang kamar Chika. Perlahan kedua bola matanya terbuka karena merasakan tidurnya tidak nyaman, bahkan badannya pun terasa remuk.

Begitupun dengan Chiko yang meraba-raba, mencari selimut karena cuacanya yang dingin. “Ck, selimut gue dimana sih.”

Chika mengucek-ngucekan matanya kaget saat mendengar suara serak khas bangun tidur dari samping tempat tidurnya. Saat kesadarannya sudah terkumpul penuh, barulah Chika tersadar kalau dirinya tidak tidur seorang diri. Melainkan bersama orang yang semalam menjadi pasangannya.

“AAAAAA!!”

Chiko bangun dari tidurnya dengan rambut acak-acakan. “Hah ... hah ...”

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Chika memukul Chiko dengan brutal menggunakan bantalnya, sambil berteriak-teriak seperti orang yang baru saja kehilangan kehormatannya. “Pergi lo bangsat! Lo apain gue semalem?! Huaaa ... Mama!”

Chiko meringis kesakitan, lelaki itu bangkit dari duduknya dan mencekal lengan Chika kuat-kuat. “Gue nggak ngapa-ngapain lo, semalem lo mabuk. Dan gue ketiduran di kamar lo, jadi—.”

“Gue nggak mau denger alasan lo, keluar cepet!” bentak Chika mendorong tubuh Chiko sehingga lelaki itu keluar dari kamarnya.

Brakh!

Pintu kamar Chika tertutup rapat. Gadis itu langsung berlari ke atas ranjangnya dan menutupi seluruh tubuhnya menggunakan selimut tebal akibat malu dengan apa yang semalam ia lakukan kepada Chiko.

Huaa gue malu banget! jerit Chika di dalam hatinya.

******

Siang harinya Chika menjenguk Cellin ke rumah sakit. Seharian penuh ia belum menjenguk sahabatnya itu, karena itulah ia akan menjenguknya hari ini. Dan berharap sahabatnya sudah bangun dari komanya.

“Gimana keadaan Cellin, Mah?” tanya Chika kepada Melina yang baru saja keluar dari toilet ruang rawat Cellin.

Melina menundukkan kepalanya, lalu tersenyum tipis. “Belum ada perkembangan apa-apa. Mungkin seminggu lagi Cellin akan sadar, kita berdo'a saja supaya Cellin cepat siuman.”

Chika menganggukkan kepalanya. “Seminggu lagi Chika ada latihan olimpiade untuk seminggu ke depan. Mamah bisa 'kan jagain Cellin sebulan penuh ini?”

Melina tersenyum tipis sambil menganggukkan kepalanya, mengiyakan. “Kalau Mamah nggak ada kerjaan numpuk, pasti Mamah jagain Cellin. Bagaimanapun Cellin sudah Mamah anggap sebagai anak Mamah sendiri.”

Chika terdiam sejenak, berjalan mendekati Cellin yang masih setia memejamkan matanya. “Mamah nggak kerja?”

“Kerja disini, Mamah takut ada apa-apa sama Cellin. Kalau kamu nggak keberatan, apa boleh Mamah titip Cellin sama kamu siang ini?” tanya Melina dengan tatapan ragu.

“Boleh dong Mah, Mamah kerja aja. Kebetulan Chika juga nggak ada kerjaan hari ini,” ucapnya tersenyum singkat.

Setelah mengobrol cukup lama bersama anak semata wayangnya. Barulah Melina keluar dari ruang rawat Cellin, berniat untuk pergi ke kantor, tempat kerjanya berada.

Chika mengelus-elus puncak kepala Cellin. Tanpa sadar kedua tangannya bergerak pelan. Chika yang menyadari hal itu, langsung menegakkan tubuhnya. “Cell ... Cellin!”

Tangan Cellin terus bergerak pelan. Hingga suara lemas pun terdengar jelas di kedua telinga Chika saat ini.

“C-carlos ...”

Chika beranjak dari atas ranjang Cellin. Ia kaget saat mendengar Cellin memanggil Carlos? Bukan Mamahnya atau Papahnya yang sedang bekerja diluar negeri.

“Cell, lo udah sadar?” Tidak ada sahutan apapun dari Cellin.  Chika segera memanggil dokter agar segera datang ke ruang rawat sahabatnya.

Siapa Carlos? batin Chika bertanya.

_________________________________________

Next!:-(

Fight Smart [SELESAI]Onde histórias criam vida. Descubra agora