Damn human

878 72 4
                                    

Here I am.

Lagi lagi aku berada di markas. Saat ini hanya ada beberapa orang yang ikut berkumpul di sofa utama. Rapat kecil kecilan, anggap saja itu yang sedang kami lakukan.

"Orang itu berhasil melarikan diri saat aku dan Axel mengejarnya, Irish. Ada pesawat yang datang membantunya saat dia melompat ke jurang."

Tentang pengejaran Axel bersama Albert di hutan waktu itu, apa kalian masih mengingatnya? Axel sedang membicarakan hal itu sekarang. Aku yang telah memintanya untuk membawa manusia sialan itu ke hadapanku-- hidup ataupun mati.

"Siapa orang itu? Apa dia adalah target yang kita cari?" Aku bertanya padanya.

"Aku belum bisa memastikannya. Tapi kemungkinan besarnya iya karena setelah mengejar orang itu, aku dan Axel menghampiri titik merah dan kami hanya menemukan ponsel yang ditinggalkan di hutan. Sepertinya dia sadar jika kita telah meretas lokasinya."

"Apa dia laki laki?"

Mereka berdua sama sama menggeleng. Mereka tidak tahu, begitulah kesimpulan yang ku ketahui darinya.

Mereka bilang orang itu memakai jubah hitam dan memakai tudung kepala serta masker wajah. Wajar jika mereka tidak bisa melihatnya dengan jelas. Manusia sialan itu benar benar menyembunyikan identitasnya dengan sangat baik.

"Aku sungguh minta maaf, Irish."

Aku menggelengkan kepala.

Hei, maksudku.. Apa yang perlu dimaafkan? Meski aku benar benar berharap agar si sialan itu bisa tertangkap, bukan berarti aku akan menyalahkan mereka karena telah kehilangan jejak.

"Tidak apa apa, kalian tidak perlu minta maaf. Kita masih belum gagal. Besok kita bisa kembali ke sana dan menyisir hutan. Pasti ada jejak yang manusia sialan itu tinggalkan disana. Di dunia ini tidak pernah ada kejahatan yang berhasil dilakukan dengan sempurna."

"Aku akan ikut kalian untuk kembali ke hutan." Natascha-- kekasih Albert menimpali.

"Aku juga."

"Aku juga."

"Ya, aku juga."

Ada banyak orang yang ikut bersahutan mengatakan 'aku juga.' setelah itu. Sedikit merasa salut atas partisipasi mereka yang mau ikut membatu tanpa aku yang meminta terlebih dulu.

"Apa kau punya orang yang sudah kau curigai, Irish?"

**********

Aku sedikit terkejut saat membuka pintu ruang kerja Aiden dan menemui daddy Xavier juga berada di ruangan ini. Sepertinya mereka sedang membicarakan sesuatu, aku yakin itu.

"Baby, apa  yang membuatmu datang kemari, hmm?" Aiden bertanya sambil berdiri dan merentangkan sebelah tangannya, memintaku datang ke pelukannya.

Aku menghampirinya dengan sedikit tergesa. Oh, entahlah. Aku tiba tiba merasa ingin sedikit bermanja pada Aiden.

"Nothing." Jawabku sambil menggeleng di ceruk lehernya.

"Kau yakin tidak ada masalah? Ayolah, Irish.. Ini bukan hal biasa ketika kau datang padaku dengan tanpa alasan."

Tawa kecil ku terdengar.

Aiden ternyata menghapal banyak kebiasaanku, atau mungkin semuanya. He is really such a prince charming, isn't he?

"Tadinya aku ingin mengajakmu keluar. Kau tau? Mommy berencana mengajakku menghadiri acara penggalangan dana untuk salah satu yayasan, tapi aku tidak punya gaun formal yang bisa ku kenakan. Jadi ayo pergi berbelanja atau mungkin kau lebih suka aku bertelanjang saja."

The SASSY GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang