PART 07

207 44 1
                                    

“RUCHIKA!”

Bugh.

Cherryl melempar tas ranselnya, tepat di kepala Cellin yang sedang berteriak-teriak memanggil Chika dari luar kamarnya. Cellin melempar tas itu kepada miliknya kembali. “Cher, Chika mana?”

Cherryl mendengkus kesal. “Chika lagi nggak sehat badan. Semalem kalian emang kemana aja sih? Kok bisa, Chika sakit kayak gini?”

Cellin terbelalak kaget. “Sakit?” tanya Cellin yang di angguki oleh Cherryl. “Kok bisa sih? Tapi sumpah. Gue nggak tau kalau Chika sampe sakit kayak gini. Gue aja nggak tau dia pulang sama siapa.”

Cherryl mengernyitkan dahinya heran. “Nggak pulang bareng? Maksud lo?”

Cellin gelagapan dengan pertanyaan Cherryl barusan. Tidak mungkin 'kan kalau Cellin menceritakan, bahwa dirinya makan bersama Carlos yang notabenenya Adik dari Chiko. Dan apalagi menceritakan tentang makan malam yang mengenaskan itu. Mungkin Cellin akan menanggung malu setengah mati di hadapan sahabatnya.

Cellin menggelengkan kepalanya. “Nggak—.”

Ceklek.

Pintu kamar Chika terbuka lebar. Menampakkan wajah gadis cantik mengenakan jaket tebal berwarna pink dengan rambut yang dibiarkan tergerai indah.

“Chik, kalau masih sakit, nggak usah dipaksain buat sekolah deh. Apalagi ini 'kan hari Kamis, jadwalnya kita olahraga,” kata Cherryl dengan wajah khawatirnya.

Chika tersenyum tipis. “Gue nggak papa, cuma demam dikit aja. Nggak usah lebay deh, gue tuh cuma kena flu doang karena habis hujan-hujanan semalem, bukan sakit sekarat.”

Cellin menundukkan kepalanya. “Chik, maafin gue ya. Pasti lo pulang sendirian semalem. Gue minta maaf, karena nggak bisa bantuin lo saat hujan itu turun.”

Chika tersenyum sambil menganggukkan kepalanya lemas. Ia memeluk tubuh Cellin agar gadis itu tidak merasa bersalah. “Gue nggak papa, Cell. Ehh iya, semalem 'kan Chiko nggak temuin lo, terus lo semalem sama siapa dong?”

Mampus!

Cellin menggaruk-garuk kepalanya. “Semalem gue, jadinya jalan sama—.”

“CHIKA! AYO BERANGKAT!” Ucapan Cellin terpotong karena teriakan dari Tarjo yang membuka pintu rumah Chika lebar. Memang Tarjo adalah teman terdekatnya setelah Cellin. Laki-laki itu bersebelahan rumahnya dengan Chika. Jadi, tidak heran jika Tarjo setiap hari bermain ke rumahnya.

Cellin menghela napas lega. Untung saja ada Tarjo yang berteriak. Jadi Cellin tidak harus berbohong kepada kedua temannya untuk kegiatan semalam.

Maafin gue, Chik. Gue nggak mau kalau lo tau gue suka sama cowok playboy.

******

Matahari bersinar terang, menyinari murid-murid yang kini tengah berkumpul di lapangan. Sudah dipastikan mereka akan melakukan kegiatan olahraga. Pak Bonto yang menjadi pelatih olahraga pun meniup peluitnya panjang.

Prittt ...

Murid-murid kelas XI IPA 2 sudah berbaris rapi di tengah-tengah lapangan. Begitupun Chika dan keempat temannya. Cellin terus saja mencuri-curi pandang ke arah Chika. Takut, kalau gadis itu akan jatuh pingsan karena tidak kuat berolahraga.

“Chik, mending lo izin sama Pak Bonto, kalau hari ini lo nggak bisa ikut olahraga karena sakit.” Saran Cherryl yang di angguki oleh Cellin.

Namun sepertinya Chika tidak mau. Gadis itu menggelengkan kepalanya pelan. Merangkul kedua bahu sahabatnya sambil berbisik. “Gue kuat. Gue Chika, dalam rumus Chika, nggak ada kata izin. Nilai adalah segalanya.”

Cherryl menghembuskan napasnya lelah. Beginilah kalau punya sahabat pelajar garis keras. Selama Chika bersekolah, dia tidak pernah alfa. Kecuali kalau waktunya darurat seperti sekarang.

“Tapi gue takut lo pingsan, Chik. Mending ke UKS aja yuk.” Ajak Cellin menarik pergelangan tangan Chika. Namun, gadis itu tetap pada pendiriannya. Ia tidak mau kemana-mana selain mengikuti kegiatan olahraga. Dan kebetulan hari ini adalah penilaian setiap murid yang aktif dalam kegiatan berolahraga.

Chiko yang melihat Chika memakai jaket tebal pun menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tentu tahu kalau gadis itu tengah sakit akibat hujan-hujanan semalam. Karena dirinya pun sama.

Melihat wajah Chika yang memucat seperti mayat hidup pun tidak tega. Kaki jenjangnya berjalan mendekati Chika yang tengah berdiri dengan badan sempoyongan.

“PAK!” panggil Chiko mengangkat tangannya ke atas.

Semua murid tertuju kepadanya. Bahkan Chika yang berada di sebelahnya pun memekik kaget. Saat Pak Bonto menatap Chiko penuh tanda tanya, melihat hal itu, barulah lelaki itu melanjutkan ucapannya kembali. “Chika lagi nggak enak badan, Pak. Boleh saya antar dia ke kelas 'kan?”

Chika memelototinya galak. “Apaan sih, lo. Gue nggak papa!”

Pak Bonto menatap Chika dan Chiko bergantian. Karena melihat wajah Chika yang pucat, Pak Bonto pun percaya. “Silahkan. Dan kamu, balik lagi ke sini.”

Chiko tersenyum, lalu menarik tangan Chika untuk berjalan mengikutinya. Dengan ogah-ogahan Chika mengikuti langkah kaki Chiko pelan. Lagipula kepalanya memang sangat pusing hari ini.

Setelah cukup lama berjalan, akhirnya mereka pun sampai di kelas XI IPA 2 yang tampak sepi bagaikan kuburan. Chiko mengantarkan Chika sampai di bangku mereka berdua.

“Lo mau gue beliin apa? Roti, bubur, atau—.”

“Soto ayam, pedesnya banyakin.” Potong Chika membuat Chiko menggeleng-gelengkan kepalanya. Yang benar saja, Chika akan memakan soto di pagi hari seperti ini. Itu tidak baik untuk kesehatan bukan?

“Lo lagi sakit, nggak boleh makan pedes-pedes. Ganti menu yang lain,” ketus Chiko melipat kedua tangannya di depan dada.

Chika mendengus sebal. “Ya udah bakso aja, tapi kasih bumbu cabai, oke.”

Lagi-lagi Chiko menggelengkan kepalanya. “Nggak!”

“Terus apa dong? Seblak.”

Chiko mendengus sebal. Lalu tanpa mendengarkan keinginan Chika. Laki-laki itu segera meninggalkan kelas membuat Chika terbelalak kaget. Chika yang tersadar pun menganga lebar.

Ishhh tuh orang, main tinggalin gue aja. Sendirian lagi?

Karena pusing di kepalanya tidak hilang-hilang. Chika mencoba memejamkan matanya di atas meja, menenggelamkan wajahnya di kedua lipatan tangan mungilnya.

Tidak lama kemudian, Chika mendengar suara langkah kaki seseorang yang mendekati bangkunya. Karena penasaran, Chika pun bangun dari tidurnya.

“Lo-—.”

“Makan!” sentak Chiko datar.

Chika mengerjap-ngerjapkan matanya polos. Tentu saja Chika kaget karena Chiko menaruh bubur ayam tanpa sambal ke mejanya. Tak lama kemudian, Chika mendengus sebal. Kalau ujung-ujungnya dibelikan bubur, kenapa harus ada acara nanya-nanya segala tadi?

“Makan Chika, jangan diliatin doang,” ketus Chiko geram dengan Chika yang malah memperhatikan buburnya ketimbang dirinya yang berada di hadapannya.

“Ish, iya-iya. Nih gue makan,” balas Chika diiringi dengan decakan sebalnya.

Chiko tersenyum tipis. Mengacak rambut Chika lembut. Lalu membalikkan badannya, berniat untuk kembali ke lapangan. Chika yang melihat gerak-gerik Chiko pun menahan pergelangan tangan laki-laki itu.

“Chiko!” Spontan laki-laki itu menoleh ke belakang karena mendengar namanya dipanggil oleh Chika, lemah. “Thanks.”

“Hmmm.”

___________________________________________

Dah nggak tau lagi mau ngapain.

Intinya, selamat menunggu, dan jangan lupa jejak huhu.

=_=

Fight Smart [SELESAI]Where stories live. Discover now