3. Tercengang

1.5K 126 12
                                    

Sukai sewajarnya dan bencilah sewajarnya, akan tetapi kalau bisa jangan terlalu membenci karena itu tidaklah baik!

Happy reading ☺️
.
.
.
.
.
.
.

"Der, aku rindu."

Kala mendengar suara ketukan pintu dari depan, Rindi segera pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya setelah menangis tadi. Ia tak ingin laki-laki itu tahu bahwa dia selesai menangis.

"Assalamu'alaikum, Dik?" panggil Novan yang mencari keberadaan istrinya.

"Saya bawakan terang bulan,"

"Rasa cokelat, pasti kamu suka,"

"Dik Rindi, kamu di mana?"

Tidak ada balasan akan panggilannya tadi, kemudian Novan pergi ke dalam kamar mencari sang istri.

"Dik?"

Tiba-tiba Rindi keluar dari kamar mandi dengan mata sembap.

"Saya sibuk."

Novan terdiam sejenak kemudian berkata. "Saya bawa terang bulan rasa cokelat, kata Ibuk Mertua kamu suka itu?"

"Sudah malam, saya nggak mau makan." Ucapnya kemudian beranjak ke meja kerjanya.

"Oh iya satu lagi, jangan panggil Ibuk saya dengan sebutan seperti itu!"

"Lalu, saya harus memanggil beliau dengan sebutan apa?" Tanya Novan seraya mengerucutkan bibirnya.

"Madam!" singkat Rindi.

Novan pun tersenyum memperlihatkan gigi gingsulnya.

"Kata Ibuk Mertua, kamu suka nyanyi lagu India, benarkah itu?" tanya Novan yang kini duduk di samping Rindi.

"Sejauh apa Anda mengetahui tentang saya dari Ibuk?" tanya Rindi balik.

Novan tak menjawab, ia memilih untuk tersenyum sambil terus memandangi seseorang di depannya yang selama ini membuat jantungnya tidak aman apabila berdekatan dengannya.

"Jangan terlalu jauh mencari tahu apa pun tentang saya, Om!"

"Dan jangan panggil Ibuk saya begitu!"

"Oh iya, satu lagi, jangan panggil saya 'Dik'. Saya bukan adik Anda, Om!"

"Saya juga bukan Om kamu," balas Novan tak mau kalah.

Rindi menahan amarahnya yang ingin meledak karena menghadapi laki-laki seperti Novan ini. Sungguh menyebalkan.

"Jangan ditahan, luapkan saja!" titahnya yang gemas melihat istrinya menahan amarahnya itu.

"Debat sama Om itu menguras banyak emosi, ya? Lebih baik saya tidur."

"Semoga mimpiin saya, ya," goda Novan.

"Najis!"

"Astaghfirullah, Dik."

"Astaghfirullah, Om." Ucap Rindi meniru nada bicara sang suami.

Setelah perdebatan panjang itu, Rindi memilih untuk tidur, dan Novan segera mengambil wudu untuk melaksanakan rutinan di malam Jum'at.

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas, Novan melihat ke arah sang istri yang sudah tertidur pulas. Didekatinya pelan-pelan agar tak mengganggu. Ingin sekali ia mencium dan memeluknya, namun ia  mengurungkan niatnya itu.

"Semoga Allah segera meluluhkan hatimu, Dik."

Setelah mengucapkan itu, Novan pun ikut tidur di samping Rindi dengan guling berada di tengah sebagai pembatas di antara keduanya.

DIA IMAMKU (End-Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang