Lustfulness

1.6K 106 14
                                    

It's been four days.

Kegelapan yang panjang itu telah usai.

Entah sudah berapa lama aku tertidur hari itu, namun kini akhirnya aku sudah kembali tersadar sejak empat hari yang lalu. Yang ku tahu dari kata dokter adalah keadaan ku sudah mulai membaik. Ternyata aku sempat menjalani operasi pengangkatan pecahan kaca dari lampu gantung yang menusuk sekujur punggung ku. Fortunately, pecahan itu menusuk tidak terlalu dalam, sehingga tidak sampai menembus hingga ke organ dalam ku.

Beberapa hal yang ku ingat sesaat setelah aku terbangun adalah kejadian di acara penggalangan dana waktu itu.

Segalanya berjalan dengan baik-- setidaknya pada awalnya. Aku berpidato di atas podium dengan banyak wartawan yang menyorot. Ah, aku yakin acara itu pasti akan di liput di televisi mengingat betapa bergengsinya acara itu di kalangan para pebisnis besar yang sudah go international.

Tapi ada sesuatu yang aneh terjadi setelah itu. Firasat ku tiba tiba buruk. Perasaan ku tidak nyaman, seolah akan ada hal tak terduga yang akan terjadi. Aku merasa ada seseorang yang mengintai. Satu persatu tamu undangan ku perhatikan dengan seksama di tengah pidato ku, namun aku tak menemukan satu pun yang mencurigakan. Hingga ketika aku tanpa sengaja menatap ke atas, tepat pada saat itu juga sebuah lampu gantung terlepas dari tempatnya. Mommy Megg sedang berdiri di bawahnya saat itu.

Jangan katakan aku gila, karena daripada itu, ini lebih pantas disebut sebagai pengorbanan seorang purtri untuk ibunya. Aku berlari secepat yang aku bisa. Aku sangat bersyukur ketika aku berhasil mendorong mommy dan seorang wanita lagi di sampingnya meski aku sendiri yang harus terjatuh dan tertimpa lampu itu.

Ceklek..

Suara pintu kamar mandi yang berada di dalam ruangan rawat inap ini terbuka-- membuat lamunan ku seketika terbuyar.

Bukan, dia bukan Aiden.

Orang itu adalah ibuku. Hari ini dia yang merawat ku karena Aiden ada pekerjaan penting di kantornya.

"Kau mau mandi, Irish?"

Ibuku bertanya dan aku menggeleng memberi jawaban. Ku pikir lebih baik aku mandi di rumah saja nanti. Selang infus ini sedikit merepotkan.Toh nanti sore aku juga sudah pulang.

"Apa masih ada barang yang tertinggal?"

"Tidak ada. Semuanya sudah ibu bereskan tadi."

Baru saja ibuku membuka mulutnya, hendak kembali berbicara, namun suara pintu yang terbuka sudah terlebih dahulu menginterupsinya. Ketika kami berdua menoleh ke arah pintu itu, ternyata daddy Xavier yang baru saja datang seorang diri.

Aku cukup terkejut-- tidak, lebih tepatnya.. Aku sangat terkejut.

"Alisha,"

Alih alih menatap ibuku, daddy Xavier justru menatap ku lekat lekat. Dia terus berjalan mendekat dan kembali berkata, "Bisa kau tinggalkan kami sebentar?"

**********

"Awshh.. Aiden.. Pelan pelan."

"Aku tidak pernah melakukan yang lebih perlahan dari ini, Irish."

"Tapi kau-- ahh.. Apa kau sialan sengaja?"

Aiden tersenyum puas-- merasa berhasil telah membuat Irish merasa kesal.

Oh, astaga..

Seandainya Irish bisa, dia juga tidak akan meminta bantuan pada Aiden untuk melepas perban dan pembalut luka yang menutupi sekujur punggungnya. Mau bagaimana lagi? Tangan Irish tidak mampu meraih beberapa bagian yang tak terjangkau di balik tubuhnya.

The SASSY GirlWhere stories live. Discover now