Darcy Gavanico

1.2K 116 1
                                    

"Siapa Darcy?"

Ayah ku yang baru saja bertanya.

Saat ayah melihatku mengambil kunci motor di atas meja ruang keluarga, ayah menanyakan kemana aku akan pergi.

"Darcy Gavanico, Ayah. Apa ayah tidak mengenalnya? Dia klien ku kali ini. Kami akan bertemu dan membahas misi yang akan dia berikan padaku."

"Ayah lupa. Seingat ayah, ayah tidak pernah mengenal pria bernama Darcy." Jawabnya. "Tapi baiklah. Segera pulang sebelum malam atau ibu mu akan kembali mengamuk seperti seekor macan." Sambungnya.

Ayah bergurau untuk yang satu itu, mencoba membuat lelucon dan berhasil membuaku tertawa. Oh, tidak sepenuhnya gurauan. Ibuku jika sudah marah memang akan berubah menjadi sangat ganas. Semua orang akan kena marah dan tentu hanya dia yang paling benar.

Aku sudah memakai helm ku dan bersiap siap untuk menaiki motor hitam besar kesayangan ku ini jika saja seseorang tidak menggangguku.

"Hei.. Irish.. Irish.."

Sebuah mobil red Audi baru saja melintas di hadapan ku. Dari jendela belakang ada kepala Aiden yang melongok keluar sambil melambaikan tanggannya padaku.

Mobil yang dia tumpangi mendadak berhenti. Aiden keluar dari dalam mobil dan disusul Aaron di belakangnya.

Aku melirik sekilas ke arloji di lengan kiri ku. Pukul 2 siang, itu artinya ini masih terlalu dini untuk Aiden pulang.

"Aiden, kau sudah pulang?"

"Tuan mengeluh sedikit pusing saat di kantor, nona. Maka dari itu saya mengantar tuan untuk pulang."

Refleks aku meletakkan punggung tangan ku di kening Aiden. Suhu tubuhnya memang sedikit hangat dari yang biasanya.

"Kau tolong antar dia ke kamarnya, Aaron. Aku harus pergi sekarang."

Aaron mengangguk dan mencoba untuk meraih lengan Aiden, namun gagal karena Aiden justru mengejar langkah ku.

"Irish.. Irish, kau mau kemana?"

Aiden menahan lengan ku saat aku hendak meninggalkannya. Ekspresi Aiden tidak bisa menyembunyikan raut keberatan yang mungkin sedang pria itu rasakan.

"Aku.. Harus bertermu dengan klien ku, Aiden."

Demi Tuhan, aku merasa berat hati untuk meninggalkan Aiden saat ini.

"Sekarang? Apa tidak bisa nanti? Aku butuh kau, Irish."

"Hanya sebentar, Aiden. Setelah itu aku berjanji akan segera pulang."

Aku mencoba melepaskan tangan Aiden yang mencoba menahanku, namun lagi lagi Aiden tidak mau melepaskannya.

"Kalau begitu aku ikut denganmu."

"Apa?! Tidak, tidak. Kau--"

"Kau bilang hanya sebentar. Jadi aku akan ikut denganmu."

Aku mendengus kesal padanya. Keras kepala seperti biasanya.

"Justru karena aku hanya sebentar, Aiden. Kau dirumah saja. Kau bilang kau sedang sakit."

Aiden menggeleng keras kepala, menolak nasihat yang ku berikan padanya.

One second.

Aku mulai menimbang nimbang apakah aku harus mengajak Aiden.

Five seconds.

Ekspresi Aiden yang sedang memohon membuat keyakinan ku untuk tidak mengajaknya semakin goyah.

The SASSY GirlWhere stories live. Discover now