Little clumsy

504 44 2
                                    

Pagi ini aku kembali mendapat bantuan dari Aiden hanya untuk sekedar menyiapkan diriku sendiri. Sudah ku katakan padanya bahwa aku sudah tidak apa apa, tapi Aiden tetaplah Aiden. Yang selalu keras kepala dan tidak mau dibantah. Maka seperti inilah Aiden memulai aktivitas paginya.

Aiden membantuku melepas kasa dan plaster luka yang menempel di punggung ku. "Lukanya sudah kering, baby." Katanya sambil mengikat plastik sampah tempat dia membuang semua bekas kasa dan plaster itu.

"Benarkah?"

"Ya. Apa kau masih ingin memakai penutup luka lagi agar lukamu benar benar sembuh? Jika iya, aku akan menyiapkannya."

"Tidak, Aiden. Lagipula rasanya juga tidak nyaman." Keluh ku padanya.

"Baiklah."

Aku memperhatikan Aiden yang berjalan menghampiri tempat sampah kecil yang berada di sudut kamar dan membuang sampah plastik itu kedalamnya. Setelah itu langkah Aiden beralih menuju ke walk in closet. Dia berada di dalam sana untuk beberapa saat, lalu kemudian kembali menghampiriku sambil membawa setelan baju untuk ku.

"Aiden, aku bisa mandi sendiri." Ucap ku to the point padanya.

Aku tahu betul kalau setelah ini dia pasti akan memandikan ku, sama seperti hari hari sebelumnya. Selama beberapa hari setelah aku keluar dari rumah sakit, Aiden mendadak menjadi suster untuk ku. Dia yang mengurusi segala keperluanku. Dia yang membantuku merawat luka ku, dia yang memandikanku, dia juga yang menyiapkan makanan untuk ku. Oh, dia bahkan juga tidak datang ke kantor beberapa hari ini.

Sungguh sangat totalitas bukan?

Tapi hari ini Aiden sudah berjanji kalau dia akan kembali bekerja-- aku yang memaksanya. Aku sudah benar benar sembuh, dan Aiden tidak perlu merawatku dengan begitu intens. Aku sudah bisa melakukan semuanya sendiri.

"Apa kau yakin, Irish?"

"Tentu saja. Aku tidak didiagnosa lumpuh oleh dokter."

"Bagaimana jika kau terjatuh nanti di kamar mandi?"

"Oh, apa aku terlihat selemah itu?"

"Tidak, tapi..." Aiden bersidekap dada dan memperhatikanku dengan tatapan jahilnya.

"Tapi apa?"

"Tapi kau harus mandi dengan pintu terbuka--"

"Fuck you, Aiden!"

Aku mengumpati pria itu sambil berjalan menuju kamar mandi dan mengacungkan jari tengah padanya.

Brakh!

"Dasar otak mesum!" Aku berteriak dari dalam kamar mandi setelah membanting pintunya dengan keras.

Aku bersumpah mendengar suara tawa Aiden. Dia pasti merasa senang karena sudah merasa berhasil membuatku kesal. Tapi meski benar benar kesal, aku juga diam diam mengulum senyuman setelah itu. Begitulah dia. Aiden dan segala sifat menyebalkannya.

Beberapa saat aku menghabiskan waktu untuk mandi. Lalu ketika aku keluar, Aiden sudah berdiri di depan cermin dengan setelan kerjanya yang rapi. Disampingnya ada troli makanan yang berisi dua piring sup dan dua gelas air putih.

"Aiden, apa kau tidak mandi?" Tanyaku secara spontan. Aku berjalan menghampirinya sambil mengernyitkan dahi karena kebingungan.

"Tega sekali kau menuduhku, Irish. Apa terlihat mungkin untuk ku berangkat ke kantor tanpa mandi?" Aiden menjawab dengan kesal. Dia mengulurkan kedua tangannya padaku, memintaku untuk membantunya mengancingkan lengannya.

Aku tertawa kecil. Jangan salahkan aku. Siapa yang tidak curiga jika Aiden bisa bersiap dengan begitu cepat, sementara kamar mandi sedang ku pakai.

"Ayo kita sarapan bersama setelah ini, baby." Aiden melirik ke arah troli di sebelahkan ketika mengucapkan kalimat itu.

The SASSY GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang