46. Diakhiri untuk Dimulai

6.8K 672 147
                                    

Rion menenggak habis air di botol minumnya kemudian menyeka keringat yang menetes di dahi. Setelah bermain bola di lapangan dekat komplek apartemen selama hampir satu jam, baju seragam sekolah yang dikenakannya lepek terkena keringat. Wajah bocah laki-laki itu pun memerah karena terlalu lama berada di bawah sinar matahari.

"Rion!" Bubu—yang beberapa saat lalu menjadi lawan Rion dalam bermain bola—berseru dari seberang lapangan sambil mencangklong tas ranselnya. "Kita jadi main PS di rumah kamu, kan."

"Jadi." Rion mengangguk sembari mengisyaratkan agar Bubu berjalan ke arahnya.

"Mama Papa kamu nggak akan marah kalau kita main PS?" tanya Bubu setelah ia sudah berada di samping Rion.

"Nggak akan marah, soalnya besok hari libur," jelas Rion. "Ayo." Sambil menenteng tas dan bola, Rion dan Bubu berjalan munuju tower apartemen tempat tinggal Rion. Di tengah jalan mereka bertemu dengan Yena dan ketiga teman perempuannya yang juga sedang dalam perjalanan pulang ke rumah.

Usil, Rion menarik rambut Yena yang dikuncir kuda hingga kepala anak perempuan itu menengadah kebelakang.

"RION! Awas, ya, kamu! Aku bales di sekolah." Yena berseru sebal.

"Wleeeeeekk." Sambil berlari, Rion menjulurkan lidah meledek. Bubu ikut tertawa melihat wajah kesal Yena.

"Cieee, Yena sama Rion," goda kedua teman Yena melihat 'keakraban' itu.

"Kenapa cie sih? Rion itu teman TK aku, tahu."

"Tapi, Rion deketin kamu terus, kayanya dia suka kamu, deh."

"Hahhh?  Aku sama Rion itu teman. Ugh, malah aku udah nggak mau temenan sama dia. Dia usilin aku terus." Wajah Yena memberengut sebal sepanjang jalan.

Di arah yang berlawanan dengan Yena dan ketiga temannya, Rion dan Bubu sedang menunggu lift yang akan membawa mereka ke lantai lima.

"Rion, kok kamu bisa dibeliin PS, sih? Aku aja udah minta dari lama nggak dibeli-beliin sama Ayah dan Ibuku," tanya Bubu heran.

"PS itu kado dari Tante Lisa untuk ulang tahun aku yang kedelapan."

"Oh, Tante kamu yang suka ada di TV itu, ya?"

Rion mengangguk. "Yang jadi model iklan ayam goreng sama krim wajah."

"Ohia, aku inget." Bubu mengangguk semangat. "Enak banget kamu Rion, punya Tante artis. Pasti dia sering beliin kamu mainan ya."

"Iya, sering. Bulan kemarin aku dibeliin hoverboard."

"Kereeeen." Bubu mengacungkan jempolnya. "Apalagi kamu itu anak tunggal. Jadi, semua mainan kamu nggak ada yang rebut. Nggak kaya aku yang punya adik dua. Semua mainanku sekarang jadi milik adik-adikku, terus aku disuruh ngalah terus."

"Kenapa begitu? Memang adik kamu nggak dibeliin mainan yang lain."

"Sebenarnya sudah dibeliin. Tapi, mereka selalu mau mainanku. Dan Ayah sama Ibu pasti selalu belain adik."

"..."

"Jangan sampai kamu punya adik, ya, Rion. Nanti kamu nggak disayang lagi kaya aku."

Belum sempat Rion menyahuti kalimat Bubu, pintu lift di hadapan mereka sudah terlebih dahulu terbuka. Kedua anak laki-laki itu kemudian masuk dan keluar di lantai lima—lantai dimana unit apartemen milik keluarga Jung berada.

"Bu, nanti pas masuk rumah langsung cuci tangan sama cuci kaki, ya. Papa aku itu rewel banget dan sekarang dia lagi kerja dari rumah," pesan Rion sebelum masuk ke dalam rumah.

"Siap." Bubu mengacungkan jempol.

Setelah membuka pintu, Rion langsung melepas sepatu, menaruhnya di rak, juga menaruh bola sepaknya di keranjang yang ada di dekat pintu, disusul oleh Bubu.

My Valentines ✔️Where stories live. Discover now