Anxiety

1.2K 102 7
                                    

Adalah sebuah kewajaran bagi Aaron setiap kali dia memasuki ruang kerja Aiden dan menemukan atasannya itu sedang sibuk berkutat dengan tumpukan berkas berkas yang harus ia revisi atau tanda tangani.

Namun sepertinya ada yang berbeda kali ini. Saat Aaron memasuki ruang kerja Aiden, bosnya itu memang terlihat sedang sibuk juga. Tumpukan berkasnya juga masih ada di atas meja. Hanya saja semua berkas itu tidak tersentuh sama sekali karena Aiden sedang sibuk dengan lamunannya.

Kedua alis Aaron sampai bertaut kebingungan karena sikap Aiden yang berbeda. Bahkan hingga Aaron duduk di hadapannya pun Aiden masih belum tersadar juga.

Tidak ada pilihan lain. Aaron terpaksa harus mengetuk meja beberapa kali sambil memanggil nama atasannya itu.

"Maaf, tuan Aiden.."

Uji coba pertama, gagal.

"Tuan.. Tuan Aiden.."

Katakan Aaron tidak sopan karena dia nyaris saja mengumpati Aiden dalam hati. Namun beruntungnya Aiden segera kembali mendapat kesadarannya, sebelum Aaron benar benar mengumpat di hadapan atasannya.

"Aaron.. Kau disini?"

"Yes, sir. Saya mengantar satu berkas lagi dari divisi keuangan untuk anda revisi."

Aiden mengangguk dan menerima laporan yang diberikan Aaron padanya.

Hampir saja Aaron beranjang dari kursinya jika saja Aiden tidak menghentikannya. "Aaron, wait."

"Ya, tuan. Ada lagi yang bisa saya bantu?"

"Ah, tidak. Bukan bantuan yang sedang ku butuhkan. Aku hanya ingin sedikit berbagi cerita padamu."

"Maksud anda, anda ingin curhat dengan saya, tuan?"

Aiden terkekeh geli mendengar penuturan Aaron. Curhat katanya? Ugh.. Itu terdengar menggelikan. Seolah Aiden masih remaja ingusan belasan tahun yang sedang butuh pencerahan.

Oh, tapi lupakan tentang semua itu.

Aiden memang sedang membutuhkan pendapat seseorang sekarang. Dan sepertinya Aaron adalah orang yang tepat.

"Bagaimana menurutmu jika aku menikah dengan Irish? Maksudku.. Aku tahu pernikahan itu adalah hal yang indah. Bahkan dalam bayanganku pun pernikahan memang sesuatu hal yang membahagiakan. Tapi kau tahu sendiri, Aaron. Hidup itu penuh dengan realita. Pernikahan pasti tak seindah yang ku bayangkan. Bagaimana jika pernikahanku dengan Irish nantinya tidak berjalan dengan lancar?"

Aaron menaikkan salah satu alisnya. Ah, jadi ini yang membuat atasannya ini sampai tidak fokus bekerja?

"Saya tidak mengerti, tuan. Anda tahu sendiri jika saya belum menikah. Jadi saya tidak tahu bagaimana lika liku pernikahan. Seharusnya tuan menanyakan hal ini pada Elena. Dia dan suaminya berani mengambil keputusan untuk menikah muda. Mungkin anda bisa bertanya tentang urusan rumah tangga padanya?"

Aiden mengangguk setuju.

Benar juga apa kata Aaron. Aiden sendiri juga lupa jika Aaron belum menikah. Dia salah orang.

"Tapi, tuan... Menikah dengan nona Irish adalah keputusan yang tepat. Menurut pengamatan saya, nona Irish adalah perempuan yang baik, pintar, dan penyabar. Selain itu nona Irish juga memiliki keberanian yang tidak dimiliki oleh perempuan lainnya. Tuan masih ingat saat nona melempar sepatunya ke kepala anda? Hanya nona Irish yang berani melakukan hal itu, terlebih lagi di hadapan umum."

Aiden merasa kembali mendapat sedikit harapan setelah mendengar kalimat dari Aaron. Jujur saja, Aiden khawatir jika keputusannya untuk menikahi Irish adalah pilihan yang salah. Aiden hanya takut jika dia tidak bisa membahagiakan Irish dan akan membebani Irish dengan pernikahan mereka.

The SASSY GirlWhere stories live. Discover now