Eden

464 38 0
                                    

Rhotio cafe, A day later.

"Ini, Irish."

Irish menerima benda kecil yang diulurkan Albert kepadanya. Itu adalah secuil sim card yang hanya tinggal setengahnya saja.

"Zoya yang menemukannya di hutan. Ku pikir ini milik si brengsek yang sedang kita cari. Apa scan sidik jari masih bisa dilakukan untuk benda itu, Irish?"

"Apa kau gila, Al? Sidik jarinya pasti sudah rusak atau tertindih oleh sidik jari yang lain--"

"Aku tau, Irish.. Tapi tidak ada salahnya mencoba, kan? Lagipula kita juga tidak punya pilihan lain."

Irish berpikir untuk beberapa saat. Apa yang dikatakan Albert memang benar. Apalagi mereka tidak tahu berapa lama mereka punya waktu untuk menyelesaikan semua ini. Jika mereka tidak bergerak dengan cepat, bagaimana jika si brengsek yang sialan itu lebih dulu mengambil langkah lain untuk memperburuk situasi?

"Baiklah, akan ku coba."

Disisi lain, di salah satu sudut ruangan dekat pintu keluar, Aaron sedang duduk mengawasi Irish yang sedang entah membicarakan apa dengan teman laki lakinya. Aaron tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan, dan seharusnya memang seperti itu. Ia tidak ingin melanggar privasi nyonya besarnya itu.

Selagi matanya awas memandang ke sekeliling, getaran ponsel di saku miliknya membuat dia sedikit mengalihkan perhatian. Tuan besar Aiden sedang menghubunginya.

"Saya disini, tuan." Aaron berucap setelah dia menerima panggilan itu.

Aaron pikir ada hal penting yang ingin Aiden katakan atau tanyakan padanya. Namun ternyata dia salah besar. Aaron lupa kalau Aiden yang sekarang bukan lagi Aiden yang dulu. Bosnya itu berubah sedemikian kontras setelah mulai tergila gila pada Irish.

Jika dulu Aiden hanya menghubunginya ketika ada urusan bisnis yang sangat penting, maka sekarang Aiden bisa menghubunginya hanya untuk bertanya hal hal konyol yang sepertinya tidak sulit untuk dipikirkan jawabannya. Seperti sekarang ini. Terlalu konyol ketika Aiden bertanya kepadanya "Aku akan menjemput Irish kesana. Menurutmu lebih baik aku menggunakan mobil atau motor, Aar?"

Aaron bersumpah kalau dia sudah mendengus dalam hati. Bukankah itu sangat tidak penting?

Oh, jangan salahkan Aaron. Bukan berarti dia asisten pribadi yang tidak loyal. Tapi bukankah itu terlalu berlebihan?

Ya, tentu saja itu bukan urusan Aaron.

Kenapa?

Karena, satu; dia merasa berhak untuk tidak peduli karena Irish adalah istri bosnya, bukan istrinya. Dua; bosnya itu sudah bukan lagi anak kecil yang tidak tahu harus memilih yang mana. Tiga; memang pada dasarnya bosnya ini sedang bucin. Setau Aaron, orang orang kehilangan akalnya ketika mereka sudah menjadi budak cinta. Maka ya, Aaron tidak terlalu tertarik mengurusi orang yang sudah kehilangan akal. Empat; ini tidak akan menambah penghasilannya.

Tapi mau sebanyak apapun Aaron punya alasan, dia harus tetap bersikap layaknya asisten pribadi yang sangat profesional bukan? Maka ya, Aaron bertekat untuk memperluas kesabarannya menghadapi tuannya yang semakin aneh ini.

"Sepertinya mobil bisa jadi pilihan yang lebih baik, tuan."

Namun Aaron salah besar. Sepertinya memang tuannya ini sedang ingin menguras habis kesabarannya.

Aaron tidak dapat lagi berkata kata ketika Aiden di seberang sana menjawab, "Baiklah, aku akan menggunakan motor saja. Irish lebih suka naik motor."

Lalu bos nya itu sudah mematikan sambungan telepon begitu saja.

See?

Bukankah itu konyol? Jika tuannya itu sudah memiliki jawaban, kenapa dia masih bertanya padanya?

The SASSY GirlWhere stories live. Discover now