Damai dalam gelap

10.8K 854 4
                                    


HAPPY READING 🤗


"Sudah siap?" Tanya ayah menatapku, aku tersenyum dan mengangguk.

"Sudah." Ayah tersenyum, lalu mengangkat tubuhku dari bed ke kursi roda.

Hari ini aku mulai therapy, agar bisa jalan kembali. Mas Nendra pagi tadi setelah menyuapiku, mendapat telfon dari bang Alvand, diminta segera datang ke laptem, karena anggota yang akan ikut lomba ada yang mengalami kecelakaan, sedangkan lombanya menurut mas Nendra tinggal tiga hari lagi.

Aku di temani ayah, mommy dan juga mamah mertua, aku bisa mengerti ke tiga pria hebatku sibuk dengan tugas mereka masing - masing sebagai abdi negara.

Ini sudah menjadi resiko istri abdi negara, sang penjaga negri, yang memang harus mengutamakan tugasnya sebagai prajurit di banding sebagai suami.

Sedikitpun aku tidak menyesal menikah dengan prajurit, aku justru bangga menjadi istri prajurit, aku bangga menjadi bagian dari persit.

Ayah mendorong kursi roda yang aku duduki, keluar ruang rawat inap, menuju ruang fisioterapi. Mereka yang mengenalku, menatap dengan tatapan iba, aku memilih diam saja, aku tak mau saat melihat tatapan mereka, malah memancing air mataku keluar.

Kami sampai di ruang fisioterapi, dokter Dita sudah menungguku. Ayah kembali mengangkat tubuhku ke atas bed, untuk pemeriksaan terlebih dahulu.

"Bagaimana hari ini dokter Vina? Sudah lebih baik?" Tanya dokter Dita.

Aku tersenyum dan mengangguk, "Alhamdulillah dok, jauh lebih baik."

"Alhamdulillah, cek TTV dulu ya." Kata dokter Dita dan aku hanya mengangguk saja.

Ayah sedari tadi terus menggenggam tanganku, hatiku benar - benar dibuat terharu. Ayah, beliau cinta pertamaku, tak pernah marah padaku, selalu memberikan kasih sayangnya untukku.

Ayah tersenyum dan mencium keningku, "Bismillah, yakin princess ayah bisa jalan lagi, semangat nak, ayah akan selalu ada untuk kamu." Kata ayah yang suaranya terdengar bergetar dan terlihat menahan air matanya.

Aku mengangguk, "Terima kasih, ayah selalu sayang sama Vina, meskipun Vina nakal."

Ayah mengangguk dan mengusap sayang rambutku, aku menatap dua wanita hebat yang berdiri di samping ayah dan tersenyum padaku.

Aku tersenyum, "Terima kasih mamah dan mommy sudah mengurus Vina."

Mommy dan mamah mengangguk, beliau berdua sampai meneteskan air mata, membuat air mataku ingin keluar juga, tapi sebisa mungkin aku tahan, aku sudah janji dengan diriku sendiri tak akan menangis di depan keluargaku.

Selesai pemeriksaan, dokter Dita mulai melakukan therapy dengan memberi rangsangan pada syaraf di kaki.

"Apa berasa dokter Vina?" Tanya dokter Dita padaku, aku menggeleng.

"Nggak berasa apapun dok." Jawabku.

"Nggak apa - apa, wajar karena ini pertama kali, kalau sudah beberapa kali therapy baru bisa berasa jika saya sentuh." Aku tersenyum dan mengangguk.

Selama kurang lebih tiga jam aku berada di ruang fisioterapi, sekarang aku akan kembali ke ruang rawat inap.

"Terima kasih dokter Dita." Kata ayah menyalami dokter Dita.

"Sama - sama dokter Dhika, dokter Vina jangan lupa besok ke sini lagi ya, respon dari syarafnya bagus, nanti di ruangan bisa minta bantuan dokter Dhika, dokter Forza atau mamah mertua buat gerak - gerakin kakinya ya." Kata dokter Dita.

Alvina Kaulah Takdir CintakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang