Disappointed

1.6K 145 4
                                    

Sepasang mata sedang mengamati interaksi dari dua insan yang tak jauh dari hadapannya. Di depan sana ada Aiden yang tidak berhenti memberi kecupan kepada Irish setelah gadis itu sadar dari komanya.

Dahulu dia juga pernah mengalami masa masa muda yang seperti itu. Waktu-waktu berlalu membawanya menuju ke usia yang tak lagi muda, namun dia masih mengingat dengan baik setiap kenangannya.

Sambil bersidekap dada dan bersandar di dinding putih rumah sakit, pikiran Xavier berkelana begitu jauh.

Lebih dari 20 tahun silam, dia yang berada di posisi putranya. Menunggu dan menangisi seorang wanita, nyaris membuatnya menjadi gila. Xavier tahu benar seberapa besar ketakutan yang dirasakan putranya.

Dan sekarang, disinilah dia. Waktu telah membawanya beralih peran menjadi seorang ayah. Masa mudanya telah jauh terlewat. Namun melalui Aiden, dia bisa melihat kilas balik masa lalunya.

Benar apa yang orang orang kata. Like father, like son. Karena apa yang di alami Aiden nyaris sama persis dengan apa yang dulu pernah dia alami. Ikatan batin antara dirinya dengan Aiden sangatlah kuat.

Nalurinya sebagai seorang ayah juga telah membuatnya mengerti setiap hal yang dirasakan Aiden. Bahkan saat putranya sendiri masih bingung dengan perasaannya terhadap Irish maupun Amaris, Xavier sudah jauh lebih dulu mengerti siapa gadis yang sebenarnya di cintai Aiden hanya dengan mengamati perilaku putranya terhadap kedua gadis itu.

"Irish, bagaimana keadaanmu? Kau merasa ada yang sakit?"

Gadis itu hanya menggeleng saat Aiden bertanya padanya.

"Akan ku panggilkan dokter--"

"Tidak perlu, Aiden. Aku sudah merasa lebih baik."

Oh, Xavier bukan orang bodoh. Dia sangat bisa mendengar jelas nada dingin dari suara gadis itu. Sangat terlihat jelas jika Irish sedang berpura pura untuk baik baik saja.

"Irish, aku minta maaf.. Aku tahu ada lebih banyak kesalahan daripada kata maaf dariku. Tapi sungguh, aku benar benar minta maaf untuk semua hal yang sudah ku lakukan padamu."

Gadis itu tersenyum meski sorot matanya tidak bisa berbohong.

"Tidak perlu minta maaf, Aiden. Aku tidak apa apa."

"Benarkah?"

"Yes, I'm"

Xavier masih setia mendengarkan perbincangan mereka berdua. Ya, setidaknya sampai Irish menyadari akan kehadirannya. Karena setelah itu Irish berkata pada Aiden, "Aiden.. Tiba tiba aku ingin memakan buah jeruk. Maukah kau mencarikannya untuk ku?"

"Of course, baby. Wait for a while."

Aiden mengecup singkat pelipis Irish dan meninggalkan ruangan inap untuk mencarikan apa yang diminta oleh Irish.

Sepeninggalan Aiden, Xavier mendekat ke sisi ranjang Irish. Gadis itu tampak sudah tidak bisa lagi menyembunyikan perasaannya.

Tangan Xavier terulur untuk membelai rambut Irish. Mata gadis itu terus menatapnya berkaca kaca.

"Maafkan putraku, Irish."

Detik itu juga pertahanan Irish berantakan. Dia menangis dan dengan cepat Xavier membawa tubuh gadis itu untuk masuk ke pelukannya.

Tangan Irish mencengkram lengan kemeja Xavier dengan erat, membuat pakaian itu menjadi lusuh karenanya. Xavier sama sekali tidak menolak. Dia paham bahwa Irish lah yang sedang terluka saat ini.

"Aiden.. Dia-- hiks.. Aku tidak bisa.."

"No, don't say like that."

****************

The SASSY GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang