PART 12.

185 30 0
                                    

Murid-murid kelas XI IPA 2 sedang mengerjakan soal-soal latihan yang cukup membuat otak mereka hampir hancur. Tetapi kenyataannya tidak sama sekali, karena Chika tampak tenang mengerjakan soal-soalnya, apalagi Chiko yang sedari tadi tidak mengeluarkan suara atau sekedar bertanya kepada Bu Jurina yang tengah mengajari mereka.

Chika merasa canggung dengan lelaki yang berada di sampingnya. Ingatannya kembali kepada ucapan laki-laki itu saat berada di dalam perpustakaan. Kata-kata manisnya kini terngiang-ngiang di kepalanya seperti kincir angin yang berada di pesawahan.

Keadaan kelas XI IPA 2 tampak hening, bukan karena tidak ada pembahasan. Hanya saja mereka takut kena hukum oleh Bu Jurina, sebab mengobrol saat jam pelajaran dimulai. Tidak baik bukan, kalau saat jam pelajaran kita mengobrol kesana-kemari. Selain mengganggu konsentrasi belajar, mereka juga bisa menggangu tetangga kelas yang berada di sebelah kelasnya.

Kring—.

Jam pelajaran kian berakhir. Semua murid-murid mengumpulkan tugasnya masing-masing kepada Bu Jurina yang berada di depan. Saat Chiko ingin kembali ke bangkunya, tiba-tiba Bu Jurina memanggilnya.

"Chiko!"

Spontan laki-laki itu membalikkan badannya. "Iya, Bu. Ada apa?"

Bu Jurina meletakkan buku-buku yang berada di tangannya. "Ibu sudah lihat semua pelajaran-pelajaran yang kamu kerjakan dari mulai kamu masuk sekolah hingga sekarang. Dan saya ingin mengumumkan kepada kalian—."

Bu Jurina menjeda ucapannya seraya menghela napas panjang, melihat ke arah murid-murid yang berada di kursinya masing-masing. Mereka tampak penasaran dengan ucapan Bu Jurina selanjutnya, terlihat dari matanya yang tertuju kepadanya.

"Ibu sudah putuskan. Bahwa olimpiade matematika tingkat nasional bulan ini, akan dipimpin oleh Chiko!"

Brakh!

Semua murid-murid yang berada di kelasnya terbelalak matanya kaget. Setelah mendengar ucapan Bu Jurina, mereka dikejutkan dengan gebrakan meja dari belakang. Semua pandangan yang tadinya melihat ke arah Bu Jurina, sekarang beralih menatap Chika. Ya, karena dialah orangnya.

Chika berjalan ke depan menghampiri Chiko serta Bu Jurina yang memegangi dadanya, menenangkan jantungnya yang kian berdetak kencang akibat terkejut. Terlihat dari tatapannya, gadis itu tidak terima dengan apa yang dikatakan Bu Jurina kepada mereka barusan.

"Saya nggak setuju, Bu! Seharusnya saya yang dipilih untuk mewakili sekolah ini, bukan dia!" sentak Chika bersedekap dada.

Chiko memutar bola matanya malas. "Kenapa nggak terima, iri?"

Pertanyaan dari Chiko membuat tangan Chika mengepal kuat. Chika menatap Bu Jurina memintanya penjelasan. "Bukannya tahun lalu, Chika yang mimpin ya, Bu. Kenapa tiba-tiba harus dia?"

Bu Jurina menghela napas berat. "Saya tahu Chika. Kamu dan Chiko mempunyai kecerdasan yang tinggi, tetapi saat saya koreksi lebih jauh. Chiko lebih pantas untuk mewakili sekolah kita."

Chika mendengus kesal. "Jadi maksud Ibu, saya nggak pantas buat mewakili sekolah? Kenapa? Bu!"

Bu Jurina menggeleng-gelengkan kepalanya, ia tentu saja tidak bermaksud untuk menggantikan Chika dari posisinya, tetapi kecerdasan yang Chika miliki, tidak sepadan dengan yang Chiko miliki.

"Pokoknya saya tidak setuju. Ibu harus pilih saya—."

"YA ALLAH CHIKA!" potong Tarjo berteriak. "Lo kenapa jadi cewek irian gini? Biasanya juga bodo amat."

Cellin menatap Tarjo tajam. "Kalau menyangkut soal pelajaran, olimpiade, kepintaran, murid teladan. Chika nggak boleh terkalahkan."

Cherryl menganggukkan kepalanya, menatap Chika sembari membela teman satunya itu. "Betul-betul-betul. Chika, semakin di depan."

Fight Smart [SELESAI]Where stories live. Discover now