PART 17

153 24 0
                                    

Chika terus saja menangis di pelukan Melina tanpa henti. Begitu juga dengan Melina yang sudah menganggap Cellin sebagai anaknya sendiri. Melina sempat tidak percaya kalau Cellin akan mengalami koma seperti ini, tetapi setelah menunggu lamanya Cellin tak kunjung membuka matanya. Barulah ia percaya, kalau Cellin benar-benar koma.

“Ini semua salah Chika Mah, coba aja kalau Chika nggak beli minum ke warung sebrang sekolahan. Mungkin kecelakaan ini nggak akan terjadi ... a-aku minta maaf,  Mah.” Melina menggelengkan kepalanya, mengusap punggung Chika, berusaha menenangkannya.

“Kamu nggak perlu minta maaf sayang, ini semua sudah takdir. Cellin pasti sembuh, dia hanya perlu istirahat saja, jangan terus salahkan diri kamu, nak.” Tatapan sayu yang dipancarkan Chika membuat hati Melina terasa hancur. Bagaimanapun Chika adalah anak kandungnya, ia tidak tega melihat anaknya sendiri terus saja menyalahkan dirinya sendiri mengenai kecelakaan yang Cellin alami.

“Ini udah malem sayang, kamu pulang yah. Biar Mamah yang jaga Cellin malam ini, dari kemarin kamu belum istirahat, nak. Kamu terlalu fokus nemenin Cellin sampai lupa sama diri kamu sendiri,” ucap Melina khawatir kepada anaknya.

“Tapi Cellin---.”

“Ada Mamah, kamu nggak usah khawatir sama Cellin. Dia pasti sembuh, kamu do'akan saja Cellin supaya bisa main lagi sama kamu, ya. Sekarang kamu pulang, oke.”

Chika menundukkan kepalanya dengan tangan yang diletakkan di permukaan wajahnya, mengusap air matanya yang berjatuhan mengenai baju yang kini dipakai olehnya. “Ya udah, Mah. Chika pulang sekarang. Tapi Mamah juga jangan lupa makan, tadi Chika lihat Mamah cuma makan sedikit.”

Melina menganggukkan kepalanya sembari tersenyum hangat. Setelah itu Chika segera keluar dari ruang rawat Cellin dengan badannya yang lemas, mungkin inilah efek terlalu lama menangis.

Saat Chika sudah keluar dari rumah sakit. Ia celingak-celingukkan mencari kendaraan yang melintas di jalanan tersebut, berharap ada sebuah ojek atau taxi yang melewati halaman rumah sakit.

Kini jam yang berada di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul 01:55 malam. Chika yakin kalau ia menghubungi ojek online pun tidak akan ada yang datang karena sudah larut malam.

“Jam segini, dimana ada ojek coba?” tanya Chika kepada dirinya sendiri.

“Ada.” Chika bergejolak kaget saat mendengar suara berat dari belakang tubuhnya. Karena penasaran, akhirnya Chika pun membalikkan badannya. “Lo!”

Chiko menganggukkan kepalanya. “Lo mau balik 'kan? Pas. Gue juga mau balik, bareng aja.”

Chika mengernyitkan dahinya bingung. Setau Chika, Chiko sudah pulang dari tadi sore. Tapi kenapa laki-laki itu sekarang berada di hadapannya?

Melihat tatapan kebingungan dari Chika, Chiko pun mengeluarkan suaranya kembali. “Gue ketiduran di kantin dari tadi sore. Dan sekarang gue mau pulang, mau bareng nggak.”

Chika mengerjap-ngerjapkan matanya polos. “Jadi, lo belum pulang dari tadi?” Pertanyaan dari Chika langsung dijawab dengan anggukan singkat dari laki-laki berkacamata putih itu.

Melihat Chika yang diam saja membuat Chiko menghela nafas panjang. Tanpa menawari Chika lagi, Chiko segera masuk ke dalam mobilnya sambil berkata. “Gue duluan, males di ghosting sama lo.”

Mendengar hal itu Chika tersadar dari lamunannya. Berhubung malam ini tidak ada ojek ataupun taxi yang lewat, Chika pun segera berlari memasuki mobil putih milik Chiko.

“Gue ikut!”

*****

Keesokan paginya hari-hari Chika terasa hampa tanpa Cellin yang berada di sampingnya. Chika mengerucutkan bibirnya kesal karena Melina menyuruhnya bersekolah terus-menerus. Padahal Chika sudah berniat ingin menemani Cellin sampai sore nanti.

“Sedih banget deh nggak ada Cellin disini, biasanya dia yang teriak-teriak kayak orang gila,” celetuk Cherryl yang mendapatkan jitakan dari Anton.

“Kalau ngomong suka bener,” ucapnya diiringi dengan tawa hambarnya. “Ehh ngomong-ngomong soal Cellin, dia dirawat dimana?”

Chika mendongakkan kepalanya menatap wajah kedua Cherryl dan Anton yang berada di atas mejanya.“Masih di tempat kemaren, tapi kata Mamah gue, Cellin harus dirawat di rumah sakit luar negeri biar proses operasinya cepet. Tapi gue nggak mau kalau harus pisah sama dia.”

Cherryl dan Anton menganggukkan kepalanya paham. Mereka tahu betul kalau Chika tidak bisa hidup tanpa Cellin, sebab dari dirinya lahir pun mereka selalu berbarengan. Apa-apa yang dilakukannya selalu sama, hanya saja prinsipnya saja yang berbeda.

Saat Anton akan mengeluarkan suaranya, tiba-tiba ada seseorang yang membuka pintu kelasnya membuat Anton mengurungkan niatnya.

Brakh.

Gebrakan meja yang disebabkan oleh lelaki jangkung tersebut membuat semua murid kelas IPA 2 tertentu kepadanya. “WELCOME TO INDONESIA! DIMANA NETIZEN BERKUASA!”

Peletak.

“Berisik tolol! Orang lagi bersedih gini malah lo teriakin,” ketus Anton menjitak kepala Tarjo yang baru saja duduk di sebelah bangkunya.

Tarjo mengerjap-ngerjapkan matanya bingung. “Hah? Bersedih. Maksud lo?”

Cherryl menepuk jidatnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “Ya ampun gue lupa, 'kan lo baru pulang ke Bogor ya? Makanya nggak tau info dua hari yang lalu.”

“Info? Info apaan?” tanya Tarjo serius.

Chika melihat Tarjo prihatin. Padahal Tarjo adalah selebriti di akun sosial medianya ditambah lagi rumahnya bersebelahan dengan rumah Cellin. Tetapi kenapa lelaki itu bisa kehilangan info seperti ini.

“Cellin kecelakaan,” cicit Chika pelan.

Tarjo melebarkan matanya kaget. “What?! Cellin kecelakaan?”

__________________________________________

Lnjt?:'(

Fight Smart [SELESAI]Место, где живут истории. Откройте их для себя