PART 08

212 38 1
                                    

Kelas yang tadinya sunyi bagaikan kuburan. Sekarang ramai bagaikan pasar. Tentu saja itu semua karena guru yang mengajari mereka, sudah keluar dari kelasnya saat pelajarannya terselesaikan.

Chika yang sudah tidak pusing pun berniat membaca ulang buku pelajarannya. Chiko melirik Chika yang mulai membuka bukunya. Karena bosan, ia pun ikut membaca buku pelajarannya.

Saat mereka berdua fokus membaca. Tiba-tiba ada seseorang yang menggebrak mejanya sambil cengar-cengir tanpa dosa. "Jalan-jalan ke negara Maroko. Jangan lupa membeli paku. Hei kalian Cikha, Chiko. Tiada hari tanpa buku."

Chika yang mendengar pantun dari Tarjo pun segera melebarkan bukunya. "Buah markisa disusun berjajar. Ambil paku di dalam sangkar. Biar bisa teruslah belajar. Bacalah buku supaya pintar."

"Buahahhahaha!" Sontak saja semua teman-temannya tertawa mendengar balasan pantun dari Chika.

Tarjo yang mendengar tawaan mengejek dari teman-temannya pun mendengkus sebal, dengan tangan yang dilipatkan di depan dada, pertanda Tarjo sedang kesal.

"Kalah talak lo, Jo. Yang sabar yeh," ejek Anton menggeplak kepala Tarjo.

"Emang the best nih bocah, kalau menyangkut soal pelajaran perpantunan." Puji Tarjo menatap Chika malas. Bagi Tarjo, Chika adalah teman cerdasnya. Bukan karena otaknya. Melainkan, dengan kata-katanya yang cukup membuat semua orang kalah talak, seperti Tarjo sekarang.

"Chika, dilawan," celetuk Cellin menyenggol lengan Chika agar gadis itu tidak fokus membaca terus.

Chika hanya tersenyum tipis sambil menahan tawanya agar tidak pecah. Lihat saja wajah Tarjo ini? Sama seperti monyet yang sedang kelaparan. Wajahnya lesu, bibirnya di monyongkan ke depan, dan lebih parahnya lagi, tangannya menggaruk-garuk belakang kepalanya bak orang utan yang tersesat.

"Ehhh guys, kemaren gue dapet kabar dari Jodi kelas IPS 1. Katanya di deket rumah dia ada pasar malam dan itu rame banget. Jarang-jarang 'kan kita main bareng ke pasar malem. Gimana kalau nanti malem kita main kesana? itung-itung refreshing," ucap Cherryl mengalihkan pembicaraan.

Chika yang sedang membaca buku pelajarannya pun berhenti karena ucapan Cherryl. kemudian melihat kepada kedua teman laki-lakinya secara bergantian.

"Gimana? Kalian mau nggak?" tanya Chika kepada teman-temannya.

Anton dan Tarjo menganggukkan kepalanya. Lalu tidak lama setelahnya Tarjo pun membuka suara. "Gue sih ayo, Chik. Lo mau ikut nggak?"

Chiko nampak berpikir sejenak. Tanpa ia sadari tatapan matanya jatuh kepada Chika yang berada di sebelahnya. "Kayaknya asik juga kalau gue ikut. Ya udah, ayo."

Semua teman-temannya tersenyum senang. Namun, tidak dengan Cellin yang masih terdiam kaku di tempatnya. Menyadari hal itu, Chika menyenggol lengan Cellin, agar perempuan itu tidak melamun. Tanpa persetujuan Cellin, Chika menarik kuping gadis itu, lalu berbisik. "Ini saat yang tepat, buat lo deketin Chiko. Lo harus ikut."

Cellin meneguk salivanya gugup. Mendengar bisikan tegas dari Chika membuatnya merinding setengah mati. Memang sudah Cellin duga, hal ini akan terjadi kepadanya. Melihat tatapan Chika yang tersenyum lebar kepadanya saja membuat Cellin curiga.

Cellin menggelengkan kepalanya pertanda tidak mau. Tetapi Chika tetap memaksanya dengan tatapan tajam yang dimiliki gadis itu. Kedua bola mata Chika membulat sempurna seakan-akan berkata.

Lo, harus mau!

Cherryl yang mengerti arti tatapan tersebut pun bersuara. "Cell, anter gue ke toilet yuk. Gue takut kalau sendirian hehe."

Cellin mengerucutkan bibirnya kesal. Pasti Cherryl juga akan memaksanya seperti tatapan Chika, barusan. "Hmm, ayo."

Chika menundukkan kepalanya, mengeluarkan benda pipih berwarna hitam di dalam saku celananya dengan hati-hati. Sebelum mengetikkan sesuatu di keyboardnya, ia melirik ke arah teman-temannya yang terlebih dahulu.

Setelah dirasakan aman, barulah kedua tangannya menari-nari di atas layar handphonenya pertanda Chika sedang mengetik.

CellinAup: Ikut, atau gue nggak anggap lo sebagai sahabat gue.

*****

Cellin mendengkus sebal, sebab Chika memaksanya dari siang sampai malam, agar besok Cellin ikut ke pasar malam bersama teman-temannya. Awalnya Cellin menolak mentah-mentah ajakan Chika, tetapi Chika mengancamnya membuat Cellin tidak bisa berkutik lagi. Dan disinilah Chika berada. Di rumah Cellin yang bersebrangan dengan rumahnya.

"Chik, emang harus gue yang deketin Chiko. Kenapa nggak lo aja?" tanya Cellin ragu.

Chika menjitak kepala Cellin gemas. "Kalau gue yang deketin dia, itu sama aja gue keluar dari mulut singa, masuk ke mulut harimau. Sama-sama bahayanya, Lin."

Cellin mengerucutkan bibirnya kesal. Chika memang sahabat kecilnya, tetapi apakah harus Cellin kabulkan semua permintaannya, karena Chika adalah sahabat terbaiknya?

"Kalau bukan karena sahabat. Nggak mungkin gue nurutin kemauan lo, sat!" geram Cellin beranjak dari duduknya meninggalkan Chika yang masih setia tersenyum senang di kursi ruang keluarga.

_______________________________________

Next? =_=

Fight Smart [SELESAI]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant