PART 27

162 24 0
                                    

Chika merebahkan tubuhnya di ranjang yang tampak asing baginya. Chika tersenyum mengingat Kejadian tadi, saat Chiko banyak membisikan rumus-rumus matematika di telinga yang terbuka. Chika menutup wajahnya, malu. Entah kenapa akhir-akhir ini Chika sering membayang-bayangkan lelaki bersamanya setiap saat. Siapa lagi kalau bukan Chiko, lelaki pintar yang mampu membuat Chika terpana.

“Astaga Chika, sadar! Chiko milik Cellin. Lo nggak boleh suka sama dia.” Chika mengetuk-ngetuk kepalanya, berharap bayang-bayang Chiko akan hilang dari khayalannya.

“Aghhhh! Kenapa tuh cowok selalu ada di pikiran gue sih.” Kesal Chika menendang-nendang selimut yang menutupi tubuhnya.

Jam dinding menunjukkan pukul 22:45. Tetapi sampai kini Chika belum bisa tidur sama sekali. Bahkan matanya pun enggan tertutup, karena jika ia menutup matanya. Maka bayang-bayang wajah Chiko yang tersenyum selalu menghantui pikirannya.

“Gimana gue mau tidur, kalau tutup mata aja selalu ada muka dia,” cicit Chika pelan.

Karena bosan tidak bisa tidur sama sekali. Chika pun keluar dari perumahannya, berjalan ke arah taman dekat kamarnya yang berjarak tidak jauh dari sana. Chika duduk di kursi panjang yang berada di taman itu. Memandangi bulan yang bersinar cerah.

“Bulannya cantik ya.”

“Hah!” Chika berlonjak kaget mendengar suara Chiko yang sudah berada di sebelahnya. Lelaki itu terkekeh geli melihat ekspresi Chika yang terkejut atas kehadirannya.

“Ishhh ngagetin aja,” ketus Chika mengelus-elus dadanya.

“Nggak ngagetin, kok. Lo nya aja yang terlalu fokus lihatin itu bulan, sampe nggak nyadar ada gue disini,” ucap Chiko menatap bulan dan bintang yang terlihat bersinar terang.

Chika mengerucutkan bibirnya beberapa centi. Lalu duduk bersebelahan dengan Chiko. “Chik, lo yakin nggak. Kalau perlombaan kali ini, kita akan menang?”

Chiko terdiam sejenak. “Yakin nggak yakin, sih. Para peserta kemarin nggak dapat diremehin gitu aja. Mereka sama-sama pintar, dan gue nggak tahu. Kedepannya kayak apa.”

Chika menganggukkan kepalanya. “Kalau gue ngundurin diri—.”

“Jangan aneh-aneh, Chika. Kita udah belajar lebih dari sebulan. Jangan karena saingannya banyak. Kita jadi patah semangat.” Potong Chiko tanpa menoleh ke arah Chika yang kini menundukkan kepalanya.

****

Carlos tersenyum kala melihat separuh jiwanya pulih kembali. Cellin, gadis itu kini tengah mengisi perutnya dengan Carlos yang masih setia menyuapinya sampai akhirnya Cellin bersuara. “Udah ihh, makanannya pahit.”

“Sedikit lagi Cell, kamu udah sebulan nggak makan. Makan pake selang infus aja pasti nggak kenyang,” ucap Carlos memaksa Cellin agar memakan makanannya.

Cellin menganggukkan kepalanya pelan. Lagipula makanannya hanya ada satu suapan lagi, jadi Cellin tidak harus ngambek-ngambekan seperti biasa.

“Gue kangen Chika,” cicit Cellin lemah.

Carlos membersihkan bekas makanan yang berada di bibir pucat Cellin. Laki-laki itu mengenggam tangan Cellin, memberinya kehangatan. “Gue anter ke Bandung, mau?”

Cellin mengerjap-ngerjapkan matanya polos. “Beneran?”

Carlos menganggukkan kepalanya sambil mengacak-acak rambut Cellin. “Biar jadi kejutan. Kita datang tepat di akhir perlombaan. Empat hari lagi, kita akan bertemu mereka dan satu lagi. Menjelaskan tentang hubungan kita sama Chiko dan Chika.”

“Siap komandan!” seru Cellin memberikan hormat kepada Carlos.

Melina yang berada di ruang rawat Cellin pun tersenyum tipis. Tidak lama kemudian ia meninggalkan kamar Cellin karena ada pekerjaan yang harus segera ia kerjakan.

Cellin, Chika. Semoga kalian mendapatkan kebahagiaan yang tidak pernah Mamah dapatkan.

__________________________________________

Semangat🤟

Fight Smart [SELESAI]Where stories live. Discover now