38. How Fast The Night Changes

5K 598 15
                                    

Chaeyoung kecil pernah beranggapan kalau, menikah berarti sama dengan pesta, gaun putih indah, dan laki-laki tampan—bak pangeran berkuda putih—yang akan menyandang status sebagai suamimu. Lalu, mereka akan berbahagia selama-lamanya.

Namun, seiring berjalannya waktu, persepsi mengenai pernikahan bagi Chaeyoung mulai berbubah. Meski demikian, ia tidak menyangka kalau pada kenyataannya, pernikahannya sendiri berbanding terbalik dengan apa yang sempat ia yakini; tidak ada pesta, tidak ada gaun putih, dan meski Jaehyun cukup tampan namun, Chaeyoung tidak yakin laki-laki itu dapat membawa mereka menuju 'kebahagiaan selama-lamanya'.

Pernikahan Jaehyun dan Chaeyoung berlangsung dengan sangat cepat—atau malah terkesan terburu-buru. Satu minggu setelah kejadian di lobi kantor Chaeyoung, Jaehyun datang ke apartemen Chaeyoung sambil membawa formulir pendaftaran pernikahan.

Setelah berdiskusi, mereka berdua sepakat untuk hanya mendaftarkan pernikahan ke negera tanpa mengadakan pemberkatan di gereja apalagi pesta resepsi.

Beberapa hari setelah penyerahan formulir ke kantor pemerintahan, Chaeyoung mulai memindahkan barang-barangnya dan Rion ke apartemen Jaehyun. Mereka akan tinggal di sana dengan alasan apartemen milik Jaehyun jauh lebih besar.

Semua itu berlangsung begitu cepat, sampai-sampai Chaeyoung merasa ini seperti sebuah mimpi. Ia sadar ada sesuatu perubahan besar yang terjadi di dalam hidupnya namun, ia masih tidak mengetahui apa itu.

"Ini sertifikatnya." Jaehyun yang baru sampai rumah, menaruh map coklat di atas meja makan. Chaeyoung yang sedang membuat jelly untuk Rion melirik. Setelah menaruh wadah jelly berbentuk berbagai macam binatang ke kulkas, Chaeyoung menghampiri Jaehyun dan mengambil amplop yang dimaksud.

"Secepat ini?" ucap perempuan itu sambil membaca isi dari sertifikat pernikahan mereka yang akhirnya selesai diterbitkan kantor urusan sipil hari ini.

"Untuk perubahan nama marga Rion di akta kelahiran akan selesai minggu depan," tambahnya.

Chaeyoung mengangguk. Ia lalu menaruh lembaran kertas yang tadi dibacanya kembali ke dalam amplop.

"Omong-omong, Chaeyoung."

"Hm?"

"Kemarin Kak Mino menyuruh untuk memberitahu orang tuaku kalau kita sudah menikah."

"Memang kamu belum beri tahu mereka?"

Jaehyun mengangkat bahu. "Aku sudah bertahun-tahun nggak berhubungan dengan orang tuaku. Mungkin sejak aku kelas dua SMA."

Mata Chaeyoung membulat. Ia sama sekali tidak menyangka kalau Jaehyun sudah selama itu lepas kontak dengan kedua orang tuanya. Saat masih kuliah dulu, Chaeyoung mengenal Jaehyun sebagai laki-laki baik-baik. Menurutnya, laki-laki baik-baik pasti memiliki latar belakang baik-baik pula—termasuk hubungan dengan keluarga. Tapi, siapa sangka, pada kenyataannya hubungan Jaehyun dengan orang tuanya sangat buruk sampai-sampai ia memutuskan untuk keluar dari rumah saat kelas dua SMA.

"Kak Mino juga bilang, ibuku sedang sakit parah. Ia memintaku untuk menjenguknya."

"Kalau begitu, kamu harus jenguk secepatnya."

"Apa kamu mau menemaniku?" satu alis Jaehyun terangkat. "Sekalian kita kenalin Rion."

Chaeyoung menggigit bibir.

"Kenapa? Kamu takut apa yang terjadi di rumah Junhoe akan terulang lagi?".

"Aku—"

"Tenang, aku jamin ibuku nggak akan melakukan hal buruk ke kamu. Dia perempuan yang baik." potong Jaehyun.

"Kalau dia baik, kenapa kamu pergi dari rumah?"

Pertanyaan Chaeyoung membuat Jaehyun bungkam. Wajah laki-laki itu berubah masam dan rahangnya mengeras. "Ceritanya panjang. Mungkin, setelah kita bertemu dengan Ibu, aku akan ceritakan semuanya ke kamu."

My Valentines ✔️Where stories live. Discover now