PART 18

173 26 3
                                    

Chika menjalankan kaki jenjangnya menuju parkiran, berniat untuk segera pulang dan melongok sahabat kecilnya. Tetapi saat Chika melangkah, tiba-tiba tangannya ditarik oleh seseorang dari belakang sehingga langkah kaki Chika berhenti, tepat di gerbang sekolahan yang baru saja dibuka olehnya.

“Lo mau kemana? Ini jadwalnya kita latihan. Lo tau 'kan sebulan lagi kita bakalan olimpiade tingkat nasional.” Sudah Chika duga kalau orang itu adalah Chiko. Memangnya siapa lagi orang yang bersikeras akan pelajaran? Hanya Chiko dan Chika.

Gadis itu menoleh ke belakang dengan bibir yang dimajukan beberapa centi. “Gue izin dulu nggak papa kali, ini udah siang hampir sore. Dan gue mau nemenin Cellin di rumah sakit, lo tau 'kan maksud gue apa?”

Chiko menggelengkan kepalanya singkat. “Meskipun Cellin itu sahabat lo, tapi lo harus konsisten dong. Dengan lo kayak gini, Bu Jurina bakalan nggak percaya lagi sama lo. Dan itu sama aja lo ngejatuhin harga diri lo sendiri karena ngehiatin kepercayaan Bu Jurina yang udah Nerima lo, untuk mewakili perlombaan alimpiade tingkat nasional.”

Chika mengerucutkan bibirnya kesal. Kalau dipikir-pikir saran dari Chiko memang benar adanya. Tetapi ia harus menjaga Cellin di ruang sakit. “Gue nggak bisa—.”

“Kenapa?” Potong Chiko bertanya. Lelaki itu menghela nafas panjang. “Lo nggak usah khawatir sama Cellin, dia banyak yang jagain. Terutama temen kita. Tarjo, Cherryl, Anton. Mereka yang akan jagain Cellin sampai malam.”

Chika mengerutkan keningnya terheran. “Lo tau darimana kalau mereka jagain Cellin di rumah sakit?”

Chiko berdecak sebal karena Chika bukanlah tipe cewek yang gampang percaya kalau belum melihat buktinya langsung. Karena terlalu lama berdiri di parkiran, akhirnya Chiko mengeluarkan handphonenya dan menyodorkannya kepada Chika.

“Itu pesan dari Anton sebelum pulang. Dia bilang kalau lo boleh latihan sama gue sampai jam empat sore, dan selama itu juga, mereka yang akan jagain Cellin. Mungkin sampai malem nanti,” ucap Chiko  memperjelas apa arti dari chatingannya dengan Anton.

Setelah melihat buktinya, barulah Chika percaya. Gadis itu menganggukkan kepalanya seraya melangkahkan kakinya menuju perpustakaan tanpa memperdulikan Chiko yang kini menatapnya tajam.

“Hey gue yang ngajak, kenapa lo yang jalan duluan? Tungguin woi!”

*****

Selesai latihan di perpustakaan, Chika dan Chiko langsung pulang menuju rumah sakit. Tetapi sebelum itu, Chiko berinisiatif untuk mengajak Chika makan di restoran kesukaannya. Karena Chiko belum memberitahu Chika, jadi gadis itu pelenga-pelongo menatap Chika yang kebingungan.

“Kok lewat kanan? Bukannya rumah sakit harusnya lewat kiri ya?” tanya Chika menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

Chiko menganggukkan kepalanya. “Emang, tapi gue laper.”

Chika menganga lebar mendengar jawaban singkat dari Chiko. Gadis itu memukul paha Chiko sambil berkata, “Terus apa hubungannya sama gue? Bangke!”

“Gue minta temenin.”

Chika menggeleng-gelengkan kepalanya tidak mau.

Chiko yang melihat respon Chika seperti itu kembali berbicara. “Gue yang traktir, tenang. Uang gue masih banyak dikartu ATM, jadi lo nggak perlu khawatir kalau ntar dompet gue kering akibat ngasih makan sepiring cuma buat lo doang.”

Chika mendengkus kesal. Tetapi ia juga harusnya berterimakasih kepada Chiko karena memang sedari tadi ia belum makan sesuap nasi pun. Mau bilang terimakasih saja ia gengsi, jadi niatnya yang akan berterimakasih ia tunda sampai perutnya benar-benar terisi.

Lama melajukan mobil putihnya. Akhirnya Chiko dan Chika pun sampai di restoran kesukaan Chiko yang berada di dekat danau. Kedua bola mata Chika berbinar, menandakan dirinya bahagia.

“L-lo tau darimana restoran sekeren ini?” tanya Chika terasa gugup karena takjub akan keindahan danau yang di sampingnya terdapat restoran serba megah dan mewah.

Chiko tersenyum tipis melihat senyuman berbinar dari gadis itu. Aneh rasanya jika Chiko bahagia melihat Chika yang bahagia karenanya. Padahal keduanya selalu berantem walaupun dalam masalah sepele.

“Chik, lo beneran mau traktir gue di restoran bintang lima kayak gini?” tanya Chika tidak yakin, sebab Chika baru saja translate google dan ternyata restoran ini paling mahal se-Indonesia. Lebih parahnya lagi, makanannya pun mencapai satu miliar dari satu porsi.

Sebab itulah Chika bertanya, apakah Chiko yakin mentraktirnya di restoran semahal ini? Tatapan Chiko begitu datar sehingga Chika bingung mau berbicara seperti apa lagi. Mending ia diam sambil melihat-lihat danau yang terlihat begitu indah.

Saat mereka berdua berdiri di pinggir danau, ada seorang pelayan yang menghampirinya secara tiba-tiba. “Sore Tuan Muda. Apa ada yang bisa saya bantu?”

Chika mengernyitkan dahinya heran. Kenapa pelayan ini menyebut Chiko sebagai Tuan Muda? Dan kenapa pelayan itu menundukkan kepalanya kepada Chiko seperti memberi hormat kepadanya?

“Buatkan beberapa makanan enak buat saya. Dan nanti, kamu antar ke meja nomor 16 yang berada di ujung danau,” ucap Chiko datar.

Pelayan tersebut menundukkan kepalanya lagi. “Baik Tuan, akan saya buatkan langsung. Kalau begitu saya permisi.”

Chiko menganggukkan kepalanya, menarik pergelangan tangan Chika menuju ujung danau yang Chiko tahu ada meja nomor 16. Meja kesukaannya sejak kecil.

Chika masih bingung dengan perilaku Chiko kepadanya. Setelah sampai, Chika menepis tangannya kasar. Menatap Chiko dengan tatapan sengit. “Maksud lo apa bawa gue kesini?”

Chiko menghembuskan napasnya pelan. “Ngajakin lo makan, emang salah?”

Chika menggelengkan kepalanya. “E-enggak. Tapi kenapa gue ngerasa pelayan tadi ngehormatin lo banget. Gue mau tanya, lo itu siapa sih sebenarnya?”

“Manusia,” jawab Chiko singkat.

Chika menggeram kesal. Semua orang juga tahu kalau Chiko memanglah manusia. “Iya gue tahu, lo itu manusia bukan setan. Tapi maksud gue, lo siapa disini?”

Chiko menatap Chika dengan senyum miringnya. Ia mendudukkan tubuhnya dengan santai di kursi nomor 16 itu, mengangkat kakinya layaknya seorang raja. “Mau jujur atau bohong?”

“Jujur lah,” ketus Chika kesal dengan tingkah Chiko sore ini.

Chiko menganggukkan kepalanya. Menatap sekeliling restoran yang terlihat ramai akan pengunjung. Kemudian tatapannya jatuh kepada Chika yang menatapnya menunggu jawaban.

“Gue anak bos yang punya restoran ini, percaya?”

Brakh.

“WHAT!”

_________________________________________

Selalu update walaupun sepi pengunjung;-)

Fight Smart [SELESAI]Where stories live. Discover now